Rabu, 22 Februari 2012

Tunaikan Bayarlah Zakat


Pentingnya Zakat bagi Kemaslahatan Umat
Membicarakan tentang zakat fitrah, ingatan kita pasti akan tertuju kepada bulan Ramadan, bulan yang sangat dimuliakan oleh semua umat Islam. Karena sederet aktivitas ibadah bisa dilakukan di sana sekaligus menjanjikan reward yang tak ternilai, mulai dari dibukanya pintu rahmat dan ampunan sampai pada jaminan akan pembebasan dari api neraka.
Zakat fitrah bagi umat Islam bukan hanya sebuah rutinitas yang berdimensi sosial yang mengiringi ibadah puasa di bulan Ramadan. Akan tetapi lebih dari itu zakat fitrah merupakan kewajiban yang diperuntukkan bagi terwujudnya kesempurnaan ibadah puasa yang dilakukan.
Seorang muslim yang menjalankan ibadah puasa akan merasa kurang sempurna, apabila tidak mengeluarkan zakat fitrah. Sementara itu, bagi umat Islam yang enggan melaksanakan ibadah puasa sekalipun, zakat fitrah tetap menjadi sesuatu yang penting bagi diri mereka. Ada perasaan tidak “enak” bila tidak menunaikannya.
Karena itu, tidak mengherankan apabila pada akhir setiap bulan Ramadan banyak umat Islam berbondong-bondong membayar zakat fitrah kepada panitia-panitia zakat fitrah yang ada di masjid, musala atau tempat-tempat yang lain.
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam yang lima. Zakat hukumnya wajib ‘ain (fardu ‘ain), bagi setiap muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat.
Perintah menunaikan zakat atas harta dan penghasilan yang diperoleh, mendidik umat Islam agar menjauhi sifat mementingkan diri sendiri, dan sebaliknya mewujudkan semangat berbagi dengan orang lain. Kesadaran berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang pada ajaran Islam.
Dalam kitab suci Alquran kata zakat dalam bentuk makrifah (definisi) disebut tiga puluh kali dalam Alquran, di antara dua puluh tujuh kali disebut bersama salat. Misalnya dalam surat Al-Baqarah: 277
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”
Ayat Alquran di atas menunjukkan dengan tegas, betapa pentingnya pelaksanaan zakat di samping ibadah salat. Apabila ibadah salat berfungsi sebagai bukti pengabdian dan kepatuhan kepada Allah SWT, serta sebagai pencegahan yang keji dan munkar, maka zakat dimaksudkan sebagai pembersih jiwa bagi yang menunaikan.
Perintah mendirikan salat dalam Alquran tidak pernah terpisahkan dengan perintah membayar zakat. Zakat yang disebut dalam Alquran sejajar dengan salat merupakan sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam suatu tatanan kehidupan sosial.
Sekarang persoalannya, bagaimana kenyataan dalam pengalamannya? Ajaran tentang syahadat, salat, puasa dan haji tampak sekali lebih merata dipahami, dihayati dan diamalkan oleh umat Islam, Puluhan ribu masjid dan ratusan ribu musala berdiri di segenap penjuru tanah air sebagai tempat umat Islam melaksanakan salat berjamaah.
Bahkan di kantor-kantor, bank-bank, universitas-universitas, pabrik-pabrik didirikan pula masjid dan musala. Ajaran puasa pun tampak juga diamalkan dengan penuh gairah manakala bulan Ramadan tiba, dan jamaah salat tarawih pun di mana-mana melimpah.
Demikian juga bila datang bulan Dzulka'dah atau Dzulhijjah terasa sekali kesibukan mengantar dan menjemput jemaah haji. Akan tetapi bagaimana pelaksanaan rukun Islam ketiga yakni zakat?
Para da'i, mubaligh dan khatib harus meningkatkan dakwah, tabligh dan khutbah mengenai zakat. Harus dikupas, dijawab dan diatasi mengapa zakat sebagai salah satu rukun Islam, selain mempunyai nilai kesalehan ritual, zakat berfungsi sebagai kesalehan sosial bukan hanya kurang dilaksanakan, bahkan kurang dipahami.
Pentingnya dana bagi kesejahteraan bangsa dan umat Islam, maka zakat merupakan salah satu sumber utama dana umat harus digalakkan pelaksanaan dan pengelolaan. Tentunya dengan menggalakkan sosialisasi dan memperbaiki pengelolaan zakat, maka impian untuk menyejahterakan masyarakat dapat terus diupayakan.
Karena pada hakikatnya, zakat bermacam-macam. Sehingga betapa pentingnya zakat dikelola secara profesional dan amanah. Sehingga dapat menunjang pembangunan di berbagai sektor seperti, ekonomi, sosial, pendidikan dan pemberantasan kemiskinan. Memberantas kemiskinan berdampak pula pada penyelamatan dari kekafiran sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW yang artinya “Kekafiran itu mendekatkan seseorang kepada kekufuran”.
Nabi Muhammad SAW. dalam khotbah terakhirnya menegaskan: Wahai manusia, tunaikanlah zakat hartamu. Ketahuilah barang siapa tidak menunaikan zakat, tidak sempurna salatnya. Ketahuilah barang siapa tidak sempurna salatnya, tidak sempurna pula agamanya, tidak sempurna puasanya dan tidak sempurna jihadnya.
Pada surah Al-Ma’aarij ayat 24 juga disebutkan. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, serta ayat 25: Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
Dalam setiap penghasilan maupun harta yang berhasil diperoleh, di dalamnya ada hak orang lain dan kewajiban bagi setiap pribadi muslim yang menguasainya untuk mengeluarkan sedekah, infak, dan zakat.
Apabila tidak mengeluarkannya berarti pribadi muslim berlaku zalim dengan menguasai atau memakan harta yang merupakan hak orang lain khususnya kaum duafa. Harta yang berhasil dikumpulkan itu pun merupakan suatu cobaan bagi setiap manusia. Dengan pengertian, kita harus dapat mensyukuri harta yang diperoleh tersebut dan mau berbagi dengan orang lain.
Firman Allah SWT dalam Al-Ma’aarij ayat 28: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. Demikian, semoga ada manfaatnya. (*)
Harta itu Kotor, Zakat yang membersihkannya. Demikian sejatinya ungkapan yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Ungkapan ini sebenarnya tidaklah terlalu berlebihan, apalagi mengingat konsep zakat yang memiliki tujuan untuk membersihkan harta dan mensucikan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT: “Ambillah zakat itu dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (harta) dan mensucikan (jiwa) mereka” (QS. At−taubah : 103) Sisihkan Hak Fakir dan Yatim Untuk Membersihkan Diri Sisihkan Hak Fakir dan Yatim Untuk Membersihkan Diri Ayat ini telah menegaskan begitu pentingnya arti zakat bagi mereka yang memenuhi kategori wajib zakat, yaitu para hartawan dan kaum aghniya yang menginginkan harta yang bersih dan jiwa yang suci, sehingga hidup menjadi berkah. Karena zakat sebagai ibadah maaliyah ijtimaiyah (ibadah yang terkait dengan harta dan jiwa sosial yang dimiliki) adalah satu−satunya cara untuk membersihkan harta dari segala kekotoran yang menghinggapinya. Maka dari itu, tidak dapat ditawar−tawar lagi, zakat adalah perintah Allah yang mutlak harus dipenuhi. Artinya, 2,5% dari harta (penghasilan) yang diperoleh secara rutin adalah hak orang lain. Entah itu penghasilan yang berbentuk gaji, komisi, bonus dan lain−lain, yang memenuhi nisab zakat. Itulah yang dimaksud Zakat Penghasilan (Profesi). Allah SWT menegaskan dalam firmannya: “Dan pada harta−harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (yang tidak meminta).” (QS. Adz−Dzaariyaat : 19) Kalau mau dihitung secara matematis pun, berarti masih ada 97,5% dari penghasilan yang diperoleh. Nilai inilah yang bisa digunakan sepenuhnya. Tentu jumlah ini masih sangat besar. Walaupun secara matematis jumlahnya berkurang tetapi nilainya justru bertambah, karena keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih besar. Mengapa demikian? Karena harta itu akan menjadi bersih, kemudian berkah, lalu tumbuh dan berkembang, sebagaimana arti dari zakat itu, yang berasal dari kata”Zaka”, yaitu :Tumbuh dan Berkembang. Bukankah setiap orang menginginkan harta yang berkah, sehingga hidupnya nyaman, mudah, tentram serta terlindung dari kegelisahan dan kekhawatiran Sayangnya, tidak semua orang mengetahui arti pentingnya zakat ini. Kalaupun ada sebagian yang mengetahui, belum tentu orang−orang yang mengetahui arti pentingnya zakat ini, mau untuk menunaikan zakatnya secara konsisten dan teratur. Mungkin karena rendahnya pemahaman atau dangkalnya keimanan mereka. Bagi mereka yang rendah imannya serta dangkal pemahamannya, bila mendengar perintah ‘zakat’, pasti akan sangat mengerikan dan dirasakan sebagai bahaya yang akan merusak perekonomian mereka dan mengurangi harta yang telah mereka peroleh dengan susah payah. Mereka akan senantiasa berupaya mencari cara agar tidak perlu berzakat dan masuk dalam kelompok orang yang tidak wajib zakat, dengan bebagai dalih dan alasan. Mereka mengutarakan kebutuhan hidup mereka yang begitu banyak, mulai dari kebutuhan makan yang enak, pakaian yang bagus, rumah besar, kendaraan mewah, jalan−jalan keluar negeri, dan kebutuhan−kebutuhan mewah lainnya yang senantiasa harus dipenuhi dan selalu dirasakan belum cukup. Apalagi bila harus dikurangi dengan berzakat. Karena bila harus mengeluarkan zakat, apalagi harus berinfaq dan bershadaqoh, pasti kebutuhan hidup akan semakin tidak tercukupi. Harta yang diperoleh akan senantiasa dirasakan tidak cukup..tidak cukup..dan tidak cukup. Lain halnya dengan orang−orang yang tinggi kadar keimanannya, mereka justru menikmati indahnya ibadah bernama zakat ini, bahkan mereka menambah ibadah maaliyah ijtimaiyyah ini dengan memperbanyak shadaqoh, karena mereka meyakini, shadaqoh yang mereka keluarkan tidak akan mengurangi harta mereka. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadits shahihnya dalam kitab Riyadhus shalihin: Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW mengatakan “Tidak akan berkurang harta karena shadaqoh (HR. Muslim). Sebuah kisah yang sarat akan keagungan dalam menjalankan ibadah maaliyah ijtimaiyyah ini adalah kisah seorang tabi’in benama Uwais Al−Qorni. Walaupun hidupnya tergolong miskin, dengan pakaian yang penuh tambalan dan bekerja hanya sebagai penggembala, tetapi Uwais mengatakan : Aku ini adalah penggembala dengan gaji 4 dirham, tapi semuanya tidak masuk ke perutku. Artinya adalah setiap kali Uwais menerima gaji, saat itu pula ia mengeluarkan sedekahnya untuk fakir miskin. Dalam sejarah kehidupan Uwais juga tercatat, dia biasa makan makanan yang diambil dari tempat sampah, setelah dibersihkan, lalu dibelahnya menjadi dua (2) bagian. Yang separuh dimakan dan sisanya disedekahkan. Itulah keagungan orang−orang beriman yang memahami akan pentingnya berzakat, berinfaq dan bershadaqoh. Berapapun harta yang mereka terima, sedikit ataupun banyak, itulah rizki yang mereka terima, yang sudah digariskan dan ditakdirkan oleh Allah SWT. Dari harta itulah, kemudian mereka keluarkan zakatnya, infaqnya dan shadaqohnya, sehingga bersih hartanya dan berkah hidupnya. Mari berzakat, jangan nodai hartamu. Penulis: Adhi Azfar : Pengelola Lembaga Pembedayaan Ummat YAYASAN MUNASHOROH

Read more at:
http://www.ruanghati.com/2009/09/16/mengapa-zakat-penting-bagi-seorang-muslim/
Hadits-hadits Mengenai Membayar Zakat

Hadits ke-1

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXITLFk8iRfEUXJK76odnoRz5uQwWVZXvsTei8Migs-9rNSkhSPHUWbhF3J4tsUlO1SI1C0sh9KATzgOV4oxxtAlbttHlOTAKQ5XMEjnlP8ZShm_FrZNuqvH3bCggRvm-jqxRev7TkBTF2/s400/F+Sedekah+Hal+257+Bab+4+Pentingnya+Zakat-Hadits2+Ttg+Zakat-Hadits+ke-1+Ibnu+Abbas.jpg

“ Dari Ibnu Abbas r.huma., ia berkata,” Ketika ayat:

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVY3LAF-_KpE2tF3Hvxmf1tpO5BmlO1Z1ku1LuNKzOznwRiuCa5X2XWkDiMWq7obv5ZddHQoZU0-HRJ3mkfLvGr9LVuuWqKB6Z02UbgEci5KhsbCJsuMNRtaqdu29eefKik2uD-YefLLtM/s400/F+SDKH+BAB+IV+PNTINGNYA+ZAKAT-HADITS2+TTG+ZAKAT-+Hadits+ke-1+Ibnu+Abbas+berkata...jpg
Turun, kaum muslimin merasa sangat berat. Maka Umar r.a. berkata,” Saya akan menyelesaikan kesulitan kalian.” Setelah berkata demikian, ia menjumpai Rasulullah kemudian berkata,” Wahai Rasulullah saw., sesungguhnya ayat ini terasa berat bagi shahaba-shahabatmu.” Maka Rasulullah saw bersabda,” Allah swt tidak mewajibkan zakat, kecuali untuk membersihkan harta kalian yang tersisa, dan mewajibkan warisan, supaya harta tetap tersisa untuk orang-orang setelah kalian.” Karena gembiranya, Umar r.a. bertakbir, kemudian Rasulullah saw. bersabda,” Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu yang baik untuk disimpan?” Yaitu wanita shalihah yang jika suaminya memandangnya, maka ia merasa senang, jika suaminya memerintahnya, maka ia mentaatinya, dan jika suaminya pergi, maka ia menjaganya.” ( HR Abu Daud- Misykat )

Keterangan


Ayat yang disebutkan dalam hadits ini telah dikutip dalam Bab II ayat ke-5. Dari ayat ini dapat diketahui dengan jelas bahwa menimbun harta dengan segala bentuknya, betapapun harta itu sangat diperlukan, dapat menyebabkan azab yang keras di akhirat. Karena mengamalkan perintah Allah swt dan Rasul-Nya merupakan ruh para shahabat r.hum., dan menyimpan uang untuk berbagai keperluan terkadang memaksanya untuk menyimpan uang, maka hal ini sangatlah mengejutkan para shahabat r.hum. Karena itulah hal ini dirasakan sangat berat. Untuk menghilangkan kegelisahan mereka, maka Umar r.a. segera menjumpai Rasulullah saw untuk meminta penjelasan mengenai ayat tersebut. Rasulullah saw menghiburnya dengan bersabda,” Zakat telah diwajibkan karena setelah menunaikannya, sisa hartanya akan menjadi bersih.” Dan ini menjadi dalil dibolehkannya mengumpulkan harta karena menunaikan zakat diwajibkan jika harta itu terus ada ( outstanding ) selama satu tahun. Mengapa menyimpan harta tidak boleh, dan mengapa zakat diwajibkan? Dari keterangan ini dapat diketahui betapa besar keutamaan membayar zakat karena bagi orang yang membayar zakat akan mendapatkan pahala tersendiri, dan sisa hartanya menjadi bersih dan baik. Di dalam Al Qur’an terdapat suatu keterangan yang menjelaskan tentang pengaruh penyucian harta melalui zakat, yaitu:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqQQ-MrtLFZNzisdHy13_Bt6SJMhgAdG7jn2eM6atgkEmp175Aj8voJnQrlVuGz-A-Mbulw8teGyhOJgvM0oDveHjv7eF_evLKYd6FwGdAWmQ1GoI3LEur23Fu0y1bVLpHU2F-FvEAO8kC/s400/F+Sedekah+Hal+258+Bab+4+Pentingnya+Zakat+dan+Keutamaannya-Hadits2+Ttg+Zakat-Hadits+ke-1%2BQS+At+Taubah+103.jpg



“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan harta itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka ( dari pengaruh dosa-dosa ). Dan bershalawatlah kepada mereka. Sesungguhnya shalawatmu itu ketenangan bagi mereka.” ( QS At Taubah: 103 )

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,” Tunaikanlah zakat dari harta kalian, karena zakat akan menyucikan kalian. ( Kanzul Ummal ). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda,” Bayarlah zakat, karena ia merupakan sesuatu yang mensucikan. Allah swt ( dengan perantaraan zakat ) akan mensucikan kalian.” Dalam sebuah hadits lainnya disebutkan,” Jagalah harta kalian dari kotoran dosa-dosa atau kesia-siaan. Obatilah orang sakit dengan sedekah, dan siapkanlah doa untuk menjaga dirimu dari bencana.” ( Kanzul Ummal ). Dalam hadits lain juga disebutkan,” Jagalah harta kalian dengan perantaraan zakat. Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah, dan mohonlah perlindungan kepada-Nya dengan kerendahan hati, dan mohonlah perlindungan dari bencana melalui doa.” ( Kanzul Ummal ).

Kemudian dalam hadits di atas, Rasulullah saw menerangkan dalil dibolehkannya mengumpulkan harta dengan bersabda,” Adanya perintah tentang warisan itu menunjukkan bolehnya seseorang mengumpulkan harta. Lalu apa yang akan dibagi-bagikan sebagai warisan jika seseorang tidak memiliki harta?” Setelah itu Rasulullah memperingatkan dengan bersabda,” Walaupun hal ini dibenarkan, harta bukanlah sesuatu yang baik untuk disimpan, tetapi hendaknya dibelanjakan.”
Diposkan oleh GUNTUR TALKS. di 10/13/2009 02:02:00 PM
unaikanlah Zakat Fitri dan Zakat Harta di Bulan Ramadhan
PENTING!! Manfaat dan Keutamaan zakat. Simak selengkapnya.Manfaat Zakat Hati dan Zakat Harta (Maal)
A. Definisi zakat
Secara bahasa, zakat artinya “berkembang dan bertambah dalam kebaikan dan kesempurnaan.” Dikatakan, sesuatu itu zakat, jika sesuatu itu berkembang baik menuju kesempurnaan.
Sesuatu bisa berkembang dengan baik apabila keadaan sesuatu itu bersih dari kotoran dan penyakit. Seperti halnya badan kita, hewan dan tumbuhan bisa berkembang dengan baik jika keadaannya baik dan bersih dari kotoran dan segala penyakit. Demikian pula hati manusia bisa berkembang dengan baik dan sempurna manakala hati itu baik serta bersih dari kotoran dan segala penyakit.
B. Zakat Hati
Dosa dan kemaksiatan yang dilakukan manusia laksana hama pada tumbuhan. Ibarat pasir pada emas dan perak. Demikian pula penyakit hati seperti hasud, sombong, congkak, merendahkan manusia, bodoh, besar kepala, keras hati menjadi penghambat berkembangnya hati. Bahkan terkadang sampai mematikan hati seperti halnya hama yang menghambat pertumbuhan tanaman dan bahkan mematikannya.
Maka, agar hati itu menjadi baik dan agar hati berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan maka hati itu harus dibersihkan terlebih dahulu dari segala penyakit dan kotorannya. Caranya ialah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah, menjauhi kemaksiatan dan yang dilarang Allah dan banyak bertaubat kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ(30)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (An-Nur: 30)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam ayat ini bahwa sucinya hati itu terjadi setelah menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, yaitu menundukkan pandangan dari yang diharamkan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala telah menguji kita dengan memberikan nafsu senang melihat sesuatu yang indah-indah, senang melihat wanita berwajah cantik, tetapi harus diketahui bahwa yang disenangi oleh nafsu itu ada yang diharamkan dan ada yang dihalalkan. Apabila seseorang sanggup menahan nafsunya dari yang diharamkan Allah, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik seperti sejuknya hati, tenangnya hati, senang dan gembiranya hati.
Dalam hadits disebutkan,
َمْن تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوْضُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهُ (رواه أحمد بسند صحيح)
“Barangsiapa meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.” (HR Ahmad dengan sanad shahih)
Mengingat hati itu selalu terikat dengan sesuatu yang dicintainya, maka ketika hatinya bersih, hanya Allah yang dicintainya maka dia hanya menghamba dan tunduk kepada Allah saja. Sedangkan jika di hati itu sudah bercabang kecintaannya pada selain Allah, maka dia akan tunduk kepada apa yang dia cintai. Perbuatan manusia ikut pada kemauan dan keadaan hatinya.
Dalam ayat lain Allah berfirman,
وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ
“Apabila dikatakan kepadamu kembalilah maka kembalilah karena ini lebih suci bagi kalian.” (Ath-Thur: 28)
Ayat ini menerangkan orang yang meminta izin atau bertamu tetapi pemilik rumah belum berkenan menerimanya sehingga dia memohon agar sang tamu kembali kemudian tamu ini mengikuti permohonannya maka itu lebih suci bagi yang bertamu.
Jadi supaya hati bisa berkembang dengan baik menuju kebaikan dan kesempurnaan adalah dengan membersihkan terlebih dahulu dari dosa dan maksiat dan membersihkannya dari penyakit-penyakitnya.
Adapun perkara yang dapat menjadikan hati berkembang dan yang dapat menjadikan hati baik, sempurna, dan suci adalah “tauhid,” yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah (لا إله إلاالله)
Tauhid bukan hanya sebagai pengembang hati tetapi juga berfungsi sebagai pembersih hati yaitu membersihkan keyakinan-keyakinan (aqidah) yang batil, membersihkan hati dari keinginan-keinginan yang tidak benar dan tauhid (لا إله إلاالله) merupakan bahan dasar yang menjadikan hati tumbuh dan berkembang dengan baik, yaitu ketika tidak ada lagi di hatinya tuhan-tuhan selain Allah, tidak ada lagi kemauan dan keinginan kecuali karena Allah. Di hatinya hanya ada Allah dan kebenaran yang bisa berbuah menjadi amalan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah.
Maka dari itu, tidak ada pelajaran yang melebihi ketinggian dan kemuliaan tauhid karena faidahnya yang fundamental karena yang dipelajari adalah Dzat Yang Maha Agung dan Maha Mulia dan aqidah merupakan dasar bangunan Islam setiap muslim yang menjadi penentu kekokohan dan rapuhnya ke-Islaman seseorang.
Allah Ta’ala berfirman:
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ(6)الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
“Celakalah orang-orang musyrik yang mereka itu tidak menunaikan zakat.” (Fush-shilat: 5-6)
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata “zakat” di ayat ini adalah “tauhid.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Di samping tauhid, amalan ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah juga berfungsi sebagai pembersih dan mensucikan hati. Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا(9)
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan hatinya.” (Asy-Syams:9)
Juga firman-Nya:
فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى(18)
“Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri?” (An –Naazi’at: 18)
Zakkaa pada ayat ini adalah amalan ketaatan kepada Allah. Namun demikian bagi orang yang telah dikaruniai taufiq dan hidayah oleh Allah mampu menjalankan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah tidak diperbolehkan untuk merasa dan menganggap dirinya sudah bersih dan suci. Allah Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mengganggap dirinya bersih.” (an-Nisa’: 49)
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ
“Maka, janganlah kalian mengatakan dirimu suci.” (an-Najm: 32)
Pada hakikatnya hanya Allah yang menjadikan seseorang itu bersih dan suci dan hanya Allah Ta’ala yang mengabarkan kebersihan dan kesucian seseroang.
Allah Ta’ala berfirman:
بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
“tetapi Allah yang membersihkan/mensucikan siapa yang Dia kehendaki.” (An-Nisa”49)
Maka manfaat hati yang sudah dizakati (dibersihkan) akan dapat memudahkan seseorang untuk menerima kebenaran, senang dalam menerima hidayah/petunjuk dari Allah. Lapang dada menerima Islam, senang dan gembira dalam menjalankan ketaqwaan kepada-Nya. Sedangkan jika hati kotor maka yang terjadi adalah sebaliknya, yakni sulit menerima kebenaran dan petunjuk, sempit dan sesak dadanya terhadap syariat Islam dan berat untuk menjalankan ketaqwaan kepada Allah.
C. Zakat Harta
Adapun manfaat zakat harta adalah seperti yang difirmankan Allah:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103)
Allah mengumpulkan dalam ayat ini tentang manfaat zakat harta yaitu membersihkan dan mensucikan karena harta tidak akan suci/berkembang tanpa dibersihkan terlebih dahulu.
Lebih jauh Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah menerangkan manfaat zakat harta itu, sebagai berikut:
1. Untuk menyempurnakan keislaman seorang hamba karena zakat termasuk rukun Islam. Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam itu dibangun di atas lima dasar mengucapkan syahadat bahwa tidak ada ilah yang hak selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitul Haram.
2. Sebagai bukti benarnya iman orang yang berzakat karena nafsu itu sangat senang pada harta maka seseorang tidak akan menyerahkan hartanya kecuali karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari harta itu yaitu ridho Allah yang nilainya jauh lebih baik dan lebih sempurna untuk hamba.
3. Untuk mensucikan akhlak orang yang berzakat karena dengan zakat dia akan keluar dari golongan orang-orang yang bakhil/pelit dan masuk pada golongan orang-orang derma.
4. Zakat dapat melapangkan dada dan menenangkan hati tetapi dengan dua syarat yaitu :
4a. Ketika mengeluarkan zakat harus lapang dada bukan dengan terpaksa, sehingga hati akan mengikutinya karena hatinya akan gelisah ketika seseorang meninggalkan kebiasaan baiknya.
4b. Dia harus sanggup mengeluarkan hartanya dari hatinya sebelum dikeluarkan dari tangannya, karena tidak bermanfaat mengeluarkan dengan tangannya tetapi masih diikat oleh hatinya.
5. Sebagai bentuk kesempurnaan iman karena kita senang manakala saudara kita memberikan hartanya pada kita dan begitu pula saudara kita akan senang kalau kita beri dia harta.
Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”(HR. Muslim)
6. Zakat menjadi sebab masuk surga karena surga itu diperuntukkan bagi orang baik pembicaraannya, suka menebar salam, memberi makan dan orang yang shalat malam ketika manusia sedang tidur.
“Surga itu bagi orang yang memperbagus pembicaraannya, suka menebar salam, suka memberi makan, dan mendirikan shalat malam sedangkan manusia sedang tidur.” (HR. Tirmidzi hadits hasan shahih)
7. Menjadikan masyarakat muslimin seperti satu keluarga, munculnya sifat kepedulian orang yang mampu kepada orang yang lemah, yang kaya kepada yang miskin, menyadari bahwa saudaranya yang lemah dan miskin butuh derma dan kepeduliannya, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Berbuatlah ihsan/kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash: 77)
8. Zakat dapat meredam sifat memberontaknya orang-orang fakir. Perbedaan sosial yang mencolok sering memunculkan ketidakharmonisan sosial. Si kaya naik mobil, si fakir berjalan kaki. Si kaya tinggal di istananya, si fakir tidur beralas tikar dan berselimut angin dingin. Si kaya makan segala yang dia mau, si fakir harus menguras tenaga dan keringat hanya untuk sesuap nasi. Tetapi jika si kaya bersifat derma dan peduli pada saudaranya maka ini dapat menenangkan keadaan dan meredam kecemburuan sosial dan meredam munculnya benih-benih pemberontakan si miskin terhadap si kaya.
9. Zakat dapat mencegah dosa-dosa harta seperti pencurian, perampasan, perampokan dan penipuan. Karena orang miskin merasa bahwa pada orang kaya ada haknya yang ditahan, sehingga menghambat terlaksananya kebutuhan si miskin.
10. Zakat dapat menyelamatkan dari panasnya hari kiamat.
Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda:
كُلُّ امْرِئٍ فَى ظِلِّ صَدَقَتِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Setiap orang dalam naungan shodaqohnya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
11. Zakat dapat mendorong manusia untuk mengetahui dan mempelajari syariat dan hukum Allah karena zakat tidak bisa dilaksanakan tanpa didahului ilmu.
12. Zakat dapat menumbuhkan dan mengembangkan harta, karena zakat melindungi harta dari penyakit-penyakitnya dan Allah akan memberkati harta yang bersih. Dalam hadits disebutkan:
مَا نَقَصَتْ صَدَقٌة مِنْ مَالٍ
“Tidaklah zakat itu mengurangi harta.” (HR. Bukhori)
Seringnya penyakit harta itu dapat memberangus harta secara keseluruhan seperti kebakaran, kebangkrutan, atau sakit yang menguras hartanya.
13. Zakat itu dapat menjadi sebab turunnya kebaikan, dalam hadits disebutkan:
“Tidaklah suatu kaum menolak zakat harta mereka kecuali mereka telah menolak turunnya hujan dari langit.” (HR. Ibnu Majah)
14. Zakat dapat meredam murka Allah.
15. Zakat dapat mencegah dari mati jelek (su’ul khotimah). Dalam hadits disebutkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مِيتَةِ السُّوءِ
Dari Anas Radliyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda,” Zakat itu dapat meredam murka Allah dan mencegah mati jelek.” (HR. Tirmidzi)
16. Zakat itu mencegah turunnya bala’ dari langit.
17. Zakat dapat menghapus kesalahan dan dosa, Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda, “
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Shodaqoh/zakat itu dapat memghapus kesalahan sebagaimana air dapat meredam api.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).
Inilah manfaat zakat hati dan zakat harta semoga kita mampu melaksanakannya dengan baik dan benar.
Artikel tersebut ditulis oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin. Beliau adalah Ketua umum badan amil zakat Nasional (BAZNAS) republik Indonesia.


Didalam artikel beliau menjelaskan tentang banyaknya pertanyaan orang-orang tentang penyaluran zakat. mana yang lebih utama:
1. Zakat disalurkan oleh muzakki kepada mustahik
2. Zakat disalurkan oleh lembaga amil zakat
Jika zakat langsung disalurkan dari muzakki ke mustahik, sering terjadi kesamaran, yaitu apakah seorang yang menerima itu merupakan orang yang berhak? kebanyakan orang menyalurkan kepada kerabatnya sendiri yang di nilainya sebagai mustahik, padahal di sekeliling tempat tinggalnya msih banyak orang yang berhak menerimanya sebvab lebih fakir, lebih miskin, dan lebih menderita dibandingkan kerabatnya tersebut.
Tentu saja hal ini harus diluruskan agar sesuatu yang sudah dijalankan sesuai dengan aturan yang di telah ditentukan Rasulullah SAW. Kita sadari zakat merupakan ibdah yang tersurat diungkapkan dalam QS.At-Taubah ayat 60 dan103. Oleh karena itu, Rasulullah SAW selalu mengutus petugas zakat untuk memungut zakat-zakat dari orang kaya di daerah itu untuk diserahkan kepada fakirmiskin. Misalnya, beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal untuk pergi ke Yaman.
Dengan demikian, jika ditanya mana yang lebih utama? maka jawabannya adalah zakat itu diserahkan kepada lembaga amil zakat yang amanah dan profesional. Karena paling tidak dengan menyalurkan kepada lembaga amil zakat ada lima keunggulan, yaitu:
1. Sesuai dengan petunjuk Alquran dan Assunnah
2. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
3. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari Muzakki.
4. Untuk mencapai efisiansi dan efektivitas serta sasaran dalam pendayagunaan zakat pada suatu tempat.
5. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat pemerintahan yang islami.
Mungkin cukup sekian artikel menarik yang bisa saya tuliskan pada hari ini. semoga bermanfaat dan berkah buat para pembaca kekalian.
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. (Abdurahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 82) Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut.
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39.  Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.
Firman Allah dalam surah Ibrahim: 7,  Artinya: “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.  Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. (Lihat berbagai pendapat ulama dalam Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Zakat, op. cit, hlm. 564) Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT.
Firman Allah dalam surah An-Nisaa’:37,  Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [1] siksa yang menghinakan. “ [1]Maksudnya kafir terhadap nikmat Allah, ialah karena kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir. Menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat Allah.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
Allah berfirman dalam al_Baqarah: 273,  Artinya: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maa’idah: 2,
Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa…”
Juga hadits Rasulullah saw riwayat Imam Bukhari(Shaih Bukhari,
Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, hlm. 3) dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar