Rabu, 22 Februari 2012

Kematian akhir kehidupan


Kematian : Akhir atau Awal Kehidupan
Ust. Faruq
Kematian merupakan sesuatu yang menakutkan bagi kebanyakan manusia. Bahkan mengingat-ingat kematian dapat memorakporandakan manisnya kehidupan dunia. Ia bagaikan duri yang berada dalam kerongkongan manusia.
Manusia bukan hanya takut pada mati, tetapi mereka takut pula mendengar kata kubur. Kalau kita melihat berbagai budaya bangsa di dunia, kita akan menjumpai kesan ketakutan akan kematian dengan jelas.
Marilah kita kaji faktor apakah yang menyebabkan manusia takut akan kematian. Meskipun ada segelintir manusia, alih-alih takut, sebaliknya menyambut kedatangannya dengan senyum.

Mengapa Takut ?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia menjadi takut mati. Di antaranya adalah menafsirkan mati dengan fana’.
Secara alamiah setiap manusia takut ketiadaan (‘adam). Ia lari dari sakit karena sakit adalah ‘adamus-sihhah [ketiadaan sehat]. Manusia lari dari kegelapan karena gelap adalah tiadanya cahaya dan lain sebagainya. Bahkan manusia takut tidur sekamar dengan orang mati. Meskipun mayat itu adalah temannya sendiri. Padahal ia senang tidur bersamanya ketika masih hidup. Mengapa demikian ? Karena mati adalah tiadanya kehidupan.
Sudah barang tentu, kalau kita mengartikan maut adalah finish atau akhir dari segala sesuatu, maka akibatnya kita takut kepadanya. Sebaliknya, kalau maut kita artikan pemula dari segala sesuatu, maka kita akan mengharapkannya (Ustadz Makarim Syirazi).

Dua Pandangan yang Berbeda
Kita melihat ada dua jenis manusia. Pertama, manusia yang takut mati. Kedua, manusia yang menyambut kematian dengan senang hati. Hal ini timbul karena pandangan mereka tentang kematian berbeda.
Golongan pertama adalah orang-orang yang tidak percaya adanya dunia setelah kematian atau mereka percaya, tapi tidak sepenuh hati. Oleh karena itu, mereka menganggap detik kematian adalah detik perpisahan dengan segala sesuatu.
Sedangkan golongan kedua adalah orang-orang yang memandang kematian sebagai kelahiran baru, dari dunia yang sempit ke dunia yang maha luas. Golongan kedua ini sangat merindukan kematian. Imam ‘Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah, ‘Ali merindukan kematian melebihi bayi yang merindukan air susu ibunya."
Dalam sebuah syair Persia dikatakan :
Jika kematian berupa seorang laki-laki
Maka niscaya aku akan memanggilnya
Silakan datang !
Sehingga aku dapat memeluknya erat-erat
Karena sesungguhnya aku akan menerima darinya
Ruh yang abadi
Sedangkan kematian akan mengambil dariku
Selendang yang telah usang warnanya
Bukanlah suatu hal yang mengherankan jika kita menjumpai dalam sejarah, manusia seperti Imam Husain dan para sahabatnya sangat merindukan kematian. Makin dekat kesyahidan mereka, kegembiraan mereka semakin bertambah. Kerinduan mereka untuk bertemu dengan Kekasih Sejati makin tidak tertahankan lagi. Wajah-wajah mereka semakin bercahaya karena semakin dekatnya perjumpaan dengan Allah.
Ketika racun pedang Abdurrahman Ibnu Muljam telah mengenai leher Imam ‘Ali, maka saat demi saat keadaan ‘Ali semakin parah dan racun kian menampakkan reaksinya. Sahabat-sahabat Imam menjadi sangat terharu dan berduka sekali. Mereka tidak dapat lagi menahan tetesan air mata, bahkan sebagian dari mereka ada yang berteriak histeris. Akan tetapi mereka melihat wajah ‘Ali as berseri-seri dan selalu tersenyum. Beliau berkata :
"Demi Tuhan Ka’bah, aku telah sukses ! Apa yang telah menimpaku bukan merupakan hal yang kubenci. Sama sekali tidak ! Syahid di jalan Allah sejak dulu sudah merupakan hal yang senantiasa aku angan-angankan. Dan bagiku, apa yang lebih baik dan berharga daripada syahadah dalam keadaan ibadah ?"

Berbagai Macam Sakaratul Maut
Alquran dan hadis menjelaskan bahwa ada empat macam pencabutan nyawa :
1. Orang-orang saleh mati dengan mudah. Imam ‘Ali as berkata, "Ketika orang-orang saleh meninggal dunia, mereka diberi berita gembira, sehingga mereka merasa senang dan menyukai kematian itu." 1
2. Orang-orang baik yang meninggal dengan sulit. Nabi Saww bersabda, "Kematian adalah kaffarah dosa-dosa mukminin. Setelah itu mereka tidak akan merasakan siksaan lagi." 2
3. Orang-orang yang tidak saleh, namun matinya mudah. Imam Al-Kazhim as berkata, "Sebagian orang kafir meninggal dunia dengan mudah disebabkan sejumlah perbuatan baiknya. Sebagian orang kafir memiliki amal saleh. Amal saleh itulah yang menjadikan mudah kematiannya." 3
4. Orang-orang zalim yang meninggalnya sulit. Kesulitannya itu merupakan siksaan pertama bagi mereka. 4
Keabadian Ruh
Argumentasi rasional dan ayat-ayat Alquran serta hadis, semuanya membuktikan bahwa ruh manusia abadi. Rusaknya badan tidaklah membuat ruh menjadi rusak. Ruh berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan badan. Kepribadian manusia berhubungan dengan ruh. Bukan dengan badan. Umpamanya sewaktu kecil Anda pernah dipukul oleh tetangga Anda. Dua puluh tahun kemudian Anda melihatnya lantas memukul orang itu. Padahal jasmani orang itu telah berubah beberapa kali. Mengapa Anda memukulnya ? Jawabnya, jasmani orang itu berubah, tetapi ia tetaplah ia.
Tanpa disadari manusia sering menyebutkan kata-kata yang menunjukkan bahwa ruh itu abadi. Umapanya, sewaktu usia manusia sudah lanjut, ia sering mengatakan, "Sewaktu masih kecil, saya anak yang nakal." Padahal jasmani manusia berubah setiap tahunnya. Namun demikian perasaan manusia mengatakan bahwa dirinya yang sekarang adalah dirinya sewaktu kecil.

Ma’ad  Memberi Arti pada Kehidupan
Sekiranya kehidupan di dunia ini tidak dilanjutkan dengan kehidupan di dunia lain, maka kehidupan dunia akan sia-sia. Layaknya sia-sianya kehidupan janin, sekiranya tidak akan dilahirkan ke dunia ini. Seandainya bayi itu dikaruniai akal, maka ia akan bertanya mengapa aku ditahan dalam dunia yang kecil ini ? Kita juga bertanya mengapa harus menjalani hidup di dunia ini selama tujuh puluh tahun atau lebih dengan segala kesulitan dan cobaannya. Apakah tujuan dari semua ini sekadar makan dan minum ? Apakah keberadaan bumi yang luas dan langit yang indah dan semua sarana hidup hanyalah untuk makan, minum, berpakaian ?
Maka, jelaslah di sini, sia-sianya kehidupan, kalau kita tidak mempercayai ma’ad (hari akhir).

Berbagai Argumentasi Ma’ad
1. Keadilan Ilahi
Kita dapat membuktikan keberadaan ma’ad dengan beberapa argumentasi, baik argumentasi rasional maupun Qurani. Di antara argumentasi rasional yang juga didukung Alquran, sebagai berikut : Karena Allah bersifat adil, maka ma’ad harus ada.
Penjelasannya bahwa ada dua jenis manusia dalam menghadapi perintah Allah dan Rasul-Nya yakni manusia yang taat dan manusia yang ingkar. Allah berfirman dalam surat At-Taghabun : "faminkum kafir waminkum mukmin – sebagian dari kalian kafir dan sebagian lain kafir."
Sedangkan kita sedikit sekali melihat pembalasan amalan di dunia ini. Cepat atau lambat, orang-orang saleh dan zalim semuanya akan meninggal dunia. Sekiranya hisab dan pembalasan tidak diadakan di dunia lain dan kematian adalah akhir [kehidupan], maka bagaimanakah dengan keadilan Allah ?

2. Hikmat Ilahi
Kita bayangkan ada tuan rumah yang mengundang banyak tamu. Dia menyiapkan berbagai jenis makanan enak yang telah diperhitungkan dengan jumlah orang yang diundang. Hal ini dilakukannya karena tuan rumah itu sangat mencintai para tetamunya itu.
Di samping makanan-makanan enak, ia juga membuatkan atap yang nyaman bagi para tamunya itu. Namun tiba-tiba ada tamu yang keji memasuki ruangan itu. Tamu itu memorakporandakan meja makan. Tuan rumah itu tidak marah. Ia acuh tak acuh dan membereskan meja makan lantas membubarkan pertemuan itu. Maka begitu juga seandainya ma’ad itu tidak ada, tindakan Allah seribu kali lebih sia-sia dari tindakan tuan rumah itu.
"Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu." (QS Al-An’am : 101).
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah" (QS Sajadah : 7).
"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (QS Ar-Ra’du : 8).
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS....).

Keyakinan pada Ma’ad Banyak Pengaruhnya
Keyakinan pada ma’ad sangat besar pengaruhnya pada kehidupan. Sebagai contoh, sekiranya undang-undang dan aturan hukum tidak lagi berlaku dalam suatu sistem pemerintahan dari suatu negara, pasti negara itu akan kacau balau. Setiap orang akan menjadi berani melakukan tindakan kriminalitas, sebab ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan hukuman atau sanksi.
Orang yang percaya pada ma’ad dan hari perhitungan, ia tidak akan berbuat semena-mena. Imam ‘Ali tidak bersedia mengambil sebutir makanan dari mulut semut, meskipun imbalannya adalah dunia beserta isinya. Mengapa ada manusia seperti itu ? Apakah yang menjadikannya bersikap demikian ? Tidak ada yang lain, karena Imam mempercayai hari perhitungan. Kepercayaannya, lebih tinggi dari kepercayaan manusia biasa. Imam ‘Ali berkata, "Seandainya surga dan neraka ditunjukkannya kepadaku, maka imanku tidak akan bertambah." Mengapa demikian ? Karena tanpa diperlihatkan pun imannya sudah sempurna.

Ma’ad Jasmani
Ada sebuah pendapat yang hanya meyakini ma’ad ruhani. Artinya, manusia tidak akan lagi dibangkitkan dengan jasmaninya. Hanya ruh yang akan memperoleh pahala atau siksaan. Ayat-ayat Alquran menunjukkan adanya ma’ad jasmani. Manusia akan dibangkitkan dari kuburnya beserta badannya.
Firman Allah dalam surat Al-Ma’arij ayat 43 : "Pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhalala-berhala (sewaktu di dunia)."
Firman Allah dalam surat Al-Qamar ayat 7 : "Sambil menundukkan pandangan-pandangan, mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan."
Dalam surat Al-Hajj : 7, Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah membangkitkan orang-orang yang berada di kubur." Kalau sekiranya ma’ad hanyalah sebatas ruh saja, maka mengapa ayat-ayat Alquran berbicara tentang kubur ? Sedangkan ruh tidak berada di kubur, melainkan badan yang berada di kubur. Di samping itu semua contoh dalam Alquran adalah untuk membuktikan kesederhanaan ma’ad adalah berhubungan dengan ma’ad jasmani. Dan yang dipungkiri oleh orang kafir adalah ma’ad jasmani.
Pada suatu hari seorang lelaki Badui datang menemui Rasul. Ia membawa tulang belulang. Lantas ia bertanya, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh ?" Saat itu juga Allah memberikan jawabannya, "Katakanlah : "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."
Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya menuju Tuhan mereka."
Seorang lelaki jahiliah berkata, "Apakah Dia menjanjikan kepada kalian bahwa kalau kalian mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kalian akan dibangkitkan lagi ?"
Semua ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Rasul seringkali berbicara tentang ma’ad jasmani. Oleh karena itulah Alquran memberikan contoh ma’ad jasmani dalam dunia tumbuhan yang manusia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Jika seorang Muslim mau meluangkan waktunya untuk membaca Alquran niscaya ia tidak akan mengingkari ma’ad (kebangkitan) jasmani.

Alasan Penolakan Ma’ad
Iman pada ma’ad tidaklah cukup dengan lidah. Tapi, orang Mukmin mengemban tanggung jawab dalam kehidupan duniawinya. Maka kelaziman dari tanggung jawab itu adalah tidak melanggar batasan-batasan agama yang menjaganya dari bertingkah ifrath (ekstrem) dalam melampiaskan naluri hewaniahnya. Tujuan inti dari orang yang mengingkari ma’ad adalah bersenang-senang dan mengikuti hawa nafsu. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 43 : "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ?"
Ketika mereka melihat bahwa ma’ad bertentangan dengan tujuan hewani, maka mereka mengingkarinya dengan berbagai argumentasi yang amat lemah.
Allah berfirman dalam surat Qiyamah, "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya ? Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna. Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus menerus. Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu ?"
Ayat pertama menyebutkan akidah mereka. Ayat kedua menyebutkan sebab keingkaran mereka. Pada dasarnya, mereka mengingkari ma’ad bukan karena alasan kemustahilan pengumpulan tulang belulang, sebagaimana yang mereka tampakkan, sebabnya adalah keimanan terhadap ma’ad menjadi penghalang buat mereka untuk melampiaskan naluri hewaniahnya.

Syarat-syarat atau Tanda-tanda Turunnya Hari Kiamat
Di antara syarat turunnya hari kiamat adalah sudah diutusnya Nabi Muhammad Saww. Firman Allah dalam surat Muhammad ayat 18 : "Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat yaitu kedatangannya dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faidahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang ?"
Syarat lain adalah turunnya Nabi Isa as. Firman Allah dalam ayat 61, "Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah aku, inilah jalan yang lurus." Lain riwayat menyatakan bahwa Nabi Isa turun setelah Imam Mahdi – semoga Allah menyegerakan kehadirannya.
Tanda lainnya adalah bila binatang yang melata dikeluarkan dari bumi Allah berfirman, "Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat kami."


Hari Penyesalan
Salah satu nama hari kiamat adalah hari penyesalan. Pada hari itu sekelompok manusia amat meyesal. Sebab penyesalannya adalah semua perkara sudah selesai saat itu. Semua buku amalan sudah tertutup rapi. Setiap orang sudah ditentukan, ahli surga atau ahli neraka.
Pada saat itu kematian dirupakan seperti kambing. Kambing itu dibunuh di hadapan ahli surga dan neraka. Dengan tujuan, memberitahukan pada penghuni mahsyar bahwa segala perkara telah selesai. Penghuni surga selamanya di surga dan penghuni neraka selamanya di neraka. Saat itulah penyesalan meliputi hati ahli neraka. Bahkan ahli surga juga menyesal, mengapa mereka tidak beramal lebih banyak. Allah berfirman dalam surat Maryam ayat 39 : "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak pula beriman." Firman Allah dalam surat Al-Mulk, "Dan mereka berkata, "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya kami tidaklah termasuk penghuni-penghuni neraka."
Siapakah orang-orang yang menyesal saat itu ?
1. Orang-orang yang berpaling dari Imam samawiah kepada orang-orang yang fasik dan meninggalkan para washi Nabi serta mencintai yang lain.
2. Rasul berkata pada Abu Dzarr Al-Ghiffari, "Orang yang mengingkari risalahku, akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan buta dan tuli. Mereka datang di kegelapan kiamat. Mereka berkata, "Celaka kami ! Mengapa kita tidak mengindahkan hukum-hukum Allah." 5
3. Orang-orang yang memperoleh hartanya dari jalan haram, belum sempat mereka menikmatinya, ajal telah mendahului mereka. Lantas harta itu beralih pada ahli warisnya. Ahli warisnya menginfakkannya di jalan Allah. Jadi tuan harta itu masuk neraka, sedangkan ahli warisnya yang saleh masuk surga karena harta itu.
4. Orang-orang yang berlaku ifrath.
5. Orang-orang yang berpotensial mencari ilmu, tapi tidak mau menggunakannya.
6. Para ulama yang menasihati masyarakat, sekiranya mereka tidak mengamalkan ilmunya. Karena masyarakat masuk surga karena karena ucapannya, sedangkan dia sendiri masuk surga.
7. Orang-orang yang suka ngobrol hal yang sia-sia, seharusnya mereka mengingat Allah di majlis itu.
Pintu-pintu Neraka
Neraka memiliki tujuh pintu, dalam surat Al-Hijr, Allah berfirman, "Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka."
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa neraka bersusun tujuh. Setiap susunnya dikhususkan bagi golongan tertentu. Mungkin kata tujuh itu mengisyarakatkan akan banyaknya jumlah pintu neraka. Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 26 : "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Di sini maksud dari tujuh laut, bukanlah bilangan tujuh itu saja tetapi lautan yang banyak.
Neraka yang paling bawah adalah tempat para munafik. Alquran menyebutkan nama surga sebanyak 145 kali. Begitu juga Alquran menyebutkan kata neraka sebanyak itu. Sedangkan kata dunia disebutnya sebanyak 115 kali. Begitu juga akhirat. Ini adalah pelajaran bahwa setiap orang Muslim haruslah melihat antara surga dan neraka, dunia dan akhirat secara seimbang dan adil. Keseimbangan antara perasaan takut dan harapan.
Apabila antara keduanya tidak seimbang dan salah satunya melebihi lainnya, maka bahaya sudah mengancam mereka. [ ]


Catatan Kaki :
1. Al-Bihar, jilid 6, hal. 153.
2. Al-Bihar, jilid 6, hal. 151.
3. Al-Bihar, jilid 6, hal. 155.
4. Dinukil dari Muhsin Qira’ati, Ma’ad.
5. Tafsir Ash-Shafi, jilid 2.

MERINDUKAN SYAHADAH

Oleh : Syaikh Jawadi Amuli
Seorang arif yang sebenarnya pastilah seorang yang memiliki semangat juang dan seorang mudafi’ (pembela agama), dan pejuang Ilahi pastilah seorang arif. Sebab, tiada perang membela agama tanpa makrifah. Irfan dan Asma al-Husna Allah tidak akan mewujud tanpa daya tarik dan daya tolak, tanpa tawalli (cinta) dan tabarri (benci).
Jelas, hubungan keduanya ada di dalam keagungan kalimat-kalaimat urafa Ilahi (para ahli irfan). Dalam pengertian, bahwa doa mereka mendambakan syahadah dan berjuang di medan pertempuran. Kebanyakan, doa Imam Ali, Imam Husain dan Imam Sajjad menukil tentang masalah ini. Sementara, sebagian orang malah berharap agar mereka selamat dan tetap hidup, doa Imam Ali dan para Imam adalah, “Ya Allah, berilah taufik syahadah kepada kami.” Di sini terbentuklah persatuan irfan dengan hamasah. Yakni, memohon kepada Allah untuk dapat melakukan difa’ dan membela agama-Nya.
Akhir kalimat dalam surat Imam Ali kepada Malik al-Asytar (panglima perangnya) adalah, “Aku memohon kepada Allah, agar Dia menutup usia saya dan usia Anda dengan kebahagiaan dan syahadah, dan kita akan kembali kepada-Nya.”
(Nahjul Balaghah). Saat itu, Imam Ali sebagai pemimpin tertinggi sementara Malik al-Asytar adalah panglima pasukan yang diutus ke Mesir. Dalam surat itu, Sayyidina Ali memberikan nasihat untuk Malik yang bertugas di Mesir, yang diakhiri dengan ajakan untuk meraih syahadah.
Seorang pengabdi dalam nizham’alawi (pemerintahan Ali) adalah orang yang berbahagia dan syahid. dan kebahagiaan yang diharapkan bukanlah keselamatan duniawi, sebab ini bukanlah jalan Malik, juga bukan karakter Ali. Kebahagiaan dimaksud adalah syahadah. Tiadanya kesedihan sedikit pun dalam menghidupkan agama hingga mencapai syahadah adalah kepribadian Malik Asytar dan paham Ali bin Abi Thalib. Bisa saja bibir menyebut nama Ali, tetapi hati menyebut yang lain. Ketika nama dan zikir tentang Ali ada dalam hati, maka hati akan merindukan syahadah, seraya berkata, “Ya Allah, di saat Islam dalam bahaya dan adanya keharusan membela agama, maka mati lantaran sakit adalah kehinaan, bangkai. Aku siap menjadi syahid. Pabila maslahatnya demikian, maka syahidkanlah aku. Jika tidak, maka akan aku umumkan kesiapanku.”
Imam Ali berkata kepada Malik Asytar, “Saya tidak takut akan syahadah, Anda juga tidak takut akan syahadah. Orang yang takut akan syahadah, tidaklah pantas memerintah dalam Islam. Orang yang takut akan syahadah, tidaklah tepat memimpin pasukan di Mesir. Saya memohon kepada Allah, agar akhirt hayat Anda (berada) dalam husn al-khatimah.” Inilah kalimat terakhir dalam surat Imam Ali tersebut.
Kini, kita sampai pada pembahasan mengenai putera suci Imam Ali, Husain bin Ali. Beliau telah menapaki makrifah yang terkandung dalam Doa Arafah tentang tugas di medan laga Karbala. Orang-orang yang diseru ke Karbala adalah mereka yang memiliki pemikiran tentang hamasah keirfanan dan irfan kejuangan. Imam Husain tidak mengajak zahid (yang ibadahnya karena surga) dan abid (yang ibadahnya karena takut neraka) ke Karbala. Mereka yang beraroma zuhud dan dan ibadah-tandus, bukanlah insan yang memiliki “spirit” Karbala dan bukanlah revolusioner Islami.
Ketika mengumpulkan pasukan Karbala, apa yang Imam Husain sampaikan? Pertama, mengumumkan bahaya yang datang menjelang. “Agama dalam marabahaya,” ucap beliau.
Kedua, menjelaskan syarat keikutsertaan bangkit bersama beliau. Imam Husain tidak mengatakan, “Setiap muslim harus datang, setiap zahid, setiap abid harus ikut serta.” Sebab, darah orang-orang seperti mereka tidak akan mampu menghancurkan tatanan kekuasaan Bani Umayyah.
Sebagian sahabat Nabi SAW yang masih hidup di zaman putera beliau (Imam Husain) berkata, “Dengan usia kami yang sudah uzur ini, kami tidak akan mampu membunuh, bahkan akan gampang terbunuh.” Kalau kita perhatikan peristiwa Karbala yang terjadi 50 tahun setelah Nabi SAW wafat, tentunya sahabat yang berusia 50 tahun di masa hidup Nabi SAW, maka di zaman bangkitnya Imam Husain, usianya pasti telah 100 tahun. Seorang sahabat yang masih hidup dalam kondisi seperti itu, sangatlah beruntung. Orang-orang yang hidup di masa itu tahu bahwa di sebuah daerah terdapat seorang tua yang hidup sezaman dengan Nabi SAW dan memperoleh kehormatan dengan julukan sahabat Nabi SAW. Dia adalah Anas al-Kahili. Di Karbala, ia menghadap Imam Husain dan berkata, “Izinkanlah saya mereguk syahadah.” Imam memberinya izin dan ia meminta dua potong kain (kepada beliau). Ia kemudian mengikat pinggangnya dengan kain yang satu dan kepalanya dengan kain yang lain, agar ia dapat melihat apa yang ada di hadapannya.
Pribadi yang demikian itu adalah orang yang mewarisi nilai-nilai Karbala.
Selama kurang lebih 14 abad, setiap kekuatan zalim yang muncul dan berperang melawan (orang-orang yang memiliki) hadaf (tujuan) Karbala, pasti akan hancur. Terkadang, mereka berperang atas nama Al-Husain, terkadang dengan semangat berapi-api, atas nama kebangkitan dan tujuan Al-Husain. Banyak sekali orang yang telah melakukan peperangan, mereka membunuh dan terbunuh. Tetapi nama mereka terkubur dalam buku sejarah. Peneliti sejarah harus membuka halaman demi halaman buku sejarah. Setelah banyak halaman terbaca, ia baru dapat menutupnya dan menarik kesimpulan darinya. Namun, semangat perjuangan Karbala senantiasa menjadi nominasi dalam sejarah, sebab orang-orang biasa tidak dapat menciptakannya.
Sirah Imam Husain seluruhnya adalah irfan. Dalam Doa Arafah, berkenaan dengan sifat dan kriteria para pejuang (Islam), Imam berkata, “Saya akan berangkat dan (saya) membutuhkan pertolongan. Namun, tidak (dari) setiap orang, melainkan hanya golongan khusus.” Dan, “Hendaklah orang-orang mukmin benar-benar menyenangi perjumpaan (dengan) Allah.”
Orang yang rindu akan liqa (perjumpaan dengan) Allah, bila mengangkat senjata (berperang), itu bukan lantaran takut akan neraka. Sebab, seorang penakut neraka, tangannya bisa saja gemetaran manakala melihat api menyala yang akan membakar tubuhnya (di dunia ini). Dan, seseorang yang ke medan laga Karbala, karena ambisi surga, kakinya akan gemetaran saat melihat bahwa setelah kematiannya, keluarganya akan ditawan dan rumahnya akan dirampas. Adapun, seorang yang mendambakan liqa Allah, tidak hanya hatinya tidak akan goyah, tangan dan kakinya tidak akan gemetar, bahkan ia juga akan mengajak orang lain berbalut keteguhan.
Di Mekkah, Imam Husain mengumumkan kebangkitannya kepada umat, “Sekarang, bukanlah saat (yang tepat) untuk berhaji, meskipun ini bulan haji. Saya menetap di sini mulai bulan Syawal, Dzulqaidah hingga sekarang, 8 Dzulhijjah. Pada tanggal delapan Dzulhijjah ini, di Mekkah, para jamaah haji memakai pakaian ihram dan mereka berjalan menuju Arafah. Adapun saya, sebagai Imam Nathiq (yang berbicara), mengatakan bahwa sekarang bukanlah waktunya (untuk wukuf) di Arafah dan Mina.sekarang ini, tidak seharusnya (kita) pergi ke Mina, menyembelih kurban unta dan kambing. Sekarang ini, seharusnya kita pergi ke Karbala dan memberikan darah kita.”
Singkatnya, semua orang menyaksikan bahwa Husain bin Ali (waktu itu) tidak melaksanakan haji. Dalam ceramah beliau di hadapan khalayak, beliau berseru, “Wahai umat , besok pagi saya akan berangkat ke Irak, saya merindukan kematian. Saya tegaskan kepada kalian bahwa kematian adalah hiasan pada leher dan para lelaki Ilahi.”
“Maut telah digariskan bagi anak Adam bak kalung melingkar di leher seorang dara. Saratnya kerinduan untuk bertemu dengan para pendahuluku, bagaikan kerinduan Ya’qut kepada Yusuf dan, apa yang akan kualami adalah bagian yang terbaik. Aku dapat melihat tubuhku yang tercabik-baik oleh serigala-serigala padang pasir, antara Nawawis dan Karbala.”
Imam Husain pertama sekali menggambarkan maut seraya berkata, “Jangan mengira bahwa saya tidak mengetahui apa yang akan menimpa kepala saya. Di Karbala telah tersedia makam untuk saya, dengan penuh kesadaran saya akan melangkah ke sana. Dan, di sana saya dapat melihat potongan-potongan badan saya yang dikoyak-koyak serigala-serigala gurun Karbala. Dan orang-orang yang pergi bersama saya, hadaf mereka adalah liqa Allah, (Yang ada) dalam benak mereka hanyalah liqa Allah.
Imam Husain mengutarakan itu secara resmi di Mekkah, di hadapan khalayak, yang juga dihadiri mata-mata bani Umayah, “Barangsiapa yang siap mengorbankan jiwa raganya demi kami dan ingin segera berjumpa dengan Allah, bersegeralah bergabung bersama kami. Sebab saya akan segera berangkat, insya Allah.”
Imam Ali sebagai seorang arif Islam pertama, dalam suratnya kepada Malik Asytar, pernah mengatakan, “Saya memohon kepada Allah, agar Dia menutup usia saya dan panglima pasukan saya dengan kebahagiaan dan syahadah.” Dan, Apabila puteranya, Husain bin Ali adalah pribadi hamasah universal, maka tidak hanya doa irfannya saat di Arafah yang nampak, tetapi juga khutbahnya di Mekkah dan ajakannya pada perjuangan (jihad).
Sayyidina Ali berkata, “Sesungguhnya, semulia-mulia kematian adalah terbunuh di jalan Allah.” Dan ini bertolak pada sabdanya, “Allah mewajibkan jihad untuk keagungan Islam (dan muslimin).” Kita melihat bahwa kini, Islam telah mencapai arus besar izzah. Semua ini berkat darah para syuhada, berkat pengorbanan para pejuang Islam. Bila ada orang yang menolak kenyataan ini, maka untuk menjelaskan kepadanya, Sayyidina Ali berkata, “Jihad paling awal yang (harus) kalian utamakan adalah dengan tangan kalian, kemudian dengan lisan kalian, lalu dengan hati kalian. Barangsiapa yang tidak pernah memutuskan sesuatu dan tidak (mau) mengingkari kemungkaran, ia akan dibalik keadaannya, yang di atas menjadi ke bawah dan yang di bawah ke atas.”
Alam pemikiran akan selalu ada. Hingga sekarang pun jalur pemikiran Imam Husainmasih hidup. Dan menangisi seorang syahid akan melahirkan kerinduan pada syahadah. Sebab, menangisi seorang syahid menghidupkan jiwa perjuangan dalam diri seseorang. Orang yang berjiwa Husaini tidak akan melakukan kezaliman dan anti kezaliman. Pemikiran  zalim dan tindakan pro-kezaliman menunjukkan kosongnya jiwa Husaini dalam diri mereka. Karena itu, tidak mungkin seorang pecinta Rasul dan Ahli Baitnya yang khusus akan memiliki pemikiran yang zalim dan pro-kezaliman. Orang yang pro-kezaliman adalah seorang umawi (berjiwa Umayah). Orang yang berbuat zalim adalah seorang umawi. Sebab, manakala berkuasa, mereka akan berbuat zalim, dan manakala tidak, mereka akan mendukung kezaliman. Oleh karenanya, pada hari kiamat kelak, setiap manusia akan dipanggil dengan nama imam mereka : “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al-Isra : 71)
Pribadi zalim berada pada barisan umawiyin. Apabila kita ingin memahami jalan pemikiran Husain bin Ali atau jalan pemikiran umawiyin, maka kita harus menengok ke dalam diri kita, adakah kita pro-kesewenang-wenangan atau tidak? Jika kita melihat keburukan dalam diri, maka kita harus mengubah dan memperbaharui akhlak kita.
Di malam Asyura, Sayyid al-Syuhada, setelah mengumpulkan semua sahabatnya, berpidato dan menyempurnakan hujjahnya kepada mereka, “Umawiyin hanya berurusan dengan saya, tidak dengan kalian. Kalian adalah sahabat yang paling setia. Namun, di sini, di tempat ini, tiada sesuatu yang lain kecuali kematian dan syahadah.” Sebab, seluruh tanah ini penuh dengan kaki-tangan umawi. Partisipasi orang-orang dalam pasukan umawiyin adalah lantaran (mudahnya mereka) termakan propaganda buruk.
Imam Husain berkata, “Barangsiapa yang tetap tinggal di sini, ia akan mati syahid! Termasuk, bayi saya yang (sedang) menyusu ini, ia juga akan terbunuh.” Qasim bertanya, “Wahai paman, apakah mereka akan menyerang kemah-kemah (kita)?” Imam menjawab, “Selama aku masih hidup, tidak akan!” “Wahai paman, apakah mereka akan mensyahidkan saya?” tanya Qasim. Imam balik bertanya, “Menurutmu, apa kematian itu?” Qasim menjawab, “(Sesuatu yang)lebih manis dari madu!” Semua ini adalah semangat juang keirfanan, yakni syahadah bagi Qasim adalah lebih manis dari madu. Kemudian Imam Husain berkata, “Benar, mereka akan mensyahidkanmu.”

Share this

Jebakan Pikiran yang Mematikan

Diantara kesalahan kita adalah kita terlalu merindukan kematian daripada membangun kehidupan. Artinya kita ingin meninggalkan dunia yang fana ini tanpa mau membangunnya.” (‘Aidh Al Qarni)

Waktu diminta memberikan pengantar buku penelitian DR.Drajat Tri Kartono tentang Perilaku Pemuda Jihad dan Aktivis jihad, ternyata ada orang-orang yang berangkat jihad karena frustasi sehingga lebih memilih mati bunuh diri dengan cara berjihad, biar lebih cepat mati. Bukan karena benar dan lurus dalam orientasi. Seperti yang dikatakan Aidh Al Qarny, banyak orang lebih merindukan kematian tanpa berupaya menghidupkan kehidupan. Itulah cara berpikir instant, jebakan yang mematikan.

Ada seorang trainer, mahasiswa tingkat awal, bisa bahasa Arab, bahasa Inggris tapi bingung mencari pekerjaan. Aneh ‘kan? Trainer kok bingung. Trainer kan tugasnya menggugah dan memotivasi orang, lho kok tidak punya pekerjaan. Bingung cari uang? Akhirnya bisa jadi mudah mencari jalan mencari uang, tak peduli halal haram, tak peduli lagi apakah yang diajarkan sesuai dengan tuntunan agama atau tidak, karena sudah terlanjur keluar modal besar.

Saudaraku, banyak orang enggan berubah menjadi lebih baik dengan menshalihkan diri, dengan mengkaji Islam dengan benar karena terbelenggu oleh kata-katanya sendiri atau kata-kata orang lain yang mengunci potensinya membuatnya tak berkutik. Diam tanpa perubahan. Berhenti tanpa kegiatan. Putus asa tanpa harapan. Ada orang takut membaca buku karena takut untuk tahu. Iya benar. Karena semakin orang rajin belajar sesungguhnya ia semakin bodoh, semakin banyak yang tidak atau belum diketahuinya. Itulah yang banyak ditakutkan.

Nah, masalahnya sekarang orang pinginnya sukses dengan cepat, dahsyat tanpa berkeringat tapi hasil begitu mudah didapat. Cukup dengan bayar sekian juta dan latihan sehari dua hari Anda dapat gelar Master huebat. Nah itu untuk modal cari uang kembali dengan cepat. Alasannya, “Kalau ada cara yang cepat kenapa harus berlambat-lambat. Kalau Anda bisa meraih sukses dengan instant, kenapa harus belajar dan kuliah berlama-lama… Toh masyarakat tidak tahu yang sebenarnya…”

Inilah alasan yang akhirnya menjebak kita pada kehidupan instant. Kata orang Jawa, gampang entuk-e gampang entek-e… Mudah dapatnya, maka mudah pula hilangnya. Padahal menurut WS Rendra, hidup adalah perjuangan dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Maka kita mesti hati-hati dengan jebakan kata-kata, sihir yang membuat kita terlena, keinginan mudah meraih suatu sukses, posisi, popularitas seperti politisi yang begitu cepat ke puncak karir. Sama halnya seorang ingin menjadi tukang training yang huebat dalam waktu singkat dengan modal berlipat-lipat, dengan penampilan yang perlente kayak pejabat dan orang yang kaya atau biar kelihatan kaya. Padahal menurut orang yang kaya beneran, itu hanya agar kelihatan kaya. Pakai semua barang bermerk mahal karena ingin membuat brand imej yang keren.

Mari kita simak betapa bahayanya berpikir sukses yang instant.

Pertanyaan:
Maukah Anda mendapatkan DUA POTONG ROTI GRATIS setiap hari tanpa HARUS BEKERJA sehingga Anda lebih leluasa beribadah, tanpa harus bekerja?

Mau nggak? Jangan buru-buru menjawab sobat sebelum engkau tahu kisah berikut ini selengkapnya. Seperti nasihat dahsyat berikut, “Jangan engkau menyeberangi jembatan sebelum engkau sampai ke jembatan itu.”



Dua potong roti, gratis!


Tidak ada makan siang gratis. Begitu spirit nasehat yang biasa dicatat para eksekutif muda.

Sebuah kisah. Nyata. Benar-benar nyata. Terekam dalam kitab Al Hikam karya Ibnu Atha’ilah As Sukandari. Kisah seorang saleh yang terbiasa bekerja dan beribadah. Suatu ketika ia berucap, “Seandainya setiap hari aku mendapatkan dua potong roti tanpa harus bekerja, maka aku akan lebih leluasa beribadah kepada Allah sepanjang hari?”

Beberapa saat berlalu, dia dinyatakan bersalah atas suatu masalah, hingga dia harus mendekam di dalam penjara untuk beberapa waktu lamanya. Dan setiap hari -di dalam penjara- dia mendapatkan jatah dua potong roti, gratis, cuma-cuma, tanpa harus bekerja, seperti yang diucapkan sebelumnya.

Dia pun bisa leluasa beribadah di dalam penjara sesuai keinginannya dan ucapannya, plus dapat dua potong roti setiap hari, gratis. Benar-benar gratis!

Lama kelamaan dia mulai tersiksa. Merasa menderita. Dan dia pun mulai bertanya-tanya tentang nasibnya. Kemudian barulah dia teringat dengan apa yang pernah diucapkannya dahulu. Dan seketika itu pula dia memohon ampun kepada Allah Ta’ala atas permintaannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.

Inilah bahaya akibat keganasan lintasan pikiran instant untuk hidup enak tanpa keringat bercucuran.
Pertanyaan serupa, “Maukah Anda dapat ijazah dan gelar akademis, gratis --misal Sarjana Pendidikan-- tanpa harus menempuh kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan?”

Itu terlalu tinggi, yang sering banyak orang minta sertifikat pelatihan tanpa harus mengikutinya, yang penting membayar. Kalau ini ternyata banyak yang mau antri. Mohon maaf kalau ada yang tersinggung. Kerena sekarang era serba sertifikat.

Saudaraku, cara berpikir instant dan fastfood minded dengan slogan sesat “KECIL dimanja... Muda FOYA-FOYA... tua KAYA RAYA... mati ingin masuk SURGA...” kini bertebaran didukung media dengan sangat meyakinkan bahkan menggunakan dalil-dalil hadits dan Qur’an sesuai kebutuhan.

Banyak orang tersihir oleh para pesohor yang horor dengan mantra-mantra sakti yang melenakan hati, membuat ilusi dan akhirnya memanjakan diri. Kalau sudah terlanjur mendapatkan kemudahan-kemudahan akhirnya malas bekerja yang mengandung resiko berkeringat. Seperti mahasiswa yang lulus jadi sarjana males untuk bekerja kotor “kan gue sarjana…” Seperti banyak orang bertitel, bergelar “wakil rakyat yang terhormat”, bermaster “trainer super pinter”, ogah kalau dibayar murah karena telah keluar modal buesaar untuk investasi dan membeli lisensi. Ini seperti mantan wakil rakyat yang kembali miskin, menjadi rakyat biasa, mengalami post power syndrome. Biasa enak ketika jabatan yang sementara habis dia bingung dan malu kalau harus bekerja yang kurang keren. Akibatnya menimbulkan masalah dimana-mana dan bikin malu saja, iya ‘kan?

Saudaraku, mendapatkan makanan tanpa bekerja itu adalah penderitaan dan kehinaan. Dan memang ada orang yang hidupnya susah lalu bikin ulah biar masuk penjara. Bikin sensasi biar masuk televisi, dan bila terkenal produser akan mendatangi. Itulah cara popular dengan cara yang aneh dan nyeleneh sebagaimana kata orang Arab, “Kencingilah sumur zam-zam”.

Saudaraku, kesenangan dan kemudahan ternyata belum tentu menghadirkan kebahagiaan. Sebagaimana penderitaan belum tentu membuat kesedihan, tergantung bagaimana memaknainya. Meski awalnya enak, nikmat dan bikin ketagihan, namun akhirnya memanjakan. Seperti strategi bisnis penjaja narkoba, awalnya disuruh mencicipi, gratis. Kalau udah ketagihan, akhirnya meringis. Akhirnya bertindak bengis. Semua uang dan barang pun diembat habis. Tak peduli menjadi hujan tangis dengan kisah haru biru yang sangat tragis.


Godaan instant!


Barangkali pernah terlintas dalam pikiran, di tengah kelelahan dalam beraktivitas, ditengah kepenatan memikul beban yang berat, di saat berbagai masalah menimpa lalu terpikir untuk “mendapatkan kemudahan-kemudahan” tanpa harus bersusah payah, mendapatkan makanan gratis tanpa harus bekerja, mendapatkan uang kinyis-kinyis tanpa harus berlelah-lelah?

Bukankah itu yang kini merajalela, menikmati hasil tanpa harus bersusah payah menapaki jalan yang semestinya, mengambil yang bukan miliknya atau mengambil dengan cara batil. Na’udzubillah.

Namun, mengapa justeru itu yang kini laris manis dan diburu banyak orang, hidup senang cukup dengan ongkang-ongkang?

Hati-hatilah dengan permohonan dan niat-niatmu yang terucap dalam kata-kata, mantra-mantra atau sejenisnya. Sebab kata-kata itu bisa menjadi penjara. Memenjaran dalam keburukan yang menyengsarakan atau lingkaran setan yang membingungkan. Bisa jadi lintasan pemikiran yang kemudian diucapkan atawa dimantrakan itu benar-benar dikabulkan oleh Allah. Karena Allah Maha Mengabulkan apa yang kita mohonkan. Namun, justeru kita mesti berhati-hati saat mengajukan permintaan karena bisa jadi saat itu benar-benar dikabulkan sedangkan orientasi kadung salah jalan.

Kasihan ‘kan? Memangnya kenapa?

Pikiran instant yang dimantrakan dalam kata itu akan menciptakan efek kemanjaan yang berakhir dalam penderitaan seperti orang saleh yang menginginkan dua potong roti tersebut. Jangan mudah terpedaya oleh kemudahan yang melenakan atau pikiran instant yang menyesatkan, karena memperoleh sesuatu tanpa perjuangan tidak akan memberikan kenikmatan yang membahagiakan. Meski tampaknya enak tapi nyatanya sebuah kehinaan.

Sobat muda, lebih baik mendapatkan seratus ribu rupiah karena bekerja dalam kelelahan daripada mendapatkan sepuluh ribu rupiah karena pemberian, iya ‘kan?.

Bagi anak sekolah, “Lebih baik nilai SEMBILAN karena hasil belajar lebih keras, persiapan yang tuntas, daripada dapat nilai LIMA karena menyontek. Iya ‘kan?”

Bagi para eksekutif muda, “Lebih baik datang satu jam lebih awal untuk mengikuti seminar nasional daripada terlambat meski hanya lima menit.”

Itulah spirit untuk menjadi besar, berani memulai lebih dengan kerja-kerja lebih baik, lebih ikhlas, lebih cerdas, lebih mawas dibandingkan yang lain.

Karena kini kita berada dalam bahaya besar yang harus kita waspadai. Kita gagal menjadi besar bukan karena tidak mampu meraihnya, namun karena kita berhasil mencapai tujuan yang terlalu rendah. Dan itulah musibah untuk kita muhasabah dan berbenah.

Bahaya yang lebih besar bagi kebanyakan kita bukanlah gagal meraih tujuan yang terlalu tinggi, melainkan berhasil mencapai tujuan yang terlalu rendah. Tujuan yang mudah. Tujuan yang memanjakan. Dan dikabulkannya setiap permintaan seseorang secara langsung, cash, kontan, belum tentu menjadi pintu keridhaan Allah. Boleh jadi seseorang diizinkan kaya dengan mudah, cepat, instant tapi belum tentu diridhai-Nya.

Yang lebih parah bahkan bila kita “berhasil” hidup tanpa perencanaan dan menikmati ketidakjelasan sebagai rezeki nomplok kehidupan. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar berhasil dalam keterpurukan dan menikmati ketidakteraturan sebagai anugerah.

Begitulah…
Kemuliaan tidak akan pernah diraih melalui impian-impian dalam tidur. Kemuliaan hanya dapat diraih dengan tekad yang kuat dan kerja keras. (‘Aidh Al Qarny, La Tahzan)

Dibutuhkan kejujuran pengakuan, kesungguhan komitmen dan ketulusan perjuangan, kokoh dan kuat dalam berbuat, menggerakkan semua potensi menjadi anak-anak prestasi yang terus menginspirasi. Temukan keunikan diri melalui pembelajaran diri yang terus menerus.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam hal yaitu kecerdasan, gemar belajar, sungguh-sungguh, memiliki biaya, bergaul dengan guru dan perlu waktu lama.”

Kebanyakan orang ingin meraih sukses dengan cara instant, cepat saji, cepat terkenal, cepat kaya, dengan berbagai cara, tak peduli halal dan haram. Padahal untuk menjadi mutiara, kerang harus terus mengerang kesakitan. Kerang senantiasa sakit karena terhimpit pasir terus menerus hingga akhirnya melahirkan prestasi yang melejit dan melangit: mutiara.

Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (Al Baqarah: 138)

Semoga kita terjaga untuk menjaga keimanan kita dengan shibghah rabbani, yakni mencelupkan diri dengan Islam. Islam pemikiran kita. Islam hati kita. Islam ucapan kita. Islam cara kerja dan cara hidup kita. Islam cara berdakwah kita. Islam cara mencari rezeki kita dan Islam seluruh perikehidupan kita. Meninggalkan cara Islam atau mencampuradukkan Islam dengan kebatilan, bersiaplah memetik kehinaan. Ambil Islam secara totalitas, keseluruhan, kaffah atau tidak sama sekali!?

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.(Al Baqarah: 85)

Dua orang penyelam di perintahkan untuk mengambil mutiara di dasar laut. Keduanya menyelam, begitu di dasar laut, kedua penyelam itu terkagum-kagum pada keindahan pemandangan dasar laut, yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Salah seorang diantara keduanya kemudian teringat apa akan tugasnya. Ia begitu terkejut ketika melihat tabung oksigennya yang sudah menipis. Kalau tidak segera mengerjakan tugasnya ia akan mati. Akhirnya
ia hanya bisa mengambil mutiara beberapa saja, kemudian naik ke permukaan. Sedangkan kawannya yang sangat terbius dengan keindahan, akhirnya tidak bisa mengambil apapun. Oksigennya habis sebelum ia sempat mengerjakan tugasnya. Begitu terhanyaut, dengan keindahan yang begitu dahsyat.
             
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa dunia yang begitu indah sangat membius siapapun. Dan manusia mempunyai tugas yang sangat dibatasi oleh waktu. Akankah ia kembali dengan apa yang menjadi tugasnya, atau ia akan kembali dengan tangan hampa?
             
Kehidupan yang merupakan rahmat Allah ini akan berakhir. Kematian akan menghampiri siapa saja, dimana saja, kapan saja, dan bagamanapun keadaannya.
             
Selain tidak pernah mempersiapkan kehidupan yang kekal kelak, kita terkadang selalu beranggapan bahwa waktu itu masih jauh jaraknya. Sebagian orang justru beranggapan bahwa kematian itu sangat menakutkan. Ironisnya, mereka bukan mempersiapkan diri, sebaliknya malah menjauhi pembicaraan hal-hal yang bersifat maut.
              
 Mengapa mati harus ditakutkan? Islam menganggap takut pada kematian menyalahi fitrah dan hanya mendatangkan kesengsaraan. Orang yang takut pada kematian adalah orang yang sengsara. Hidupnya diwarnai dengan kegamangan, kekhawatiran, dan pengecut. Umat yang takut mati adalah umat yang rela hidup dalam kehinaan dan menjadi mangsa umat lainnya.
              
Imam Hasan al Banna berkata : “Tidaklah kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah menjelaskan sebab kelemahan dan kehinaan bangsa. Yaitu karena kerapuhan jiwa mereka, kelemahan hatinya, jauh dari akhlak-akhlak mulia, dan tidak adanya sifat-sifat ksatria dalam diri mereka, sekalipun jumlah mereka banyak dan kekayaan melimpah”.
              
Kematian adalah hak prerogratif Allah swt. Yang perlu dipikirkan dan diupayakan adalah bagaimana nantinya kita mati? Coba bayangkan seandainya di akhir hidup kelak kita mati dalam kemaksiatan. Bagaimana kita mati adalah tolak ukur prestasi dihadapan Allah. Bagaimana kita mati menjadi tolak ukur penentu kehidupan di alam keabadian kelak. Apa saja yang akan kita siapkan?
              
Bekal yang perlu dipersiapkan bukanlah kekayaan, kekuatan fisik, pangkat, kedudukan, banyaknya pengikut, dan hal-hal keduniaan lainnya. Bekal itu seharusnya kejernihan hati, kekuatan iman, ketaqwaan, dan amal saleh.
Allah berfirman :
                 
“Berbekallah! Dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (QS: Al Baqarah : 197). Ibnu Abbas r.a, berkata : “Manusia di dunia terbagi tiga : Mukmin, munafik, dan kafir. Mukmin menyiapkan bekal, munafik berhias dan berpura-pura, sedang kafir bersenang-senang”.
              
Selain memanfaatkan waktu, yang tak kalah penting adalah menyusun skala prioritas. Manusia harus menyadari, boleh jadi hari ini merupakan saat-saat terakhir untuk dapat melihat keindahan dunia. Maka ia tidak akan memboroskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, apalagi yang membawa bencana.
              
Setiap muslim berharap di akhir hidupnya berakhir dengan indah. Ada beberapa hal yang harus diwaspadai agar terhindar dalam su’ul khatimah, yakni : keraguan, panjang angan-angan, dan menunda-nunda taubat.

Diungkapkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a.,
“Empat hal yang menyebabkan hati menjadi gelap, yaitu : perut yang selalu kekenyangan, bergaul dengan orang zalim, melupakan dosa yang telah lalu serta angan-angan yang melambung. Sedangkan empat hal yang membuat hati bercahaya adalah
: perut yang lapar agar selalu waspada, bergaul denagn orang saleh, mengingat dosa yang telah lalu dan tidak berangan-angan yang melambung”.
Mengapa Harus Takut?
Cetak
E-mail

Monday, 27 September 2010
“Lalu siapa di antara kalian yang ingin mati?” Tanya kiai lagi menyusul isyarat nonverbal dari jamaah yang menandakan keinginan mereka masuk sorga. Atas pertanyaan ini pun para jamaah diam tak menjawab. Mereka artinya tidak ingin mati.
“Aneh!” gumam sang kiai. Bagaimana mungkin orang bisa masuk sorga tanpa melalui mati terlebih dahulu. Mati adalah tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang bisa atau tidak bisa masuk sorga. Mati memang bukan jaminan masuk sorga. Tapi mati baru merupakan salah satu “tiket” untuk masuk sorga. Setiap orang yang masuk sorga, pasti pernah mati terlebih dahulu. Tapi tidak setiap orang mati pasti masuk sorga. Mungkin, karena tidak ada jaminan kepastian inilah mereka semua enggan mati.
Mati hampir selalu ditakuti. Bagi sebagian – atau bahkan mungkin kebanyakan – orang, mati seolah menjadi momok. Begitu seseorang sakit berat, yang terbayang bukan lagi kesembuhan, tapi kematian. Dia ingat mati bukan karena siap menjemputnya, tapi justeru sebaliknya, karena mati seolah menghantuinya.
Padahal, seperti diisyaratkan Rasulullah, kalau saja setiap orang mengetahui hikmah kematian, niscaya mereka akan tersenyum menjemputnya. Sebab kematian adalah proses penyucian dari berbagai jenis kotoran yang melekat pada tubuh seorang mu’min. Bukankah tidak seorang mu’min pun yang hidup tanpa dosa, meski ia begitu bersih ketika pertama kali lahir ke dunia. Perjalanan hiduplah yang seharusnya merindukan kematian, karena lewat perjalanan itu manusia selalu bersentuhan dengan kesalahan.
Tapi memang tidak sederhana memahami kematian. Selain kematian merupakan sesuatu yang ghaib, kematian juga biasa dicitrakan negatif sejak manusia mengenal kehidupan. Kematian hampir selalu dihubung-hubungkan dengan hal-hal yang buruk dan negatif. Lihat, misalnya, hukuman mati bagi seseorang yang dinyatakan bersalah; ancaman mati dari seseorang yang terlibat dalam permusuhan; dan masih banyak contoh kasus buruk lainnya yang menggunakan kata “mati”.
Pencintraan yang tidak menguntungkan itu telah membuat manusia takut mati. Prosesnya pun telah berlangsung cukup lama. Sejak pertama kali saya belajar agama di bangku madrasah diniyah, hampir tidak ditemukan ungkapan yang mencitrakan positif bagi kematian. Selain ungkapan penjelasan guru-guru di madrasah, beberapa bahan bacaan anak-anak juga selalu mengungkap kematian sebagi sesuatu yang mengerikan.
Waktu itu, misalnya, sekitar akhir 1960-an, beredar buku komik Karma dan Saleh. Ceritanya sangat menarik karena, paling tidak, ia berkaitan dengan kematian dan gambaran kehidupan sesudah mati. Buku itu bercerita tentang perjalanan dua sosok yang memiliki perangai berseberangan, si Karma dan si Saleh. Saleh mewakili sosok muslim yang baik. Ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan sangat tenang dan membahagiakan. Senyumnya yang terakhir digambarkan dengan apik dan menarik. Kehidupan sesudah matinya pun menggambarkan kesempurnaan amal sebagai individu yang senantiasa berperilaku baik.
Sementara Karma tidak. Sejak kecil ia telah dikenal sebagai trouble maker baik di kalangan sebayanya maupun para orangtua. Watak pribadinya yang sangat materialistis, pragmatis, dan hedonis, sudah nampak sejak usianya yang masih sangat belia. Kematiannya digambarkan dalam buku itu dengan latar belakang yang sangat menakutkan. Ia berteriak, mengerang kesakitan. Senyumnya sirna. Dan yang lebih mengerikan lagi, gambaran kehidupan sesudah matinya yang sangat tidak membahagiakan.
Secara keseluruhan, buku itu menyediakan gambaran dua kehidupan yang sejatinya dilalui oleh setiap manusia. Dua kehidupan yang dijembatani oleh kematian ini disajikan dalam alur yang mudah dipahami oleh hampir semua lapisan usia. Dilengkapi dengan gambar-gambar yang secara khusus didisain untuk memperlihatkan dua kehidupan berbeda, penuh dengan kenikmatan di satu sisi dan sarat kepedihan siksa kubur di sisi lain. Dan, entah kebetulan atau memang disengaja, gambaran kepedihan siksa kubur disajikan lebih banyak dibanding kelezatan akhirat.
Sejujurnya, saya terpengaruh buku itu. Disiplin shalat saya, selain tentu karena asuhan orangtua, sebagiannya karena efek buku itu. Waktu itu, saya takut kena siksa kubur jika lalai melaksanakan shalat. Yang juga terbayang-bayang dalam ingatan saya waktu itu adalah proses kematian Karma yang sangat menakutkan. Malaikat digambarkan sebagai sosok yang mengerikan. Ruh Karma pun ditarik juga dengan sangat menakutkan. Anehnya, gambaran nasib si Saleh yang membahagiakan, justeru kurang melekat dalam ingatan. Mungkin karena faktor psikologis yang negatif sehingga dapat membangun kesan mendalam.
Ini baru satu ilustrasi mengapa citra kematian menjadi begitu menakutkan. Bahkan, efeknya, segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian, seperti keranda, ambulan, kamar mati, kain kafan, dan lain-lain, selalu dicitrakan menakutkan. Akhirnya, orang lebih takut mati, meskipun ia sendiri belum pernah mengalaminya. Orang takut mati bukan karena ia pernah mati, tapi bisa jadi rasa takut itu disebabkan karena takut oleh imajinasinya sendiri tentang mati.
Jadi, tidak perlu takut. Karena sesungguhnya kematian adalah hal wajar bagi setiap orang. Tidak perlu ditakuti, bahkan harus sanggup menjemputnya dengan senyum. Jangan takut. Mati pasti datang menjemput. Bahkan al-Qur’an mengilustrasikan kedatangannya dengan cara yang bisa jadi sangat tiba-tiba: “Jika ajalmu telah datang”, kata Allah, “ia tidak bisa lagi ditunda ataupun dipercepat, meski hanya satu detik.”
Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip sebagian syair lagu Bimbo yang mengungkap pesan Rasul tentang kematian.
 Pesan Nabi jangan takut mati
Meski kau sembunyi pasti menghampiri
Takutlah pada kehidupan sesudah kau mati
Renungkanlah itu..
Maaf, saya mengutip syair lagu dan bukan mengutif langsung sabda Nabi. Sederhananya, saya hanya ingin membangun kesan baru tentang kematian. Ibarat sebuah lagu, ia bukan sesuatu yang menakutkan, tapi menyenangkan. Kematian selayaknya dijemput karena akan memberikan hikmah. Kata Ali Al-Hadi, kematian sama dengan kamar mandi. Lalu, seperti dikutip Kang Jalal dalam Memaknai Kematian, cucu Rasulullah yang kesembilan menjelaskan, “Kematian adalah kesempatanmu yang terakhir untuk membersihkan kamu dari dosa-dosamu dan keburukan-keburukanmu..”
Comments (0) >>
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Cukuplah kematian itu sebagai nasehat bagi orang yang hidup, karena kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tidak menyimpang. Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan oleh kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Dengan begitu mengingat kematian dapat mendorong meraih sukses dalam kehidupan.

Namun, ironisnya, kebanyakan manusia justru lebih suka melupakan kematian. Hidup dan kematian, bagi mereka, seolah dua lembah yang saling berpisah. Satu sama lain seperti tak berhubungan. Mereka mengatakan, bersenang-senanglah di lembah yang satu. Dan, jangan pedulikan lembah lainnya.Mereka kurang menyadari bahwa, kematian adalah garis pemisah antara panggung kepura-puraan dengan kehidupan sebenarnya. Garis yang memisahkan aneka lakon dan peran dengan sosok asli seorang manusia. Garis yang akhirnya menyatakan kesudahan segala peran dan dikembalikannya segala alat permainan.
Sayang sekali, tak sedikit manusia yang lebih cinta dengan dunia kepura-puraan. Mereka pun berkhayal, andai kepura-puraan bisa berlangsung selamanya. Bisa berpuas diri dengan aneka lakon dan peran. Tanpa disadari, kecintaan itu pun berujung pada kebencian. Benci pada kematian.
Allah swt menggambarkan orang-orang yang enggan dan lari dari kematian. Seperti dalam firmanNya di surah Al-Jumu’ah ayat 8, Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ketakutan adalah alasan yang paling lumrah buat mereka yang tidak suka mengingat kematian, bahkan berusaha lari dari kematian. Banyak alasan kenapa harus takut. Salah satunya, mereka takut berpisah dengan kehidupan. Bagi mereka, perpisahan ini berarti usai sudah pesta kenikmatan. Karena kehidupan sudah terlanjur mereka terjemahkan sebagai kenikmatan.
Selain itu, ada ungkapan batin yang tidak mereka sadari. Bahwa, mereka enggan berjumpa dengan Allah, sebagaimana mereka selalu menghindar dari perjumpaan dengan Allah dalam ibadah yang mereka lakukan. Keengganan itu sebenarnya bukan cuma milik mereka. Karena Allah pun enggan bertemu mereka, manakala mereka juga enggan bertemu dengan-Nya. “Diceritakan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa menyukai bertemu Allah, maka Allah juga senang berjumpa dengannya. Sebaliknya, siapa yang benci bertemu Allah, maka Allah pun enggan berjumpa dengannya.” (HR. Ahmad)
Keengganan itu sangat bertolak belakang dengan kerinduan yang diungkapkan seorang sahabat Rasul, Hudzaifah. Ketika tak lama lagi ajal kematian menyambang, beliau r.a. berujar, “….Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan itu lebih baik bagiku daripada kekayaan, sakit itu lebih baik daripada kesehatan, dan mati itu lebih membuatku bahagia daripada hidup, maka permudahkanlah kematian itu untukku. Sehingga aku dapat bertemu dengan-Mu.”
Atau boleh jadi ketakutan terhadap kematian lebih karena ketidaktahuan. Persis seperti anak kecil yang lari ketika diminta mandi. Karena yang diketahui si anak tentang mandi tak lebih dari dingin, dipaksa ibu, dan berhenti dari permainan. Begitu pun tentang kematian. Kematian bagi mereka tak lebih dari rasa sakit, berpisah dengan keluarga, harta dan jabatan; serta rasa kehinaan ketika jasad terkubur dalam tanah.
Di situlah perbedaan mendasar antara hamba Allah yang baik dengan yang buruk. Abdullah bin Umar pernah mendapat pelajaran tentang kematian dari Rasulullah saw.
“Aku bersama Nabi saw, kemudian, ada seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling mulia, wahai Rasul?’ Beliau saw menjawab, ‘Yaitu, orang yang paling bagus budi pekertinya’. Sahabat itu bertanya lagi, ‘Siapa di antara orang-orang mukmin yang paling pandai?’ Rasul menjawab, ‘Yaitu orang yang terbanyak ingatnya kepada kematian, dan yang paling siap menghadapi kematian. Itulah orang-orang yang pandai.” (HR. Ibnu Majah)
Bagi hamba Allah, tak ada kemuliaan apa pun kecuali dari tetap menjaga ingatannya dengan kematian. Bahkan, seorang yang berada pada puncak kekuasaan sekalipun. Setidaknya, itulah yang hendak diungkapkan seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hampir sepanjang usia kekuasaannya, tak pernah ia lewatkan satu malam pun untuk mengingat kematian. Caranya begitu manis. Ia panggil para pakar fikih, lalu satu sama lain saling mengingatkan tentang kematian, hari kiamat, dan kehidupan akhirat. Kemudian, semuanya pun menangis. Seakan-akan, di samping mereka ada jenazah yang sedang ditangisi.
Itulah mungkin, kenapa Khalifah yang punya kekuasaan luas ini menjadi sosok yang terpuji. Semasa kekuasaannya, hampir tak satu pun rakyatnya yang mengeluh. Mereka hidup sejahtera. Dan inilah sebuah bukti, betapa hidup Umar bin Abdul Aziz begitu berarti ketika kematian menjadi pengingat sejati.
Jadi sebenarnya, kematian itu sungguh berarti bagi sebuah kehidupan. Kematian dapat selalu memberi peringatan, agar kehidupan tetap menjadi sesuatu yang berarti. Sebaliknya, kehidupan juga mengingatkan kematian, sehingga menjadi sesuatu yang dinanti. Kematian mendidik kehidupan, dan kehidupan merindukan kematian
Share
Setiap muslim sangat mengharapkan disaat kematian tiba, dimatikan Allah dalam keadaan “khusnul khatimah”, akhir yang baik, kematian yang diridhai oleh Allah SWT. Sebagian orang ada yang diberi umur panjang dan sebagian yang lain diberi umur pendek, bagi kita yang benar-benar berislam secara kaffah, tidak jadi masalah diberi umur pendek ataupun panjang, semuanya terserah Allah yang memberi hidup.
- Jika detik ini seseorang harus menghadapi kematiannya, seseorang tersebut harus rela, jika dikehendaki oleh Allah SWT mati dalam usia muda.
- Namun jika seseorang hingga usia 63 tahun masih diijinkan untuk menghirup udaranya Allah ini, seseorang tersebut harus terus bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, dan lebih banyak menyiapkan bekal, berupa amalan-amalan shalih untuk kehidupan abadi di akhirat nanti.
Manusia manapun tidak peduli yang kafir maupun yang beriman, tak kuasa menolak “kematian” yang sudah ditetapkan Allah.
Allah berfirman,
Tidak ada satu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak pula dapat mengundurkannya. (Al-Hijr [15]: ayat 5)
- mati pada hari apa
- tempatnya mati dimana
- dan matinya sedang mengerjakan apa
Akan tetapi seseorang bisa mengupayakan diri dalam keadaan seperti apa nantinya disaat-saat seseorang tersebut menghadapi matinya, khusnul khatimah ataukah su’ul khatimah. Khusnul khatimah tentu menjadi cita-cita semua orang, akan tetapi kebanyakan perilaku mereka dan gaya hidup mereka jauh dari sifat-sifat dan tanda-tanda menuju khusnul khatimah. Untuk bisa mencapai khusnul khatimah, tidak hanya menghapal setiap hari kalimat “La illaha illallah”, terus berharap dengan yakin bisa menghadap Allah dengan khusnul khatimah. Kebanyakan yang terjadi, seseorang akan mati sesuai apa yang menjadi kebiasaan yang dilakukan sehari-hari, contohnya adalah:
- Seseorang yang setiap hari selalu dan selalu main catur dan mengabaikan shalat 5 waktu, disaat sakaratul maut tiba, walaupun ditalkin oleh temannya untuk bisa mengucapkan kalimat terakhir sebelum ajal, yang terucap bukannya “la illaha illallah” tapi bisa jadi…”Skak”.. (naudzubillahi mindalliq)
- Lain halnya seseorang yang rajin shalat 5 waktu secara istiqamah, suka menjalin silarurahim, sedekah dalam keadaaan lapang maupun sempit, suka memaafkan kesalahan orang lain, selalu menahan amarahnya, insya Allah disaat menghadapi sakaratul maut, dengan mudah mengucap “la illaha illallah” disertai senyuman.
Type orang inilah type orang yang “merindukan kematian”, karena orang tersebut yakin akan janji Allah, bahwa Surga hanya dihuni oleh orang-orang yang bertaqwa.
Allah berfirman,
Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan dari emas untuk mereka. Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (Az-Zukruf [43]: ayat 35)
JANGAN TAKUT MATI
Dalam salah satu hadist, Rasul bersabda agar kita supaya memperbanyak untuk selalu mengingat mati, sebagai pemutus kenikmatan hidup didunia. Ternyata dalam menghadapi kehidupan dunia ini, kesempatan kita kedepan makin sempit, jatah umur kitapun semakin pendek, dan yang pasti…, setiap orang akan mengalami yang namanya “mati”. Kematian jangan ditakuti, tapi disiapkan dengan hati yang ikhlas.
Bahwa orang yang cerdas, orang bijak dimata Allah SWT bukanlah orang-orang yang serba cukup dalam materi dan bergelimang harta, orang yang berhasil mencapai gelar Professor, Doktor, Insinyur, dll. Tapi orang cerdas dan bijak adalah orang yang mengejar dan menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya dan dengan sungguh-sungguh dalam menyiapkan diri untuk menghadapi kematian, yang sudah pasti datang menjemputnya. Ia akan selalu beramal shalih dan berjuang dijalan Allah untuk menghadapi kematian, yang datang sewaktu-waktu.
Ada 4 kriteria (4S), tanda-tanda orang yang cerdas dan bijak dalam menyiapkan kematian, yaitu :
1. Semangat untuk beramal shalih.
Allah berfirman,
Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia”.(Al-Mukminun [23]: ayat 99)
“Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.(Al-Mukminun [23]: ayat 100)
2. Segera melakukan amal shalih.
Seseorang tersebut tidak suka menunda-nunda untuk beramal shalih dan ibadah-ibadah lainnya, serta hal-hal yang baik yang diridhai Allah SWT. Dalam hatinya selalu ada keinginan untuk berhijrah terus menerus kearah yang lebih baik.
Allah berfirman,
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan raihlah surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.(Ali-Imran [3]: ayat 133)
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(Ali-Imran [3]: ayat 134)
3. Sebaik mungkin melakukan amal shalih.
Seseorang tersebut selalu berniat untuk yang terbaik dalam hal ibadah, selalu ingin yang terbaik dalam kebaikan, baik dalam lingkungan kantor, di dalam masyarakat maupun di intern keluarga. Kalau jadi pimpinan, dia berusaha untuk adil & bijaksana, bukannya yang sombong dan membanggakan diri, karena yang berhak sombong itu hanya Allah SWT, dan Allahpun tidak mempunyai sifat sombong. Orang tersebut ingin berbuat yang terbaik setiap menghadap Allah SWT, disaat mendirikan shalat 5 waktu dengan ikhlas & khusuk.
4. Sebanyak mungkin beramal shalih.
Rasul sendiri sebagai kekasih Allah, yang sudah pasti dijamin Allah masuk Surga, setiap hari selalu beristighfar memohon ampun minimal sebanyak 100 kali dalam sehari, apalagi kita-kita manusia biasa…. hanya dengan bertaubatlah maka hati ini akan dibersihkan Allah, insya Allah. Cobalah untuk “mengetuk hati” kita ini agar dengan tulus “ikhlas” mau “membuka hati” untuk :
- lebih mencintai kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia
- banyak mengingat kematian, dan kalau bisa merindukan kematian dan jangan sekali-kali ada rasa “benci” terhadap mati.

Tanda-tanda seseorang yang hatinya bersih, banyak mengingat mati, bahkan merindukan mati, akan tampak dalam perilaku sehari-hari al :
- sering melakukan taubat, istighfar & dzikir
- hati menjadi tentram, bersih bagai salju
- khusuk & istiqamah dalam shalatnya
- tidak silau dengan kehidupan dunia

Sedangkan tanda-tanda seseorang yang hatinya kotor, takut bahkan menbenci kematian akan tampak dalam perilaku sehari-hari, antara lain:
- sedikit istighfar, suka menunda taubat, merasa hidupnya masih lama
- hati merasa selalu kurang dalam segala hal
- dunia adalah tujuan utama, dunia adalah segala-galanya
- bermalas malasan dalam beribadah

Perlu difahami bahwa hampir setiap manusia dibumi ini, sejak nabi Adam hingga Qiamat tiba nanti, setiap hari mereka semua mengalami “latihan mati”, yaitu disaat mereka sedang dalam keadaan “tidur”. Mestinya kita belajar dari kejadian tidur yang tiap hari kita alami, amat sangat dekat hubungan antara tidur dan mati tersebut bagaikan “kakak dan adik”, sebagian ulama menyebut tidur adalah wafat shughra (kematian kecil).
Allah berfirman,
Allah memegang ruh orang ketika matinya dan memegang ruh orang ketika tidurnya. Maka ditahanlah ruh orang yang telah Allah tetapkan kematiannya dan dilepaskanlah ruh yang lain sampai waktu bangunnya. Sungguh yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mau berfikir. (Az-Zumar [39]: ayat 42)
Dalam salah satu hadist, Nabi yang menganjurkan kepada kita untuk selalu berdo’a sebelum tidur dengan mengucapkan : “Bismikallahuma ahya wa bismika wa amut”.
Yang artinya : Engkaulah ya Allah yang menghidupkanku dan Engkaulah yang mematikanku..
(Bersambung)
Marilah kita membahas lebih dalam bagaimana manusia setelah mengalami kematian dan apa yang akan terjadi sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
KEHIDUPAN AKHIRAT
Kehidupan Di dunia ini adalah alam yang ke-3 yang sebelumnya setiap manusia pernah mengalami alam ruh (alam ke-1) kemudian ke alam dalam kandungan (alam ke-2).

Kematian seseorang bukanlah akhir dari segalanya, akan tetapi kematian itulah awal dimulainya kehidupan panjang yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Perlu kami sampaikan proses perjalanan panjang manusia secara garis besar tentang kehidupan akhirat, sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan didalam Al-Qur’an, hingga seseorang masuk ke Surga yang abadi atau ke Neraka yang abadi.
ALAM KUBUR(ALAM KE-4)
Allah berfirman,
” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.(Al-An’aam [6]: ayat 93)
Alam kubur ini akan dialami setiap manusia, alam penantian sampai terjadinya Qiamat yang waktunya sudah ditentukan oleh Allah SWT, tidak bisa maju maupun diundur sedetikpun. Adapun orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang beriman dan banyak amal shalihnya, selama dialam kubur terhindar dari siksa kubur, mereka merasa nyaman didalamnya, dan terasa hanya sebentar saja selama menunggu datangnya Qiamat. Adapun orang-orang kafir dan yang mendustakan ayat-ayat Allah, mereka akan disiksa hingga Qiamat tiba.
Kriteria orang-orang yang mendapat azab kubur adalah:
- Mereka yang setiap buang air kecil, tidak bersuci.
- Mereka yang suka mengadu domba.
- Mereka yang suka berbohong.
- Mereka yang suka melakukan zina dan tidak bertaubat hingga ajal menjemputnya.
- Mereka yang memakan harta dengan riba.
- Mereka yang suka berhutang dan sengaja tidak mengembalikan.

TERJADINYA QIAMAT
Allah berfirman,
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).(Az-Zumar [39]: ayat 68)
Penjelasan ayat tersebut bahwa tiupan sangkakala yang pertama, maka matilah semua makhluk yang dilangit maupun di bumi, tanpa kecuali dan apa-apa yang ada didalamnya. Setelah semuanya hancur, musnah, maka beberapa saat kemudian ditiuplan terompet yang kedua, bangkitlah semua manusia sejak dari nabi Adam hingga manusia terakhir yang dimatikan Allah. Saat Qiamat tiba, semuanya bangkit dari kuburnya masing-masing.
Qiamat ini terjadi pada hari jum’at, hal ini sesuai dengan salah satu hadist, Nabi Muhammad bersabda :
“Tidaklah hari Qiamat itu terjadi kecuali pada hari jum’at”
Kejadian-kejadian maupun tanda-tanda datangnya Qiamat:
1. Matahari terbit dan muncul dari sebelah barat
2. Adanya binatang ajaib yang muncul, binatang itu dapat berbicara.
3. Keluarnya Imam Mahdi
4. Keluarnya Al Masih Dajjal
5. Turunnya Nabiyullah Isa as
6. Keluarnya asap (awan)
7. Rusaknya Ka’bah (Baitullah)
8. Lenyapnya Al-Qur’an dari muka bumi
9. Seluruh umat di dunia telah menjadi kafir semuanya.
10. Bumi tergenggam dan langit tergulung, bumi akan dibenturkan dengan sekali bentur.
11. Gunung-gunung akan hancur.
12. Lautan meluap
13. Langit terbelah
14. Bintang-bintang berjatuhan
15. Bulan menjadi gelap
16. Matahari akan didekatkan ke bumi.

Allah berfirman,
Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqaah [69]: ayat 13 dan 14)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Mujadilaah [58]: ayat 6)
Pada saat seluruh manusia dibangkitkan dari alam kuburnya, raga/badan yang ada sewaktu didunia dulu sudah berubah sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia. Ruh tetap abadi, yang berubah hanya bentuk fisiknya, dan didalamnya terdapat kekhususan-kekhususan yang baru, seperti tidak mati walau tertimpa musibah, siksaan dan mereka dapat melihat malaikat dan jin.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Saya adalah penghulu anak Adam pada hari Qiamat, dan orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur”. (HR. Muslim)
Hidup sesudah mati diawali dari bangkitnya seluruh manusia sejak dari Nabi Adam hingga manusia-manusia diakhir zaman. Saat Qiamat tiba semua tanpa kecuali bangkit dari kuburnya. Hari Qiamat sudah semakin dekat, tanda-tanda Qiamat sudah banyak terlihat baik tanda-tanda kecil maupun yang besar. Tetapi masih ramai di kalangan kita umat Islam yang masih tidak sadar, ini tidak lain karena kita sudah meninggalkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Orang beriman merasa sudah cukup kalau sudah berhasil menunaikan ibadah haji ke Mekah, kewajiban-kewajiban yang lain sebagai hamba Allah diremehkan, bahkan ditinggalkan terutama shalat wajib 5 waktu sehari semalam.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah hampirnya hari Qiamat itu, berlaku banyak kematian manusia secara mendadak.” (Hadist riwayat Thabrani)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan datang hari Qiamat sehinggalah berlakunya banyak gempa bumi.” (HR. Bukhari)
Dari Ali bin Abi Thalib ra, Rasulullah SAW bersabda:
Apabila umatku telah membuat 15 perkara, maka BALA akan turun kepada mereka, yaitu:
1. Apabila harta negara hanya beredar di kalangan orang tertentu sahaja.
2. Apabila amanah dijadikan suatu sumber keuntungan.
3. Zakat dijadikan hutang.
4. Suami menurut kehendak isteri.
5. Anak durhaka terhadap ibunya.
6. Akan tetapi (anak tadi) sangat baik terhadap kawan-kawannya.
7. Dan ia suka menjauhkan diri daripada ayahnya.
8. Suara Adzan sudah ditinggalkan di dalam masjid.
9. Yang menjadi ketua sesuatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka.
10. Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya.
11. Arak sudah diminum secara berleluasa.
12. Kain sutera banyak dipakai oleh kaum lelaki.
13. Para artis-artis disanjung-sanjung.
14. Musik banyak dimainkan/didendangkan.
15. Generasi akhir umat ini akan melaknat generasi pertama (para sahabat terdahulu)

(bersambung)
Hari Perhitungan Amal/Hisab (Alam ke 5)
Allah berfirman,
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, (Al-Ghasyiah [88]: ayat 25)
Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. (Al-Ghasyiah [88]: ayat 26)
Pada hari perhitungan amal (Hisab) ini, Allah SWT akan menampakkan kepada hamba-hamba-Nya semua amal-amal yang telah mereka perbuat, baik berupa amal-amal ketaqwaan maupun amal-amal kekafiran mereka. Maka sebenar-benar kesaksian mereka adalah Rabb yang telah menciptakan manusia.
Allah SWT mempersaksikan manusia atas diri mereka sendiri, demikian pula bumi, harta, malaikat, bahkan “seluruh anggota badan” mereka ikut serta menjadi “saksi” atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka perbuat, saat berada dialam didunia yang fana dan sementara, sebagai terminal menuju kehidupan yang abadi.
Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. (Al-Mukminun [23]: ayat 102)
Dan barang siapa yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,mereka kekal di dalam Neraka Jahannam. (Al-Mukminun [23]:ayat 103)
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Qiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Al-Anbiya [21]: ayat 47)
“Mizan” adalah nama timbangan amal yang amat sangat teliti, yang diletakkan Allah SWT pada hari Qiamat untuk menimbang amalan-amalan seluruh hamba-Nya, apakah seseorang lebih berat amal kebaikannya yang akhirnya menempati Surga, ataukah seseorang ringan timbangan amal kebaikannya sehingga menempati Neraka.
PENGHUNI SURGA & NERAKA (Alam ke 6)
Allah berfirman,

(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada meraka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”. (Al-Hadid [57]: ayat 12)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga ‘Adnin yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka “kekal” di dalamnya “selama-lamanya”. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya… (Al-Bayyinah [98]: ayat 7 dan 8)
Allah berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka “kekal” di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah [98]: ayat 6)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raaf [7]: ayat 179)
Semoga kita semua benar-benar bisa menyiapkan bekal untuk kehidupan panjang di akhirat nanti dengan menjalankan syariat Islam yang sebanar-benarnya, dengan berislam secara kaffah, amin.
Posted in Artikel
Oleh: Sunarko, SAg.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-turmudzi dan Alhakim Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya, dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya dan buruk amalnya”. Hadits ini sebagaimana kita pahami bersama menegaskan kepada kita bahwa sungguh sangat beruntung orang yang diberi umur panjang oleh Allah SWT sementara amanah usia yang di berikan Allah ia gunakan selalu untuk berbuat kebajikan, memperbanyak menabung amal shalih sehingga ketika ia dipanggil menghadap Allah ia bisa kembali dalam keadaan Khusnul Khotimah (akhir kematian yang baik). Sebaliknya sungguh sangat merugi orang yang diberi umur panjang oleh Allah sementara amanah usia yang diberikan Allah ia gunakan selalu untuk berbuat maksiat, berbuat kemungkaran dan ketika Allah memanggilnya ia kembali dalam keadaan Su'ul Khotimah (mati dalam keadaan buruk). A'udzubillahi min dzalik.

Dunia ini Ghurur dan sementara.

Kita menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sebentar, sementara tidak langgeng dan abadi sebagaimana kehidupan akherat. Orang jawa bilang Wong urip ing ndunyo iku ibarate mung mampir ngombe, demikian juga pepatah arab mengatakan kesukaan dunia seperti mimpinya orang yang tidur. Jadi kehidupan dunia ini sebentar sekalin dunia hanyalah tempat transit sementara buat kita tinggal. Bahkan kalau kita kaji di dalam al-Qur'an sesungguhnya banyak sekali ayat-ayat Allah yang menegaskan tentang perbandingan kehidupan dunia dan akherat bahwa ternyata kehidupan akherat itu lebih baik, lebih abadi bila di bandingkan dengan kehidupan dunia.

Allah SWT berfirman di dalam Surat Al-Baqarah, ayat 36 : “Dan bagi kamu di muka bumi ini tempat tinggal kesenangan buat sementara”,. (QS.2 : 36). Kemudian di jelaskan juga didalam Surat An-Nisaa', ayat 77 : “Katakanlah : Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akherat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertagwa , dan kamu tidak akan di aniaya sedikitpun”. Lalu diterangkan juga dalam Surat Adl-dhuha,ayat 4 : “Akherat itu lebih baik dari pada dunia “.Dari beberapa ayat diatas nyatalah bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara sedangkan akherat adalah kampung yang abadi yang insya Allah kita semua bakal menuju kesana.

Banyak orang keliru anggapan seakan-akan bagi mereka bahwa hakekat hidup manusia didunia ini semakin panjang, padahal hakekat hidup kita di dunia ini semakin pendek. Semakin jauh dari kelahiran dan semakin dekat dengan datangnya ajal (kematian), tegasnya kalau sudah saatnya kita harus kembali menghadap Allah kita harus siap, manusia tidak bisa berbuat apa-apa, Harta, pangakat dan kedudukan semua tidak berarti apa-apa hanya amal sholih tentunya yang bisa dibanggakan ketika harus kembali menghadap Allah SWT.


Setiap yang berjiwa pasti akan mati.


Setiap makhluk Allah yang bernyawa semua pasti akan mengalami kematian apakah karena sebab sakit, karena musibah alam atau dikarenakan sebab-sebab yang lain. Firman Allah dalam Surat Ali Imron (3), ayat 185 : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari qiyamatlah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Kematian itu milik Allah, rahasia Allah dan tidak ada satupun manusia yang tau kapan ia harus kembali menghadap Allah karena kematian sudah ditentukan oleh Allah. Bahkan ketika manusia dalam kandungan sang ibu, ketika ia baru berusia 120 hari atau sekitar empat bulan dalam kandungan, Allah telah mengutus Malaikat untuk meniupkan roh kedalam tubuh manusia kemudian memerintahkan Malaikat untuk menulis empat kalimat (perintah) yatu amal, rezekinya, ajalnya dan nasib celaka atau bahagia. Sebagaimana sabda Rasulullah yang di riwayatkan oleh Bukhari : “Dari Abdullah r.a. katanya : Rasulullah SAW. Menceritakan kepada kami dan beliau seorang yang sangat benar lagi dipercaya. Beliau bersabda : “Masing-masing kamu diciptakan dalam perut ibunya empat puluh hari. Lalu menjadi segumpal darah selama itu pula, menjadi segumpal daging selama itu pula. Kemudian Tuhan mengutus Malaikat dan diperintahkaan menulis empat kalimat (perintah). Diperintahkan menulis amal, rezekinya, ajalnya dan nasib celaka atau bahagia. Kemudian ditiupkan ruh kedalamnya.”


Manusia tak bisa lari dari kematian.

Kematian akan datang kepada manusia kapan saja sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tidak ada satupun manusia yang tahu berapa kontrak hidupnya di dunia. Ada sebagian manusia yang usianya dipanjangkan oleh Allah bahkan melebihi usia Nabi Muhammad SAW (63 tahun), ada juga yang di beri umur pendek. Intinya mati itu kapan saja pantas tergantung bagaimana kita mempersiapkanya untuk meraih khusnul Khotimah. Kadang-kadang seorang ibu yang menjalani proses persalinan jika Allah berkehendak lain maka ibu dan bayinya harus kembali menghadap Allah. Ada juga anak-anak yang masih kecil, masih lucu-lucunya dan senang bermain namun karena sebab sakit ia harus kembali menghadap Allah. Itulah Ajal, yang datang secara tiba-tiba. Manusia juga tidak bisa lari dari kematian, walaupun ia berada diatas gunung, walaupun berada di balik benteng yang kokoh. Allah berfirman dalam Surat Al-Jumu'ah, ayat 8 : “Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghoib dan yang nyata, lalu Dia berikan kepadamu apa-apa yang kamu kerjakan.”

Oleh karenanya, manfaatkan sisa waktu, sisa umur sebaik-baiknya didalam mengabdi, menghamba beribadah kepada Allah karena tujuan hidup kita di dunia tidak lain untuk beribadah kepadaNya. Sesuai dengan firman Allah “Dan tidaklah Aku jadikan bangsa Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”. Kadang kita cukup prihatin ada sebagian orang yang bilang saya mau taubat, saya mau sholat kalau sudah tua. Padahal manusia tidak pernah tau kapan ia harus kembali kepada penciptaNya. Maka solusi terbaik agar kelak bisa selamat di akherat ialah dengan bersegera bertaubat, memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang pernah dikerjakan dan tidak mengulang kembali kesalahan-kesalahan yang pernah pernah dilakukan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an, Surat Ali Imron (3) : 133 : “Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untun k orang-orang yang bertaqwa.”

Insya Allah dengan bersegera memohon ampun kepada Allah dan taubat yang sebenar-benarnya, maka sebesar apapun dosa yang pernah kita perbuat Allah pasti akan menerima Taubat kita. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS. At-Tahrim, ayat 8 : “Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.”

Pantang bagi seorang Muslim menunda untuk senantiasa memohon ampun dan bertaubat kepada Allah. Jangan sampai ketika kita bergelimang dosa, banyak berbuat maksiat tiba-tiba Allah mengutus malaikat Izroil untuk mencabut nyawa kita. A'udzu billahi min dzalik.

Untuk meraih Khusnul Khotimah (akhir kematian yang baik) memang harus dipersiapkan sejak dini. caranya ialah memperbanyak manabung amal shalih dengan terus istiqomah bertaqwa kepada Allah. Dengan kepasrahan, kepatuhan dan ketundukan yang total kepada Allah seraya bersungguh-sungguh untuk selalu menjalankan perintahNya serta menjauhi laranganNya, Insya Allah akhir kematian yang baik ( khusnul khotimah) akan bisa kita raih. Semoga ALLAH SWT memberikan umur panjang dan kelak bisa kembali dalam keadaan Khusnul Khotimah. Amiin Ya Rabbal 'Alamiin.
Menuju Khusnul Khatimah
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra dalam hadits yang panjang ia berkata: Rasulullah saw naik mimbar lantas memuji Allah dn menyanjung-Nya dan bersabda, “Sebuah kitab Allah telah menuliskan padanya para penghuni syurga dengan nama-nama mereka, dengan nasab-nasab mereka…. Amal-amal itu dinilai yang akhirnya”. HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath, sebagaimana disebut dalam Kanzul ‘Ummaal. Berikut ini penulis sampaikan 11 jalan bimbingan Rasulullah saw. menuju khusnul khatimah. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin!!
  1. Banyak melafadzkan kalimat ikhlas, yaitu laa ilaaha illallah. Begitu ada orang yang sedang naza’ (sekarat) hendaklah dituntun (ditalqin) untuk mengucapkan kalimat tersebut di akhir hayatnya. Dalam sebuah hadits hasan diriwayatkan Rasulullah saw bersabda:
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
“Barang siapa yang akhir ucapannya laa ilaaha ilallah ia masuk syurga”.
2. Jihad fi sabilillah. Rasulullah saw telah melakukan dan memerintahkan jihad fi sabilillah. Dan Rasulullah saw pun mengakhiri hidupnya dengan wafat sebagai syahid. Suatu ketika beliau perang. Lantas mendapatkan hadiah berupa masakan daging kambing dari seorang wanita yahudi. Walhasil Rasulullah saw pun keracunan begitu pula seorang shahabatnya. Pengaruh racun itu telah membuat gugurnya shahabat itu, adapun terhadap Rasulullah saw , pengaruh itu baru muncul di saat-saat akhir hayat Beliau saw. Dan bukti bahwa mati syahid itu adlah kematian yang khusnul khatimah adalah sebuah hadits shahih beliau saw ketika bersabda:
للشهيد عند الله ست خصال : يغفر له في أول دفعة من دمه ويرى مقعده من الجنة ويجار من عذاب القبر ويأمن الفزع الأكبر ويحلى حلية الإيمان ويزوج من الحور العين ويشفع في سبعين إنسانا من أقاربه
“Bagi orang yang mati syahid mendapatkan 6 hal; diampuni dosanya di saat pertama kali darah tertumpah, ia melihat tempat duduknya di syurga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kegentingan yang dahsyat di hari kiamat, dipakaikan untuknya perhiasan iman, dinikahkan dengan al huur al ‘iin (bidadari), dapat memberikan syafa’at bagi 70 orang dari kerabatnya”.
3. Sabar dalam wilayah karantina karena wabah Tho’un yang mematikan. Karantina ini berlaku bagi siapa saja yang berada d wilayah wabah penyakit itu. Karena dikhawatirkan bil ia keluar maka akan membawa bibit penyakit ke wilayah lainnya. Sabar seperti itu berpahala besar, dan jika ia mati karenanya maka ia mendapatkan khusnul khatimah karena termasuk mati syahid.
Aisyah ra., dalam sebuah hadits shahih diriwayatkan berkata, Aku telah bertanya Rasulullah saw perihal tha’un, maka beliau memberitahukan kepadaku bahwa tha’un itu dulu merupakan azab atas orang-orang yang dikehendaki-Nya dan Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang yang beriman. Maka tidaklah seseorang tertimpa oleh wabah tha’un dan ia tetap tinggal di negerinya dalam keadaan sabar dan mengharapkan pahalanya, ia tahu bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuknya melainkan ia akan mendapatkan pahala mati syahid.
Dalam riwayat lain yang shahih pula Rasulullah saw bertanya kepada para shahabatnya, “Siapakah menurut kalian orang yang syahid itu?” mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, orang yang gugur dalam perang sabilillah maka ia seorang yang mati syahid.” Beliau berkata, “Kalau begitu para syuhada ummatku hanya sedikit.” Mereka berkata, “Maka siapakah mereka itu wahai Rasululah?” Beliau bersabda, “Barang siapa terbunuh dalam perang sabilillah maka ia seorang syahid, barang siapa yang mati di sabilillah maka ia seorang syahid, barang siapa yang mati karena tha’un maka ia seorang syahid, siapa yang mati karena sakit perut maka ia syahid dan yang (mati) tenggelam juga syahid.”
4. Mempertahankan hak milik yang dirampas. Jika hal itu terjadi, hingga seorng muslim yang mempertahankan hartanya itu harus mati, maka ia juga mati dalam keadaan syahid. Dalam hadits yang shahih Rasulullah saw bersabda,
من قتل دون ماله (وفي رواية : من أريد ماله بغير حق فقاتل فقتل) فهو شهيد
“Barang siapa yang terbunuh mempertahankan hartanya, (dalam riwayat lain: Barang siapa yang dikehendaki hartanya tanpa hak lantas ia melawannya kemudian terbunuh maka ia mati syahid”.
5. Ribath fi sabilillah. Yaitu tugas berjaga-jaga saat memanasnya keamanan negeri Islam. Siapa yang mati saat seperti itu maka ia pun mendaptkan husnul khatimah.
Dalam hadits shahih pula Rasulullah saw bersabda, :
رباط يوم وليلة خير من صيام شهر وقيامه وإن مات جرى عليه عمله الذي كان يعمله وأجري عليه رزقه وأمن الفتان
“Ribath sehari semalam itu lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan. Dan jika ia mati mengalirlah pahala amal yang ia lakukan itu, rizkinya dialirkan kepadanya, dan ia pun aman dari fitnahnya juru penanya”.
6. Menuntut ilmu syar’i. Rasulullah saw bersabda dalam hadits yang shahih,:
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة
“Barang siapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu Allah memudahkan baginya jalan menuju syurga”.
Dalam sabda yang lainnya yang juga shahih: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan untuknya maka Allah faqihkan ia dalam agama”.
7. Rajin amal shalih. Seorang muslim yang rajin beramal shalih sangat mungkin saat ajal menjemputnya pun ia sedang melakukan kesalihan. Dengan begitu insya Allah ia dapatkan husnul khatimah. Lagi pula kesaksian masyarakat kaum muslimin yang adil terhadap suatu jenazah bahwa ia baik, maka hal itu pun menandakan husnul khatimahnya pula. Rasulullah saw dalam hadits shahih bersabda,:
( ما من مسلم يموت فيشهد له أربعة من أهل أبيات جيرانه الأدنيين أنهم لا يعلمون منه إلا خيرا إلا قال الله تبارك وتعالى : قد قبلت قولكم أو قال : بشهادتكم وغفرت له ما لا تعلمون )
“Tidaklah seorang muslim mati, lantas ada empat orang dari penghuni rumah-rumah tetangganya terdekat yang bersaksi bahwa mereka tiada melihat darinya kecuali kebaikan melainkan Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: “Telah Aku terima pernyataan kalian, atau kesaksian kalian, dan Aku telah ampunkan untuknya apa yang tiada kalian ketahui”.
8. Menirukan ucapan muadzdzin, lantas membaca doa yang diajarkan Rasulullah saw setelah mendengar adzan. Sabda Rasulullah saw,: “Maka ia akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat”. Tentu ini juga berita gembira menuju khusnul khatimah. Adapun doa itu berbunyi sbb:
اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته.
Adapun lebih lengkapnya, setelah menirukan bacaan adzan, (kecuali pada bacaan hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falaah, maka diikuti dengan bacaan: laa haula walaa quwwata illaa billah), lantas membaca shalawat Nabi saw, dan setelahnya membaca doa di atas, kemudian ditutup dengan doa untuk dirinya yang ia sukai.
9. Rajin sedekah, menebarkan salam dan gemar shalat malam. Sabda Rasulullah saw alam sebuah hadits shahih:
أفش السلام وأطعم الطعام وصل الأرحام وقم بالليل والناس نيام وادخل الجنة بسلام
“Tebarkan salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan, dan masuklh syurga dengan ucapan selamat”. ‌
10. Tidak meminta-minta kepada manusia meski ia butuh. Rasulullah saw bertanya:
من يكفل لي أن لا يسأل الناس شيئا وأتكفل له بالجنة؟ فقال ثوبان أنا فكان لا يسأل أحدا شيئا
“Siapakah yang menjamin kepadaku bahwa ia tidak akan meminta sesuatu kepada manusia dan aku akan menjaminnya syurga untuknya?” maka berkatalah Tsauban: “Saya”. Maka iapun tiada meminta sesuatupun kepada siapapun (selain Allah)”
.
11. Membaca ayat kursi setiap usai shalat wajib. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits shahih:
من قرأ آية الكرسي دبر كل صلاة مكتوبة لم يمنعه من دخول الجنة إلا أن يموت . ‌
“Barang siapa yang membaca ayat kursi usai shalat wajib maka tak ada yang menghalanginya dari masuk syurga selain maut.”
Resep Hidup Mulia dari Nabi saw.
Rasululah saw adalah orang yang mulia. Bahkan beliaulah orang termulia sepanjang zaman. Kemuliaan itu diperolehnya karena iman dan takwa yang teguh tertancap di dalam dada. Iman dan takwa yang tidak tunduk oleh cemoohan dan hinaan. Tidak takhluk permusuhan dan tak tekecoh oleh rayuan dan godaan. Tidak goyah oleh kehidupan masa lalu sebagai anak yatim yang hidup di kalangan Badui, dipungut oleh sang kakek, kemudian sang paman, hidup sebagai penggembala kambing. Semua itu bukan penghalang bagi beliau untuk tetap hidup mulia jauh dari perkara-perkara hina dan sia-sia.
1.      Islam, Iman dan Takwa. Islam adalah agama yang dipeluknya. Iman berarti dalam arti keyakinan hati, dan takwa dalam arti amalan menunaikan perintah dan menjauhi larangan. Dengan Islam iman dan takwa itulah seseorang mendaki jalan kemuliaan. Semakin jauh ia meniti tangga itu maka semakin tinggi derajat kemuliaannya. Nabi bersabda, : ” Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya.” Dan demi memahami hakekat yang seperti itu, Umar bin Al Khaththab berkata, “Kita adalah suatu kaum yang Allah jadikan kemuliaan kita di dalam agama Islam. Bagaimanapun kita mencari kemuliaan selain darinya maka Allah akan menghinakan kita.” Dan dengan keimanan dan ketakwaan pula, seorang yang pernah diperbudak oleh orang yahudi disebut sebagai bagian dari keluarga beliau saw. “Salman adalah bagian dari kami ahlul Bait.” Allah berfirman, “Janganlah kalian merasa hina dan bersedih hati, sedang kalian adalah orang-orang yang mulia jika kalian beriman.”
2.      Orang yang mulia gemar memaafkan kesalahan orang. Memafkan bukan karena tidak sanggup untuk membalas. Namun memaafkannya di saat ia kuasa untuk menjatuhkan hukuman balasan. Kita tahu bahwa Rasulullah saw dan para shahabatnya diusir dari rumah dan kampung halaman mereka. Namun saat Rasulullah saw menguasai mereka dengan futuhnya Mekkah ke tangan kaum muslimin Rasulullah saw bukannya membalas permusuhan dan kebencian mereka dengan pembalasan yang setimpal. Justru yang diucapkan oleh Beliau saw adalah apa yang diucapkan Yusuf as kepada saudara-saudaranya yang dulu pernah memasukkannya ke dalam sumur.
Menegaskan bahwa kemuliaan itu membuka pintu maaf ada baiknya penulis sampaikan kisah berikut. Seorang laki-laki badui menghadap Rasulullah saw menanyakan, apakah kelak yang akan melakukan hisab di akherat hanya Dzat yang maha mulia saja tanpa ada yang lainnya? Beliaupun mengiyakannya. Orang badui yang faham akan arti sifat kemuliaan itu mengatakan, “Jika demikian urusan akan menjadi mudah. Karena yang mulia jika menghisab maka akan mengampuni.”
1.      Orang mulia gemar berbuat mulia. Terutama terhadap orang-orang yang lemah. Kaum wanita adalah kaum lemah dibanding kaum adam. Maka sudah sepantasnya jika kaum laki-laki berkewajiban mengayomi, melindungi dan memuliakan kaum wanita. Mereka adalah ibu, anak, saudari, bibi, nenek, cucu dari kaum laki-laki. Boleh jadi diantara mereka adalah guru atau murid kita juga. Maka Nabi saw bersabda, “Tidaklah seseorang memuliakan wanita melainkan ia adalah orang yang mulia. Dan tidaklah seseorang menghinakan kaum wanita melainkan ia adalah orang yang tercela.”
2.      Orang yang mulia menghindarkan diri dan berpaling dari orang-orang bodoh dan kaum musyrikin. Ia berteman hanya dengan orang-orang yang shaleh dan beriman. Dari itu Rasulullah saw diperintah berpaling dari mereka yang jahil dan musyrik. Beliaupun juga bersabda, “Seseorang itu berada dalam agama teman dekatnya…” Beliau hijrah pun untuk terpisah dengan orang-orang jahiliyah dan musyrik Mekkah ke negerinya orang-orang beriman di Madinah.
1.      Meninggalkan perbuatan yang sia-sia. Itulah tanda kebaikan keislaman seseorang yang sekaligus sebagai tanda kemuliaannya. Ia tidak menyia-nyiakan umurnya berlalu tanpa makna. Sabda beliau saw, “Min husni Islamil Mar-I tarkuhu maa laa ya’niyhi.”
1.      Gemar melakukan shadaqah. Sikap dermawan disebut sebagai al karom. Orang yang gemar bersedekah di sebut al kariim. Al kariim itu sendiri bermakna orang yang mulia juga. Dari itu adalah suatu hal yang tak terpisahkan jika Rasulullah saw adalah orang termulia, maka beliaupun adalah orang yang paling dermawan pula (ajwadannaas). Terlebih-lebih di saat bulan Ramadhan. Di sisi lain beliaupun makan dari hasil kerja sendiri, zuhud terhdap apa yang ada pada manusia, tamak terhadap apa yang di sisi Allah swt, haram menerima sedekah, halal menerima hadiah. Itulah sebaik-baik teladan. Karena tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah. Sedekah diberikan oleh yang berada untuk yang papa. Adapun hadiah, maka hanya diberikan untuk orang-orang yang berprestasi lagi mulia.
1.      Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum itu”. Di satu sisi kita yakin orang Islam adalah orang mulia. Ia tak perlu merasa hina di hadapan orang kafir. Ia juga tidak perlu meniru-niru budaya mereka. Karena meniru-niru itu bagian dari ketakjuban dan yang pengakuan akan kekurangan dan kelemahan diri. Lantas di mana letak keislaman kita, dimana peran iman dan takwa kita sehingga kita merasa perlu mengekor terhadap budaya-budaya mereka. Kita akan kalah dan akan menjadi bagian dari mereka manakala setiap apa yang mereka kerjakan kita menirunya.
1.      Orang yang mulia , akan berkata dengan perkataan yang mulia. Dan jika diam adalah emas permata, maka baginya bicara yang baik, menyampaikan dakwah dan nasehat jauh lebih berharga darinya. Ia tak akan rela membiarkan kemungkaran di sekitarnya. Kemungkaran dan kemaksiatan baginya adalah kehinaan. Membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah pertanda kosongnya iman. Orang yang mendiamkan kemungkaran di depan matanya dalam bahasa Nabi saw tak ubahnya syetan yang bisu. Sikap pengecut seperti itu berlawanan dengan kemuliaannya. Kemuliaannya itulah yang akan membawa kepada berbagi kemuliaan kepada sesama. Dari itu orang kaya yang mulia berbagi harta kepada sesama juga. Maka orang yang kaya dengan iman dan ilmu pun akan berbagi nasehat kepada sesama juga. Dan orang yang mulia adalah orang-orang jika berbicara maka keluarlah untaian-untaian mutiara petuah dan nasehatnya. Seruan-seruan menuju kebenaran dan kebaikan serta dakwahnya.
Wa man ahsanu qaulan mimman da’aa ilallaahi wa ‘amila shaalihan wa qaala innaniy minal muslimiin.
Semangat buat bisa mencontoh sifat Rasulullah makin menggebu!!!
\
Subhanallah, air mata ini tak bisa tertahan saat mendengar dan membaca kisah-kisah khusnul khotimah.  Betapa indah detik-detik perjumpaan mereka dengan Rabbnya..
*****
Malam jumat kemarin, saat mendengarkan kajian, Sang ustad menceritakan dua kisah Khusnul Khotimah yang menggetarkan hati..
*****
Yang Pertama, Beliau (Ustad) bercerita bahwa saat itu dia bersilaturahmi dengan orang yang biasa ditemuinya.  Orang ini dikenal tidak pernah sholat.  Meskipun berulang kali diajak sholat, belum juga dia mau sholat.  Namun sang ustad tidak bosan mengajaknya untuk sholat. Sampai suatu hari saat sang ustad mengajaknya sholat, dia menjawab "Dua hari lagi ustad!!".  Maka saat keesokan hari ditanya lagi, laki-laki itu pun menjawab; "besok ustad!"
Akhirnya laki-laki itu memenuhi janjinya untuk sholat.  Saat beberapa hari kemudian diingatkan oleh sang ustad, orang tersebut mengatakan bahwa beliau sudah sholat.  Kemudian begitu pula saat ditanya di waktu berikutnya, laki-laki itu pun menjawab "Masih jalan sholatnya Ustad!"
betapa kaget sang Ustad, karena seminggu kemudian orang tersebut didapati meninggal dalam keadaan sholat.
Subhanallah, 
Sebagaimanapun kelam kehidupan seseorang, bahkan orang itu bukan kyai/ ustad, namun ketika Allah menghendaki khusnul khotimah baginya, mudah bagi Allah menjadikannya melakukan amal terbaik di akhir hidupnya.
Pelajaran bagi kita:jangan pernah lelah mengajak orang lain melakukan kebaikan, dan ikhlaskanlah hal itu hanya karena Allah.
*****
Kisah kedua
Pada suatu hari ketika sang Ustad bersilaturahmi, tiba-tiba  baru berselang dua menit, sang tuan rumah sakit kepala hebat.  Sedemikian parahnya sakit kepala itu hingga sang empunya rumah langsung di bawa ke runah sakit.
Setelah diperiksa dengan baik, dokter yang memeriksa bertanya kepada sang Ustad, haruskah diberitahukan kepada pasien bila  dia mengidap kanker  otak dan umurnya tinggal 2 hari lagi?  Sang Ustad pun menganjurkan untuk mengatakan sejujurnya  kepada pasien.
Respon bapak itu sungguh sangat mengejutkan karena beliau justru bersyukur.  Ketika ditanya, beliau pun menjawab " Saya sanggat rindu kepada Allah, dan kemudian sebentar lagi akan tiba saatnya bertemu denganNya, bagaimana saya tidak bahagia?" 
Karena vonis dari dokter umur bapak tersebut tinggal dua hari, maka keluarganya pun berusaha membahagiakan ayah, suami dan keluarga mereka itu.  Hari terakhir berdasarkan vonis dokter, seluruh keluarganya telah berkumpul di kamar rumah sakit....
Bapak tersebut kemudian meminta maaf kepada kedua orang tuanya, kepada istrinya, kepada anaknya, seraya berpamit kepada mereka semua.  Beliau meminta anak terakhirnya untuk menjaga istrinya.  Tak pelak lagi, keluarganya pun menangis..
Kemudian beliau menuju tempat tidurnya, menaiki ranjang, dan berbaring
Beliau mengucap dua kalimat syahadat
Kemudian beliau menemui Rabbnya yang telah sangat dia rindukan.
---------
Sungguh dia bukan kyai atau ustad!, dia hanya pedagang dan dia hidup di jaman ini.  Lantas bagaimanakah kesehariannya?  Selain sebagai pedagang yang jujur dan sholeh..
Orang tuanya tidak pernah dikecewakan olehnya.  Semua yang diminta akan dipenuhi selama tidak melanggar akidah dan syariah
Istrinya sangat puas dan tidak pernah dikecewakan/ disakiti olehnya
Yang tertanam pada hati sang anak hanyalah kebaikan dan keteladaan sang ayah.  Dia bercerita bahwa ayah tidak pernah menyuruh yang dapat memberatkan anaknya, karena beliau khawatir bila anaknya tidak mampu memenuhi perintahnya akan jatuh dalam dosa durhaka.  Sang anak bercerita bahkan ayahnya tidak mau meminta tolong diambilkan minum, malah justru sang ayah yang sering menolong anaknya mengambil minum.
Tetangganya pun menuturkan keutamaan Bapak tersebut bagi mereka.  Saat beliau lewat terasa teduh, meski todak tampan, tidak kaya, namun terasa hangat.  
Beliau seorang yang tulus, saat dia berkata "assalamu'alaykum" maka yang diajak bicara pun akan merasakan bahwa mereka akan selamat hari itu,  Saat dia berkata " Semoga sukses ya hari ini" maka orang yang diajak bicara pun benar-benar merasakan bahwa insyaAllah dia akan sukses hari itu karena telah didoakan dengan tulus oleh Bapak tersebut.
*****
Subhanallah
Mereka hidup di jaman ini,
dekat dengan kita,
mari teladani kebaikan mereka
Semoga kita pun mendapatkan indahnya detik-detik perjumpaan dengan Allah,
Khusnul Khotimah
amiin
U
afwan, mohon untuk tidak copas artikel ini karena saya tidak mampu menyebutkan detail ceritanya seperti dituturkan narasumber. Wallahu'alam bishowab.
Kajian Asmaul Husna_MQFM 8-July-10
*****
Untuk saudara-saudara kita yang sholeh dan sholehah, tetaplah kita memohon keistiqomahan di jalan Allah, memohon ampun dan khawatir bila amal kita tidak diterima. Untuk saudara kita yang masih belum beranjak dari khilafnya, optimislah bahwa ampunan Allah seluas langit dan bumi.  Jangan pernah lelah meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar mengajak mereka kembali ke jalan yang Allah ridh
Wahai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada TuhanMu dengan hati ridha dan diridhaiNya
Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu
dan Masuklah kedalam surgaKU
[QS. Al Fajr:27-30]
sepanjang-panjang hidup di dunia, tetap akan ada akhirnya [ada ujungnya]
Bersiap-siaplah menuju gerbang akherat....karena ajal datang dengan tiba-tiba.

Kalau banyak jalan menuju syurga, mengapa susah-susah mencari jalan ke neraka?
Doa yang semestinya kita panjatkan setiap saat:
"Ya Allah, jadikanlah langkah-langkah hidup kami menjadi bagian dari perjalanan kami menuju surgaMu"

Setiap langkah hidup kita adalah peristiwa yang tergores menjadi sejarah hidup
Setiap peristiwa adalah bagian dari perjalanan qita menuju neraka atau menuju surga....just two choice...
Perjalanan manusia menuju surga atau neraka dibagi menjadi 4 golongan:
1. Bisa jadi perjalanan qita menuju syurga dipenuhi taburan bunga-bunga indah menyenangkan
2. Bisa juga jalan menuju surga adalah jalan yang tidak menyenangkan karena kita harus melewatinya penuh perjuangan dan pengorbanan.
3. Ada yang perjalanan ke nerakanya bertaburan bunga-bunga keindahan
4. Sebagian yang lain menjumpai perjalanan ke nerakanya dipenuhi jurang merintang yang tidak menyenangkan.

" Bukalah mata hati agar qita selalu menemukan jalan menuju surga di balik peristiwa"
"Jalan menuju surga hanya bisa ditemukan oleh orang-orang yang nafsunya sudah muthmainnah"

Nafsu yang muthmainnah ciri-cirinya antara lain:
1. Nafsu yang mengimani pertemuan dengan Allah
2.Takut kepada Alllah swt..maksudnya takut akan adzab -NYa
3. Ridha dengan semua ketentuan Allah
4.Merasa cukup dengan pemberian Allah
5. Merasa tenang karena percaya [dengan jaminan] Allah
6. Selalu merasa diawasi oleh Allah
7. Cemas, kalo sampai Allah melihat diri kita dalam keadaan yang tidak disukai oleh-Nya
8. Selalu berusaha menambah tingkat [kedekatan dengan Allah Taala]
9. Sidqiqul istilam
10. Bersegera seketika itu juga menjalankan perintah-Nya..
.... tidak pernah menunda-nunda shalat.... tapi selalu menunggu datangnya adzan sholat....
.... menyegerakan segala perintah Allah swt.

Ingatlah bahwa Negeri akherat lebih baik daripada dunia yang fana ini
padahal kehidupan akherat itu lebih baik dan lebih kekal  [QS. Al Ala:17]


Sahabat Hikmah…
Ramadhan sudah masuk 10 hari terakhir,
Marilah kita meningkatkan amal ibadah kita, terutama  dengan beri’tikaf di masjid
Karena PENYESALAN …ternyata bukan hanya milik orang yang meninggal secara SU’UL KHOTIMAH karena amal buruknya,
Orang yang meninggal secara KHUSNUL KHOTIMAH pun bisa menyesal karena amal baiknya merasa belum maksimal.
Untuk itu marilah kita baca kembali kisah hikmah yang pernah di posting KKH berikut:
ANDAIKATA LEBIH PANJANG LAGI…ANDAIKATA YANG MASIH BARU…ANDAIKATA SEMUANYA…
Seperti biasa ketika hari Jum’at tiba para kaum lelaki berbondong-bondong menunaikan ibadah Sholat Jum’at ke Masjid, ketika itu ada seorang Sahabat sedang bergegas menuju ke Masjid, di tengah jalan berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya, lalu sahabat ini dengan sabar dan penuh kasih membimbingnya hingga tiba di masjid.
Pada hari yang lain ketika waktu menjelang Shubuh dengan cuaca yang amat dingin, Sahabat tersebut hendak menunaikan Jama’ah Sholat Shubuh ke Masjid, tiba-tiba ditengah jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan, kebetulan Sahabat tadi membawa dua buah mantel, maka ia mencopot mantelnya yang lama untuk diberikan kepada lelaki tua tersebut dan mantelnya yang baru ia pakai.
Pernah juga pada suatu ketika Sahabat tersebut pulang ke rumah dalam keadaan sangat lapar, kemudian sang istri menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging, namun tiba-tiba ketika hendak memakan roti yang sudah siap santap untuk dimakan tadi datanglah seorang musafir yang sedang kelaparan mengetuk pintu meminta makan, akhirnya roti yang hendak beliau makan tersebut dipotong menjadi dua, yang sepotong diberikan kepada musafir dan yang sepotong lagi beliau memakannya.
Maka ketika Sahabat tersebut wafat, Rosulullah Muhammad SAW datang, seperti yang telah biasa dilakukan beliau ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.
Kemudian Rosulullah berkata,” Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?”
Istrinya menjawab, “Saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal”
“Apa yang di katakannya?”
“Saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum wafat, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong.”
“Bagaimana bunyinya?” desak Rosulullah.
Istri yang setia itu menjawab, suami saya mengatakan “Andaikata lebih panjang lagi……andaikata yang masih baru..….andaikata semuanya…….” hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?”
Rosulullah tersenyum.”sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,”ujar beliau. Jadi begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan betapa luar biasanya pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan lebih panjang lagi”. Maksud suamimu, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar lagi.
Ucapan lainnya ya Rosulullah?” tanya sang istri mulai tertarik. Nabi menjawab,”adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Coba andaikan yang masih baru yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi”.Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?” tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,”Ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba- tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu.
Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ‘ kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda.
Sahabat Hikmah…
Orang yang BERAMAL BAIK saja dia MENYESAL di AKHIR HAYATNYA…
Bagaimanakah dengan orang yang selama hidupnya BERAMAL BURUK?
Dan janganlah kita MENYESAL karena amal baik kita kurang MAKSIMAL…
Maka marilah BERMUJAHADAH untuk beramal di pengujung  bulan Ramadhan dengan lebih giat lagi
Seperti Rasulullah, di setiap 10 hari terakhir beliau lebih giat beribadah dengan beri’tikaf,
Menghidupkan malamnya untuk sholat, tilawah, berdzikir dan berdo’a
Bahkan beliau ber’tikaf 20 hari pada Ramadhan sebelum beliau wafat.
Sahabat Hikmah…
Itu Rasulullah yang maksum…
Bagaiamana dengan kita yang masih membutuhkan banyak amal…
Untuk memberatkan timbangan amal di ‘Hari Pengadilan’…
Untuk menghapus dosa-dosa yang terus menggunung…
Marilah bergegas, tinggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat…
Perbanyak tilawah Al Quran, Dzikir setiap saat, Sholat Taraweh, bersedekah, memberi makan takjil dsb…
Karena Ramadhan adalah bulan OBRAL pahala,
Bulan penuh rahmat, berkah dan ampunan Allah subhanahu wa ta’ala
Karena kita semua tidak tahu apakah tahun depan masih bisa berjumpa Ramadhan kembali
Sahabat Hikmah…
Amal ibadah kita bukan untuk keperluan Allah…Tetapi untuk kepentingan kita sendiri
Allah tidak membutuhkan peribadatan kita…
Kita yang membutuhkan ampunan dan rahmat-Nya
Agar kita selamat di akhirat nantinya…
Allah berfirman (yang artinya) : “Jika kamu BERBUAT BAIK (berarti) kamu berbuat baik BAGI DIRIMU SENDIRI dan jika kamu BERBUAT JAHAT, Maka (kejahatan) itu BAGI DIRIMU SENDIRI”. (Al-Isra:7)
Selamat bermujahadah dalam beribadah Ramadhan…
Wassalam
 O.F.A
Dia yang hadirannya pasti, dan tidak siapapun orangnya mampu bersembunyi, tetapi kebanyakan manusia lupa, adalah KEMATIAN sang pemutus nikmat "qothii'un ni'mah". Allah SWT. firman Allah SWT:

أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلًّ مِّنْ عِندِ اللّهِ فَمَا لِهَـؤُلاء الْقَوْمِ لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً
“Di mana saja kamu berada, niscaya kematian akan menemukanmu, walaupun kamu bersembunyi di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS. An-Nisa`: 78).
Jikalau maut telah menjemput, sirna juga seluruh harapan, hancur cita-cita, tiada berguna harta dan jabatan yang selama hidup kita timbun ; kita bangga-banggakan, bahkan anak dan istri yang sangat kita cintai hanya mampu menghantar mayat sebatas liang lahat, setelah jasad ditimbun, selanjutnya kitapun dilupakan. Sungguh malang nasib manusia, jika bekal tidak ada. Padahal perjalanan yang akan ditempuh amat sangat panjang dan menakutkan. Karena setelah kematian.....kita memasuki episode kehidupan baru. Hidup dalam nuansa yang berbeda, yang dimana nilai rupian dan semua mata uang tidak berlaku. Hanya bekal yang pernah kita kumpulkan selama episode sebelumnya, yakni kehidupan di dunia yang mampu menyelamatkan kita dari ancaman yang pernah dijanjikan Allah SWT sebelumnya. Bekal itu adalah amal sholeh. Amal yang niatnya mengharap keridhoan Allah SWT, dan sesuai dengan tuntunan kanjeng Rosul SAW. Maka menurut manusia mulia 'Muhammad SAW'. orang yang cerdik, yang pandai , yang cerdas adalah mereka yang senantiasa banyak mengingat dan mempersiapkan bekal setelah kematian.
Ibnu Umar ra. berkata, “Aku datang menemui Nabi SAW. bersama sepuluh orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’.  (HR Ibnu Majah). Nabi SAW menyebut orang  yang ingat kematian dan mempersiapkannya itu sebagai orang cerdas, sebab orang seperti itu mengetahui hakikat hidup, dan mengindar dari tipuan daya syetan dalam kehidupan. Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam bukunya Tanbih al-Mughtarin menyebut bahwa mengingat-ingat mati pada setiap langkah perbuatannya adalah salah satu karakter para salafuna sholih. Ketika setiap perbuatannya disertai mengingat mati, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan tujuan mencari ridla Allah. Imam al-Qurtubi menyebutnya orang yang benar-benar cerdas itu adalah orang yang tidak pernah melupakan sesuatu yang pasti dan mem persiapkan untuk hal-hal yang pasti.
          Rasulullah SAW bersabda: "Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelazatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).
Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa, hadist Nabi SAW tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang mengingat mati dengan benar pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa sakaratul maut itu sungguh ujian yang dahsyat. Allah SWT berfirman mengenai sakaratul maut ini:

 ُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُو
"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluar-kanlah nyawamu". (QS. Al-An'am: 93).
Begitulah bagaiman maut itu menjemput orang dzalim. Seperti kulit terkelupas secara pelan-pelan dari ujung kaki hingga kepala. Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani mengatakan, saat kalimat kematian dan sakatul maut itu disebut, para salafus sholih bergetar hatinya, bulu kuduknya berdiri membayangkan bagaiman hal itu akan terjadi pada dirinya suatu saat nanti. Tetesen air mata langsung jatuh bercucuran dari kedua matanya, memohon kepada Allah agar mengakhirkannya dengan khusnul khotimah dan dimudahkan dalam sakaratul maut. Pada hakekatnya orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat kerusakan menandakan dirinya lupa bakal mengalami kematian. Imam ad-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (Imam al-Qurtubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).
          Akan tetapi kekayaan dan  kesuksesan seringkali membuat sebagian orang lupa bahwa dia tidak akan selamanya hidup di dunia. Hingga tidak sedikit dari mereka yang hidupnya diisi oleh hal-hal yang kurang bermanfaat sehingga lupa bahwa setiap detik yang ia lewati sebenarnya sangat berharga, karena waktu yang telah lewat tidak akan pernah bisa kembali lagi. Ketika seorang manusia melalaikan waktu hidupnya di dunia dengan hal-hal yang tidak berguna dan bahkan berbuat dosa, pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tidak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah SWT mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”
Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”
          Coba tanyakan pada diri kita dengan jujur, seberapa banyak kita mengingat kematian dalam hidup kita? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Jika kenyatannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat kematian di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita, maka segeralah ubah hal tersebut, karena kita tidak pernah tahu, kapan kematian bertandang.
Apa kita mau disaat kita dalam keadaan lalai, kematian datang menjemput?
Karena mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem dari berbuat maksiat, juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk dapat menaklukan dan mengendalikan hawa nafsu. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini : “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi) Ya Allah yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan,  wafatkanlah kami dalam keadaan husnul khâtimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan sûul khâtimah, amin.
ika merujuk lagu Slank era pertengahan 1990-an “Kecil disuka dan muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga” sempurna sudah hidup seorang manusia dengan akhir yang khusnul khotimah.

Jalan menuju surga jika merujuk para ulama sederhana taat dan berserah diri kepada NYA. Berat memang bagi manusia tak disiplin, dan mendaki bagi manusia yang bebal.

Tidak sedikit manusia mencari jalan surga dengan beragam cara intinya meningkatkan iman dan takwa. Tetapi saya berfikiran ada cara yang paling enak mungkin hamper menyerupai lirik lagu Slank yakni menjadi pemimpin. Sesungguhnya pemimpin seperti apa itu? Saya suguhkan sebuah sejarah khalifah islam Umar Bin Abdul Aziz.

Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716 M. Ia di bai’at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.

Gajinya selama menjadi khalifah hanya dua dirham perhari 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit.

Menjelang wafat Sulaiman berwasiat dalam suratnya kepada penasehat kaerajaan bahwa Umar bin Abdul Aziz yang ia tunjuk sebagai khalifak karena dinilai jujur, sederhana dan berani dalam menegakkan kebenaran tetapi wasiat itu tanpa diketahui oleh kalangan petinggi kerajaan lain termasuk keluarga istana.

Usai wafatnya Sulaiman seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, “Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini”.

Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki”.

Di hadapan rakyat sesaat setelah dibaiat ia berkata, ”Saudara-saudara sekalian, saat ini saya batalkan pembaiatan yang saudara-saudara berikan kepada saya, dan pilihlah sendiri Khalifah yang kalian inginkan selain saya.” Umar ingin mengembalikan cara pemilihan kekhilafahan seperti yang diajarkan Nabi, bukan diwariskan secara turun-temurun. Tapi, rakyat tetap pada keputusannya: membaiat Umar bin Abdul Aziz.


Namun ummat tetap memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, ketika menerima amanah tersebut Umar beberapa kali pingsan karena takut akan azab Allah bila ia gagal memimpin.

Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.

Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, “Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?”.

Umar menjawab, “Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini”.

“Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?”, Tanya anaknya ingin tahu.
Umar membalas, “Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat”.


Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”

Setelah tugas mengurusi jenazah selesai langkah pertama yang akan dia ambil sebelum memimpin ummat adalah mendatangi istri ada dua tawaran yang ia berikan kepada istri pertama menjualkan semua perhiasan lalu menyerahkannya ke baitul mall (kas negara) atau bercerai darinya.

Sebagai istri yang solehah dan takut kepada Allah sang istri memilih tawaran pertama. Hal yang sama juga ia lakukan terhadap anak-anaknya dengan pilihan jika menolak maka silahkan keluar dari rumah.

Ia beranggapan bahwa istri dan anaklah yang akan mengantarkannya ke neraka jika ia tidak menegaskan hal tersebut secara awal sebelum ia memimpin.

Setelah menjadi khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :
merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal.


Selanjutnya, memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga khalifah
menghapuskan pegawai pribadi bagi khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal pribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.


Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas alQuran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian duduk dan menangis “Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku” sambung Umar Ibn Abdul Aziz..

Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.

Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh dua tahun lima bulan lima hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada siapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.

Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak biasa dilakukan arja-raja Dinasti Umayyah sebelumnya.

Para petugas protokoler kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar mengisahkan, ”Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata, ’Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini saja (hewan tunggangan).’”

’Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.

Yunus bin Abi Syaib berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.”

Abu Ja’far al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, ”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?” Abdul Aziz menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi, ”Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.”

Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?” Fathimah menjawab, ”Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.”

Ketika shalat Jum’at di masjid salah seorang jamaah bertanya, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?” Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”

Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, ’Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin.” ’Amr bin Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua dirham.”

Umar bin Abdul Aziz pun pernah memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul Malik, yang memiliki banyak perhiasan pemberian ayahnya, Khalifah Abdul Malik. ”Wahai istriku, pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke Baitul Maal atau kamu izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak suka bila aku, kamu, dan perhiasan ini berada dalam satu rumah.” Fathimah menjawab, ”Saya memilih kamu daripada perhiasan-perhiasan ini.”

’Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin makan apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi apel yang diinginkan. Lalu Umar berkata, ”Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.”

Suatu ketika Abdul Malik, putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah swt. di hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, ’Mengapa engkau melihat bid’ah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi engkau tidak menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat?’”

Umar menjawab, ”Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan semoga Allah memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya kaummu melakukan perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku melakukan pembasmian terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa aman bahwa tindakanku itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta mereka akan menghujatku. Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada munculnya pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak rela jika datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bid’ah dan menghidupkan Sunnah?”

Malik bin Dinar berkata, ”Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para penggembala domba dan kambing berkata, ”Siapa orang saleh yang kini menjadi Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba kami.”

Surat dari Raja Sriwijaya
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul-Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:

Dari Rajadiraja…; yang adalah keturunan seribu raja … kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.

Diramu dari beragam sumber dan refrensi

 Salam,

Tazkirah hari ini mengajak kita semua agar mengingati mati. Pelbagai persediaan harus kita lakukan setiap masa dan ketika untuk menghadapi kematian, agar kematian yang kita ingini insya Allah tercapai, iaitu Husnul Khatimah (penyudahan yang baik). 
Ada yang bertanya, 'khatimah' itu apa, ya? Disebabkan pertanyaan inilah, saya usahakan artikel ini. Semoga dapat memberi walau sedikit manafaat kepada kita semua.

Husnul khatimah bermaksud berakhimya kehidupan manusia di dunia dengan kesudahan yang baik sebaliknya su’ul khatimah iaitu berakhirnya kehidupan manusia sebagai penyudah yang buruk. Keadaan seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, kerana balasan baik dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada keadaan ketika saat tutup usianya, sebagaimana dalam hadit yang shahih iaitu, 
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.”(Hadis riwayat Bukhari dan selainnya)

Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang soleh sangat risau akan kesudahan hidupnya. Mereka melakukan amal soleh tanpa putus, merendahkan diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan firman Allah SWT yang bermaksud, 
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri).” (Surah ali-‘Imran, ayat 102)

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadis dalam shahih-nya, dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiallahu anhu, dia mengatakan,
 “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah laksana satu hati, Allah membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya,’ kemudian baginda SAW berdoa: ‘Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan-Mu.’”

Itulah pentingnya keadaan yang menutupi penghujung usia. Sementara itu, keadaan seseorang pada detik-detik terakhir kehidupan ini, tergantung amal perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang berbuat baik di saat waktu dan usianya memungkinkan, maka insya Allah akhit hidupnya baik. Dan jika sebaliknya, maka sudah tentu keburukan yang akan menimpanya. Allah SWT tidak akan pernah menzaliminya, meskipun sedikit. Mengingat pentingnya masalah ini dan keharusan memperhatikannya, maka dengan memohon kepada Allah SWT, marilah kita sama-sama renung-renungkan artikel ini sebagai peringatan kepada kita semua.

Husnul Khatimah

Husnul Khatimah adalah pengakhiran yang baik, iaitu seorang hamba, sebelum meninggal, ia diberi taufik dan hidayah untuk menjauhi semua yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah SWT. Dia bertaubat dari dosa dan maksiat, serta semangat melakukan ketaatan dan perbuatan-perbuatan baik, hingga akhirnya dia meninggal dalam keadaan ini. Ini berdasarkan hadis shahih dari Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda, 
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya, “bagaimana Allah akan memanfaatkannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Allah akan memberikannya taufik untuk beramal soleh sebelum dia meninggal.” (Hadis riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkan al Hakim dalam Mustadrak)

Husnul khatimah memiliki beberapa tanda, di antaranya ada yang diketahui oleh hamba yang sedang sakaratul maut, dan ada pula yang diketahui orang lain. Tanda husnul khatimah, yang hanya diketahui hamba yang mengalaminya, iaitu diterimanya khabar gembira saat sakaratul maut, berupa redha Allah sebagai anugerah-Nya. Allah Ta’ala berfirman, 
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):’Janganlah kamu merasa takut dan jenganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Surah Fushshilat, ayat 30)

Khabar gembira ini diberikan saat sakaratul maut, dalam kubur dan ketika dibangkitkan dari kubur. Sebagai dalilnya, sabda Rasulullah SAW yang bermaksud,
“Barangsiapa yang suka bertemu Allah, maka Allah pun suka untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun benci untuk bertemu dengannya”. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Nabi Allah! Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? Kita semua benci kematian?” Rasulullah SAW menjawab, “Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi khabar gembira tentang rahmat dan redha Allah serta Syurga-Nya, maka ia akan suka bertemu Allah. Dan sesungguhnya, orang kafir, apabila diberi khabar tentang azab Allah dan kemurkaan-Nya, maka ia akan benci untuk bertemu Allah dan Allah pun membenci bertemu dengannya.”

Mengenai hadis ini, al Imam al Khatthabi mengatakan, “Maksud dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, iaitu ia lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Kerananya, ia tidak senang tinggal terus menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna kebencian adalah sebaliknya.”

Menurut Imam Nawawi pula, “Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima lagi. Ketika itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang nazak (proses pengambilan nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”

Penyebab Husnul Khatimah

Faktor terpenting penyebab husnul khatimah, yang pertama, iaitu melakukan ketaatan dan bertakwa kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi hal-hal yang diharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya. Tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik besar mahupun syirik kecil. Allah SWT berfirman yang bermaksud, 
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Surah an-Nisaa’ ayat 48)

Keduanya, hendaknya berdoa kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh agar ditamatkan riwayat kita dalam keadaan beriman dan bertakwa.

Ketiga, hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki diri, secara lahir dan batinnya, niat dan maksudnya diarahkan untuk memperbaiki diri. Ketentuan Allah di ala mini telah berlaku. Allah memberikan taufik kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan mengokohkannya di atas al haq serat menutup amalnya dengan al haq itu.

Doa dijadikan Husnul Khatimah

Sebaik-baik umur adalah yang dipanjangkan umur tetapi penuh dengan taat kepada Allah dan amal soleh. Seburuk-buruk umur adalah yang panjang umurnya tetapi penuh dengan dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Orang yang akan selamat di alam akhirat adalah yang selamat di alam kubur. Orang yang selamat di alam kubur adalah orang yang selamat ketika di akhir hidupnya.

Akhir hidup yang baik sulit didapat jika kita sehari-harinya tidak taat kepada Allah dan taat kepada Rasul. Oleh kerana itu, supaya akhir hidup kita menjadi baik (husnul-khatimah) maka mulai sekarang kita harus menjadi orang yang taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan selalu beramal soleh. Orang yang doanya akan dimakbul oleh Allah adalah mereka yang beriman, taat, mengamalkan sunnah Rasul, banyak beramal saleh, banyak berjasa kepada orang lain dan menjauhi dosa dan maksiyat kepada Allah. Mintalah kepada Allah untuk akhir hidup kita yang baik dengan doa-doa di bawah ini.

Di antara doa-doa yang perlu diamalkan adalah :
هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

Hablii hukmaw wa al hiqniy bish shoolihiin
Maksudnya, “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.” (Surah asy-Sy’araa, ayat 83)

اللهم اجعل خير عمري أخره و خير عملي خواتيمه و خير أيامي يوم لقائك

Allaahummaj’al khayra ‘umrii aakhirahu wa khayra ‘amalii khawaatiimahu wa khayra ayyaamii yawma lliqaa’ika
Maksudnya, “Ya Allah jadikanlah sebaik-baik umurku pada ujungnya dan sebaik-baik amalku pada akhir hayatku, dan (jadikanlah) sebaik-baik hariku yaitu hari ketika aku bertemu dengan-Mu (di hari kiamat).” (Hadis riwayat Ibnus Sunny)

اللهم اختم لنا بحسـن الخاتمة ولا تختم علينا بسـوء الخاتمة

Maksudnya, “Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan husnul-khatimah (akhir yang baik), dan jangan Kau akhiri hidup kami dengan suu-ul-khatimah (akhir yang buruk).”

Adab supaya dikurniakan Husnul Khatimah
  1. Sebaik-baik umur adalah umur yang panjang dan penuh dengan amal soleh. Dan seburuk-buruk umur menurut Allah adalah yang panjang umurnya tetapi diisi dengan dosa dan maksiat kepada Allah.

  1. Keadaan di akhir hayat seseorang bergantung kepada amalan sehari-hari. Oleh kerana itu, isilah hari-hari kita dengan selalu meningkatkan iman dan amal soleh.

  1. Selain berusaha untuk selalu meningkatkan ibadah fardhu dan sunat, maka perlu memperbanyak amalan ihsan, iaitu amalan yang memberi kebaikan kepada orang banyak, baik berupa ajakan untuk kembali kepada Allah (dakwah ilallaah), menyebarkan ilmu, menyebarkan kasih sayang, menyebarkan amal saleh, dan selalu tawa shaubil wa tawaa shaubish-shabr.

  1. Tidak meminta mati kecuali kerana telah terjadi fitnah yang mengancam keselamatan diri dan agamanya.

  1. Jangan sekali-kali berfikir untuk mengakhiri hidup dengan jalan pintas kerana adanya tekanan hidup yang berat. Orang yang mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas (bunuh diri) tidak akan diterima amalnya dan dipastikan dia akan masuk neraka.

  1. Ajal adalah sebuah misteri, merupakan rahsia Allah. Ia datang secepat kilat, tetapi tidak datang-datang walaupun telah dinanti-nantikan setiap saat. Namun jika ajal telah datang, tidak boleh ditunda atau dimajukan walaupun sedetik.

  1. Mengamalkan doa untuk dijadikan orang yang husnul-khatimah pada setiap akhir solat fardhu.

  1. Selalu menumbuhkan perasaan khauf dan rajaa (takut dan harap), iaitu takut akan tidak diampuninya dosa-dosanya dan berharap bahawa Allah itu Maha Rahman dan Rahim yang akan selalu memberikan rahmat kepada orang-orang yang dikehendakinya.

  1. Ketika sudah ada tanda-tanda akan dipanggil oleh Allah, perbanyaklah membaca kalimat thayyibah, kerana siapa yang ucapan terakhirnya adalah Laa Ilaaha illallah orang itu dijamin masuk syurga.
Tanda-tanda kematian dalam husnul khatimah

1. Meninggal dengan sempat mengucapkan dua kalimah syahadah menjelang kematiannya. Sabda Rasulullah SAW, 
“Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa Ilaaha illallaah, maka ia masuk syurga.” (Hadis riwayat al-Hakim)

2. Meninggal dalam keadaan berkeringat (berpeluh) di dahi (keningnya). Sabda Rasulullah SAW, 
“Bahawa matinya seseorang mukmin itu dengan keluarnya peluh di dahi.” (Hadis riwayat oleh Ahmad dan Tarmizi, dari Buraidah bin al Hashib r.a.)

3. Meninggal pada malam Jumaat atau siangnya. Sabda Rasulullah SAW, 
“Tidak seorang muslim pun yang mati pada hari atau malam Jumaat melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (seksa) kubur.” (Hadis riwayat Ahmad dan at-Tirmizi)
Mati syahid di medan jihad (perang) kerana membela agama Allah.
Bagi orang yang mati syahid ada 6 kelebihan:
  • Akan diampuni dengan serta merta dosanya serta diperlihatkan tempat duduknya di syurga (kecuali mereka yang masih ada urusan hutang).
  • Diselamatkan dari seksa kubur.
  • Aman dari ketakutan yang teramat besar dan dahsyat.
  • Diperhiasi dengan iman.
  • Dikahwinkan dengan bidadari (semiskin-miskin ialah 49 bidadari).
  • Dapat memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya. Riwayat oleh Tirmizi, Ahmad dan Ibnu Majah.
5. Meninggal sebagai tentera di jalan Allah.

6. Meninggal kerana melahirkan anak. (Sahih Muslim)

7. Meninggal semasa hamil atau di dalam masa nifasnya (wanita) iaitu meninggal kerana melahirkan anaknya. Diriwayatkan Imam Ahmad dan selainnya, dengan sanad yang shahih dari ‘Ubadah bin ash Shamit r.a., sabda Rasulullah SAW, 
“Dan wanita yang dibunuh anaknya (kerana melahirkan) masuk golongan syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke syurga.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tabrani)

8. Meninggal kerana penyakit taun. Sabda Rasulullah SAW, 
“Taun itu satu kematian syahid bagi setiap mukmin. (Hendaklah ia sabar dan redha menganggungnya).” (Hadis riwayat oleh Muslim).

9. Meninggal akibat sakit perut maka ia mati syahid, sabda Rasulullah SAW, 
“Dan barang siapa mati kerana sakit perut maka ia mati syahid.” (Hadis riwayat oleh Muslim)

10. Mati tenggelam (lemas) dan tertimbus oleh bangunan. (Sahih Muslim)

11. Meninggal dengan sebab terbakar. (Riwayat At-Tabrani)

12. Meninggal dengan sebab sakit dzatul jambi (radang selaput dada). Rasulullah SAW pernah menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita radang selaput dada, iaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput yang ada di bahagian dalam tulang-tulang rusuk. (Hadis diriwayatkan Abu Daud dalam Sunannya)

13. Meninggal kerana sakit TB. Sabda Rasullullah SAW, 
“Orang yang mati kerana menanggung penyakit kurus kering ia mati syahid.” (Hadis riwayat Tabrani)

14. Meninggal akibat luka perang di jalan Allah. Sabda Rasulullah, 
“Barangsiapa yang luka kerana perang di jalan Allah itu mati, maka bererti ia syahid, atau kena pijak oleh unta atau kudanya atau ia mati ditempat tidurnya (setelah berperang itu) dengan sebab apa-apa pun yang dikehendaki oleh Allah, maka sesungguhnya ia adalah mati syahid dan akan masuk syurga.” (Hadis riwayat Daud)

15. Meninggal dalam mempertahankan harta yang akan dirampas. (Riwayat Bukhari, Abu Daud dan an Nasai)

16. Meninggal kerana mempertahankan diri, jiwa, keluarga dan agamanya. Sabda Rasulullah, 
“Barangsiapa yang terbunuh kerana membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh kerana membela keluarganya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh kerana membela agamanya, maka ia syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh kerana membela darahnya, maka ia syahid.” (Hadis riwayat Abu Daud dan an Nasai)

17. Meninggal dalam bersiap-siap untuk berperang di jalan Allah.

18. Meninggal sebagai murabith (pasukan yang berjaga di daerah/wilayah perbatasan) di dalam perang di jalan Allah. Sabda Rasulullah SAW, 
“Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada puasa berserta solat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus mengalir, dan akan diberikan rezeki baginya, dan ia terjaga dari fitnah.”

19. Meninggal ketika sedang beramal soleh seperti sedang menuntut ilmu (ilmu yang dibolehkan oleh Islam) di masjid atau sedang berdakwah. Sabda Rasulullah SAW, 
“Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illallah karena mencari wajah (pahala) Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk syurga. Barangsiapa berpuasa kerana mencari wajah Allah kemudian amalnya diakhiri denganya, maka ia masuk syurga. Barangsiapa bershadaqah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk syurga.” (Hadis riwayat Imam Ahmad dan selainnya)

Rujuk : Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah SAW bersabda, 
“Seorang laki-laki berjalan di sebuah jalan lalu dia menemukan sebuah ranting berduri ditengah jalan maka disingkirkannya ranting itu dengan bersyukur kepada Allah Ta'ala. Allah mengampuni dosanya kerana perbuatannya itu.” Baginda bersabda pula, “Para syuhada (orang-orang yang mati syahid lima macam: (1) Al Math'un orang-orang yang tewas kerana penyakit kolera (penyakit menular atau wabak) (2) Al Mabthun - orang-orang yang ditewas kerana sakit perut atau melahirkan (3) orang yang tewas kerana tenggelam (4) Orang yang tewas kerana ditimpa tanah longsor atau pohon tumbang dan sebagainya (5) Orang yang tewas dalam perang Fi Sabilillah.” (Sahih Muslim)

Su’ul Khatimah

Su’ul khatimah (pengakhiran/penyudahan yang buruk) adalah meninggal dalam keadaan berpaling dari Allah, berada di atas murka-Nya serta meninggalkan kewajiban dari Allah.
Su’ul-khatimah ialah apabila sewaktu akan meninggal dunia seseorang didominasi oleh perasaan was-was yang disebabkan keragu-raguan atau keras kepala atau ketergantungan terhadap kehidupan dunia yang akibatnya ia harus masuk ke neraka secara kekal kalau tidak diampuni oleh Allah SWT. Sebab-sebab su’ul khatimah secara ringkas antara lain adalah perasaan ragu dan sikap keras kepala yang disebabkan oleh perbuatan atau perkara dalam agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah SAW, menunda-nunda taubat, banyak berangan-angan tentang kehidupan duniawi, senang dan membiasakan maksiat, bersikap munafik dan bunuh diri.

Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjauhkan kita darinya. Terkadang nampak pada sebahagian orang yang sedang sakaratul maut, tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti: menolak mengucapkan syahadah, justeru mengucapkan kata-kata buruk dan haram, serta menampakkan kecenderungan padanya dan lain sebagainya.

Kita diperintahkan untuk beramal soleh, walaupun celaka atau bahagianya kita telah ditentukan sejak kita masih di rahim ibu. Sebab siapa saja yang bertaqwa dan beriman, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk agar Allah menghindarkan kita dari jalan yang celaka. Oleh itu, manusia hendaklah berusaha mendapatkan husnul khatimah pada penghujung kehidupannya.

Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, al Jawaabul Kaafi, bahawa ada seseorang saat sakaratul maut, dia diingatkan, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah.” Lalu orang itu menjawab, “Apa gunanya bagiku, aku pun tidak pernah mengerjakan solat kerana Allah, meskipun sekali,” akhirnya ia pun tidak mengucapkannya.

Al Hafizh Rajab rahimahullah dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, menukil dari salah satu ulama, ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, beliau berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal ditalqin ‘Laa ilaha illallah’. Akan tetapi, ia mengingkarinya pada akhir ucapannya.”

Kemudian Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang pecandu khamr (minuman keras). Selanjutnya Syaikh ‘Abdul Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan dosa, kerana perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya.”

Hal serupa juga diceritakan oleh al Hafizh adz Dzahabi rahimahullah, ada seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan tiba, dan ada seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadah, ia malah mengatakan, “Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.

Al ‘Alamah Ibnul Qayyim rahimahullah bercerita mengenai seseorang yang diketahui gemar musik dan mendendangkannya. Tatkala wafat menjemputnya, dia diingatkan, katakanlah : Laa ilaha illallah (tetapi) dia justeru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa mengucapkan kalimat tauhid. Beliau rahimahullah juga berkata, “Sebahagian pedagang mengkhabarkan kepadaku tentang karib kerabatnya yang hampir meninggal, sementara mereka disisinya. Mereka mentalkinkan ‘Laa ilaha illallah’, namun ia mengigau “ini murah, ini barang bagus, ini begini dan begitu,” sampai ia meninggal dan tanpa boleh melafazkan kalimat tauhid.”

Keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah yang menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau rahimahullah berkata, “Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan pelajaran? Apabila seorang hamba, pada saat sedar, kuat, serta memiliki kemampuan, dia bisa dikuasai syaitan, ditunggangi perbuatan maksiat yang diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah Taala, menahan lisannya dari zikir, dan (begitu pula) anggota badannya dari mentaati-Nya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya melemah, hati dan jiwanya kacau kerana sakitnya nazak (tercabutnya nyawa) yang sedang dia alami? Sementara saat itu, syaitan mengerahkan seluruh kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya untuk mencuri kesempatan. Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu, hadir syaitan yang terkuat, sementara si hamba dalam keadaan paling lemah. Siapakah yang selamat?”

Firman Allah SWT yang bermaksud, 
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Surah Ibrahim, ayat 27)

Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah, (selalu) menurutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi petunjuk agar husnul khatimah? Orang yang hatinya jauh dari Allah Taala, lalai dari-Nya, mengagungkan nafsunya, menyerahkan kepada syahwatnya, lisannya kering daripada zikir, serta anggota badannya terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil diberi petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah).

Su’ul Khatimah mempunyai dua tingkatan :
  1. Tingkatan terbesar dan terburuk – iaitu orang yang hatinya penuh dengan keraguan dan penentangan saat sakaratul maut, kemudian ia mati dalam keadaan seperti ini, Maka hal ini akan menjadi penghalang antara dia dan Allah.

  1. Tingkatan yang lebih rendah – iaitu orang yang hatinya cenderung kepada urusan dunia atau keinginan syahwatnya, lalu keinginan ini tergambar di dalam hatinya saat sakaratul maut.
Biasanya, seseorang meninggal dalam keadaan yang biasa dia lakonkan pada kehidupan nyatanya. Jika buruk, maka akhirnya juga akan nampak buruk. Semoga Allah melindungi kita dari keduanya.

Sebab-sebab Su’ul Khatimah

Dari huraian ini, maka nampak jelas, bahawa penyebab su’ul khatimah adalah lawan dari penyebab husnul khatimah yang telah disebutkan. Penyebab utamanya adalah kerosakan aqidah. Di antara penyebabnya juga adalah rakus terhadap dunia, mencarinya dengan cara-cara haram, berpaling dari jalan kebaikan, serta terus-menerus melakukan perbuatan maksiat.

Terdapat beberapa faktor penyebab seseorang itu tergolong dalam golongan yang mendapat su’ul khatimah:
  1. Mengabaikan ibadat sembahyang (solat fardhu)
  2. Tidak mengeluarkan zakat bagi membersihkan hartanya
  3. Derhaka kepada ibu bapa
  4. Minum arak
  5. Menyakiti orang Islam
  6. Suka memecah-belah kaum muslimin
  7. Suka mengurangi takaran dan timbangan
  8. Suka menipu kaum muslimin
  9. Menyusahkan dan mengelincirkan mereka
  10. Suka mengaku-ngaku sebagai wali Allah atau juga mengingkari para wali-Nya
  11. Melakukan perkara-perkara yang keji dan lain-lainnya
Selain itu mereka adalah para ahli bid’ah dalam agama, yang menanamkan rasa ragu-ragu kepada Allah dan Rasul-Nya serta keberadaan hari akhirat. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, kerana jika Allah SWT berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang kita mampu.

Berkata Abu Laith - Barangsiapa yang ingin selamat dari seksa kubur maka haruslah ia melazimi 4 perkara dan meninggalkan 4 perkara:
  1. Menjaga sembahyang 5 waktu
  2. Banyak bersedekah
  3. Banyak membaca Al Quran
  4. Banyak bertasbih.
Dan hendaklah ia meninggalkan:
  1. Meninggalkan dusta
  2. Meninggalkan sifat khianat
  3. Meninggalkan sifat mengadu-domba
  4. Menjaga kencing.

Mukmin sejati peroleh nikmat ‘kehidupan’ di alam kubur

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasai mati.” Kerana itu kita jangan terlalu asyik dengan kehidupan dunia ini sehingga lalai dan lupa akan akhirat, sedangkan akhirat itulah tempat kekal abadi. Sebenarnya tanda-tanda orang yang mati dalam husnul khatimah itu boleh dilihat semasa hayat atau hidup seseorang itu, iaitu mereka taat dan patuh kepada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya, mengamalkan perkara berkebajikan dan menjauhi kemaksiatan.

ALAM barzakh adalah satu alam lain yang pasti akan ditempuh dan dihuni manusia selepas kehidupan dunia ini. Manusia tetap berada di alam barzakh sehinggalah kedatangan hari kiamat sebagai tanda berakhirnya dunia. Mukmin yang baik dan beramal soleh akan berada di alam barzakh dalam keadaan aman sentosa kerana memperoleh nikmat kubur hasil amalan kebaikan mereka semasa di dunia seperti solat, puasa, zakat, haji dan sedekah.

Rasulullah SAW bersabda, 
“Yang akan mengikuti mayat (semasa dihantar ke tanah perkuburan) tiga perkara (iaitu): kaum keluarganya, hartanya dan amalannya. Dua perkara akan pulang (kembali ke rumah) iaitu keluarga dan harta. Satu (saja) yang tinggal (yang ikut bersamanya ke alam barzakh) iaitu amalannya.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

Merenung sabda Baginda SAW itu menjadikan kita insaf bahawa nikmat kehidupan ini terlalu mahal harganya. Manusia hanya bernilai di sisi Allah jika keseluruhan kehidupannya diisi ibadah dan amal soleh kerana hanya amal soleh bekalan terbaik menghadap Allah nanti.
Setiap detik dan masa berlalu itu sebenarnya adalah umur kita. Bermakna dari hari ke hari, umur semakin berkurang dan ajal semakin mendekat, sedangkan kematian itu berlaku tepat pada masanya, tidak kira tua atau muda, tidak kira dalam keadaan sihat atau sakit.

Allah SWT berfirman yang bermaksud, 
“Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila sudah sampai ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya (melambatkan) barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya (mempercepatkannya).” (Surah al-A’raf, ayat 34)

Hakikatnya, kehidupan adalah kesempatan berbuat baik dan satu-satunya modal untuk mencapai kebahagiaan serta keselamatan sesudah mati. Jika nikmat kehidupan di dunia ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka rugi nanti bilamana seseorang dipertanggungjawabkan dengan apa yang diperbuat di hadapan pengadilan Allah.

Allah SWT berfirman yang bermaksud, 
“Apakah tidak Kami panjangkan sudah umur kamu, dalam waktu di mana kamu boleh mengingat bagi mereka yang mahu ingat. Dan sudah datang kepadamu yang memberikan teguran dan perhatian.” (Surah Fatir, ayat 37)

Seseorang yang dikurniakan umur sehingga 60 tahun namun masih belum menyedari erti kehidupan, hatinya tidak tergerak melakukan ketaatan dan bertaubat kepada Allah, maka tipislah harapan untuk meraih santunan. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: 
“Tidaklah Allah menerima uzur terhadap seseorang yang sudah diberikan tempoh hidupnya sampai 60 tahun.”

Saidina Ali pernah mengungkapkan (bermaksud): “Dunia ialah pasar akhirat yang mana orang mukmin adalah saudagarnya, amal soleh keuntungannya, dosa kerugian, manakala panjang usia modalnya.”

Alam barzakh (kubur) adalah satu pengalaman atau tempat singgah pertama dan sementara yang akan dialami seseorang sesudah mati, sebelum tibanya hari akhirat. Itulah tempat yang akan menjadi Taman Syurga bagi orang-orang yang beriman, tetapi menjadi lubang Neraka bagi orang-orang yang jahat yang ingkar perintah Allah SWT dan yang menyekutukan-Nya. Ibnu Majah meriwayatkan bahawa Saidina Uthman bin Affan apabila berada di kawasan perkuburan, beliau menangis tersedu-sedu sehingga basah seluruh janggutnya.

Seseorang bertanya kepada beliau, 
“Tuan ingat neraka, tuan tidak menangis. Tetapi tuan menangis kerana melihat kubur, mengapa demikian? Saidina Uthman menjawab: Saya menangis kerana takutkan peringatan daripada sabda Nabi SAW yang bermaksud: Sesungguhnya kubur itu ialah penginapan pertama antara penginapan akhirat, maka jika seseorang itu terlepas daripada seksaannya, maka apa yang akan datang kemudian lebih mudah lagi, dan seandainya seseorang itu tidak terlepas (kandas) daripada (seksaannya), maka yang akan datang sesudahnya akan lebih sukar (keras, berat).” (Hadis riwayat at-Tirmizi)

Selagi umur kita masih ada dan Allah SWT memberi waktu hidup, bersegeralah rujuk kepada Allah SWT dan bertaubat jika terlanjur berbuat dosa, patuhi perintah, jauhi tegahan-Nya serta jadikan takwa sebaik-baik bekalan. Andainya maut datang secara mengejut, kita sudah mempunyai persiapan untuk pulang ke pangkuan Ilahi.

Rasulullah SAW bersabda, 
“(Allah) akan memberi kuasa untuk menyeksa orang kafir di dalam kuburnya kepada 99 ekor ular yang akan mematuknya hingga berdirinya kiamat. Jika seekor saja dari ular itu meniupkan bisanya ke bumi, nescaya tidak akan ada tumbuhan hijau yang tumbuh (di atas muka bumi).” (Hadis riwayat Imam Ahmad)

Luqmanul Hakim pernah berpesan kepada puteranya: “Wahai anakku, bersegeralah kamu bertaubat, kerana maut itu datang secara tiba-tiba, dan apabila malaikat maut datang, dia tidak memberitahumu terlebih dulu.”

Kesimpulan

Semoga Allah menlindungi kita dari su’ul khatimah. Seseorang yang amalan lahirnya baik, serta batinnya juga senantiasa bersama Allah, jujur dalam perkataan dan perbuatan, maka dia tidak akan mengalami su’ul khatimah. Sebaliknya, su’ul khatimah akan dialami oleh orang yang aqidahnya rosak, amalan lahirnya rosak, berani melakukan dosa-dosa besar, bahkan mungkin ia melakukan itu sampai ajal menjemput tanpa sempat bertaubat.

Kerana itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan haram, dan mengharuskan hati, lisan serta anggota badannya untuk mengingat Allah dan tetap taat kepada Allah dimanapun berada.

Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami. Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari terbaik kami sebagai hari kami menjumpai-Mu.
Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran. Amiin.

Kata kunci: tausiyah
THARIQOH KHUSNUL KHOTIMAH

I. Pengertian THARIQOH. Arti menurut bahasa adalah jalan atau bisa disebut Madzhab mengetahui adanya jalan, perlu pula mengetahui “cara” melintasi jalan itu agar tidak kesasar/tersesat. Tujuan THARIQOH adalah mencari kebenaran, maka cara melintasinya jalan itu juga harus dengan cara yang benar. Untuk itu harus sudah ada persiapan batin, yakni sikap yang benar. Sikap hati yang demikian tidak akan tampil dengan sendirinya, maka perlu latihan-latihan batin tertentu dengan cara-cara yang tertentu pula.

Sekitar abad ke dua (2) dan ke tiga (3) Hijriyah lahirlah kelompok-kelompok dengan metoda latihan berintikan ajaran “ingat kepada Alloh” . Sumber ajarannya tidak terlepas dari ajaran Rasulullah SAW. Kelompok-kelompok ini kemudian menamakan dirinya dengan nama “Jalan”, yang berpredikat/ bernama sesuai dengan pembawa ajaran itu. Maka terdapatlah beberapa nama antara lain :
a. Thariqah Qadiriyah, pembawa ajarannya adalah :Syekh Abdul Qadir Jailani q.s. (Qoddasal-lahu sirrahu).
b. Thariqah Sadziliyah, pembawa ajarannya : Syekh Abu Hasan As-Sadzily q.s.
c. Thariqah Naqsyabandyah : pembawa ajarannya : Syekh Baha’uddin An-Naqsabandi q.s.
d. Thariqah Rifa’iyah, pembawa ajarannya : Syekh Ahmad bin Abil Hasan Ar-Rifa’ i q.s.

dan masih banyak lagi nama-nama Thoriqoh yang sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT. :

Artinya :
“Jika mereka benar-benar istiqomah – (tetap pendirian/terus- menerus diatas Thoriqoh (jalan) itu, sesungguhnya akan Kami beri minum mereka dengan air (hikmah) yang berlimpah- limpah.
(Q.S. Al-Jin : 16)

Dalam pertumbuhannya, para Ulama Thoriqoh berpendapat dari jumlah Thoriqoh yang tersebar di dunia Islam, khususnya di Indonesia, ada Thoriqoh yang Mu’tabaroh (diakui) dan ada pula Thoriqoh Ghairu Mu’tabaroh (tidak diakui keberadaannya/ kesahihannya) .

Seseorang yang menganut/mengikuti Thoriqoh tertentu dinamai salik (orang yang berjalan) sedang cara yang mereka tempuh menurut cara-cara tertentu dinamakan suluk. Banyak hal-hal yang hams dilakukan oleh seorang salik bila ingin sampai kepada tujuan yang dimaksud.

Dalam menempuh jalan (thoriqoh) untuk membuka rahasia dan tersingkapnya dinding (hijab) maka mereka mengadakan kegiatan batin, riyadoh (latihan-latihan) dan mujahadah (perjuangan) keruhaniyan. Perjuangan yang demikian dinamakan suluk, dan orang yang mengerjakan dinamakan “salik”.

Maka cukup jelaslah bahwa Thoriqoh itu suatu sistem atau metode untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan. Dimana seseorang dapat melihat Tuhannya dengan mata hatinya (ainul basiroh), sesuai dengan hadist sebagai berikut :

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab- Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul- Nya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan- Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan
tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. {QS Al-Lukman ayat 34} Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw.
bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka
(HR Bukhari dan Muslim)

Hadist tersebut jelas merupakan tujuan bagi semua orang yang mengaku dan menyatakan muslim, tidak hanya sekedar iman dan islam tetapi juga dituntut untuk menjadi jati diri yang ‘ihsan’, dan ath-Thariqoh adalah merupakan jalan yang untuk menggapai derajat ihsan dengan baik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Hal yang demikian didasarkan pertanyaan Sayidina Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah SAW. Ya Rasulullah, manakah jalan yang paling dekat untuk menuju Tuhan. Jawab Rasulullah : Tidak ada lain, kecuali dengan dzikrullah.

Dalam hal ini pun Allah SWT juga menegaskan dalam Firman-Nya di dalam Al-Qur’an Kariim ;

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(QS Ar-Ra’d ayat 28)

Dengan demikian jelaslah bahwa jalan yang sedekat-dekatnya mencapai Allah SWT ; merasa dilihat dan diperhatikan, hanya bisa diraih oleh seorang hamba dengan dzikir kepadaNya (Zikrullah), disamping melakukan latihan (riyadoh) lahir-batin seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Shufi antara lain : Ikhlas, jujur, zuhud, muraqabah, musyahadah, tajarrud, mahabah, cinta kepada Allah SWT. dan lain sebagainya, yang merupakan bentuk dari dzikrullah itu sendiri; para ulama thariqah/tasawuf mendefinisikannya dalam bentuk dzikrullah Amaliyah.

Melihat petunjuk Allah dan Rasulullah SAW tersebut, maka Thoriqah mempunyai dua pengertian :
Pertama : Ia berarti metode bimbingan spiritual kepada individu (perorangan) dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan dengan Tuhan.
Kedua : Thoriqoh sebagai persaudaraan kaum Shufi yang ditandai adanya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.

Kedudukan Guru Thoriqoh diperkokoh dengan adanya ajaran wasilah dan silsilah(sanad) . Keyakinan berwasilah dengan Guru diper-erat dengan kepercayaan karomah, barokah dan syafa’at atau limpahan pertolongan dari Allah SWT melalui KaruniaNya kepada guru. Kepatuhan murid kepada Guru dalam Thoriqoh digambarkan seperti mayat di tangan orang yang memandikannya.

Dengan demikian dapat diambil benang merah bahwa inti Thoriqoh adalah wushul (bertemu) dengan Allah. Jika hendak bertemu, maka jalan yang dapat dipakai bisa bermacam-macam. Ibarat orang mau berpergian menuju Jakarta, kalau orang itu berangkat dari Surabaya ya harus menuju ke barat. Berbeda jika orang itu berangkat dari Medan ya harus berjalan ke timur menuju Jakarta. Ini artinya bahwa Thoriqoh yang ada, terutama di Indonesia mempunyai tujuan yang sama yaitu wushul, kepada Allah SWT.

II. Jalan menuju wushul ilallah

a. Melalui Muraqabah.
Petunjuk Al-Qur’an tentang Muraqabah/pendekata n diri kepada Allah SWT. disebutkan dalam Al-Qur’an antara lain :

186. dan apabila hamba-hamba- Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(S. Al Baqarah : 186).

Ketahuilah wahai saudaraku, Allah SWT selalu mengawasi segala sesuatu, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an S. Al-Ahzab (33) : 52.

52. ……………. dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.

Hal ini mengandung pelajaran bahwa seseorang selalu merasa diawasi/diintai oleh Allah SWT, karena pada dasarnya Allah adalah sangat dekat dengan hamba-hambanya, sebagaimana petunjuk S. Al-Qof (50) : 16.

16. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,

Demikian juga petunjuk dari Al-Qur’an dalam S. Al-Hadid (57) : 4.

4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Hadis Nabi SAW. juga memberi arahan yakni ketika Nabi menjawab pertanyaan malaikat Jibril tentang Ihsan, beliau menjawab : Hendaklah engkau beribadah kepada Allah se-olah-olah engkau melihat nya. Apabila engkau tak mampu melihat- Nya, yakinlah bahwasanya Allah melihatmu.
(HR. Bukhari-Muslim) .

Kesadaran rohani bahwa Allah SWT. selalu hadir di dalam dan disekitar dirinya akan menjadikan dirinya selalu merasa diawasi segala apa yang dilakukan, bahkan sampai apa yang terlintas dalam hatinya.

Banyak kisah dalam dunia sufi Guru dan santrinya yang empat orang itu, satu diantaranya tidak mau menyembelih ayam yang diberikan oleh sang Guru, karena bagi Allah tidak ada suatu yang tersembunyi, Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka luluslah murid tersebut dari ujian yang diberikan gurunya tersebut.

Selanjutnya Al-Imam al-Qusairi.rhm berkata : “Barang siapa yang muraqabah dengan Allah dalam hatinya, maka Allah akan memiliharanya dari perbuatan dosa pada anggota tubuhnya. Imam tokoh Sufi Sufyan Sauri.rhm juga berpesan hendaklah engkau melakukan muraqobah terhadap Dzat yang tidak lagi samar terhadap segala sesuatu, hendaklah engkau selalu mengharap raja’ (pengharapan dengan sangat berharap) terhadap Dzat yang memiliki siksa (Abu Bakar Jabir al-Jazairi 1976 : 85).

Maka dari uraian diatas dapat dicermati adanya dampak positif muroqobah bagi yang mampu melakukannya, yakni :
q Memiliki rasa malu yang positif.
q Akan senantiasa hati-hati dalam segala ucapan dan perbuatannya.
q Tidak pernah merasa ditinggalkan oleh Allah meski sendirian ataupun kelihatan doanya yang dipanjatkan belum dikabul kan
q Tidak mudah putus asa apapun nasib yang menimpanya
q Menjadi hamba yang mukhlis sebagai diisyaratkan dalam Al-Qur’an S. Yusuf (12) : 24.

24. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia (Nabi Yusuf) tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[*]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

[*] Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata Nabi Yusuf tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah s.w.t tentu Dia jatuh ke dalam kemaksiatan. Dan ayat inilah menunjukkan keimanan dari Nabi Yusuf yang kuat dalam melaksanakan Ihsan, merasa dilihat dan diawasi oleh Allah SWT.

b. Melalui Muhasabah
Muhasabah berarti orang selalu memikirkan, memperhatikan dan memperhitung& shy;kan apa saja yang telah dan yang akan di perbuat. Pedomannya dalam S. Al-Hasyr (59) : 18.

18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari pengertian ini dapat diambil pelajaran bahwa Muhasabah :

1. Membuktikan adanya iman dan takwa kepada Allah dalam dirinya dan Allah mengakui hal itu. Bagi ummat Islam, iman merupakan kekuatan yang maha dahsyat untuk memelihara manusia dari nilai-nilai rendah, dan merupakan alat yang menggerakan manusia untuk meningkatkan nilai luhur dan moral yang bersih. Orang yang beriman akan berusaha mengamalkan akhlak yang mulia/mah mudah, bukan akhlak yang tercela/mazmumah dalam kehidupannya sehari- hari sehingga orang tersebut akan terhindar dari kejahatan apapun. Itulah gambaran orang bertakwa, bersih dari dosa, dapat mengalahkan tuntutan hawa nafsu.

2. Orang yang bermuhasabah, pasti mempunyai keyakinan akan datangnya Hari Pembalasan (secara khusus) begitu merasuk dalam hatinya sehingga ia merasa pelu sangat hati-hati dalam setiap langkahnya. Dia tidak berani main-main akan larangan Allah SWT.

3. Orang tersebut akan selalu berusaha meningkatkan kualitas amalnya, karena ia merasa tak mau merugi dari hari ke hari. Ibaratnya seperti pedagang, sebelum berangkat akan memperhitungkan berapa modalnya, berapa pula ia harus menjual dagangannya, dan setelah selesai akan menghitung lagi berapa hasil uang yang bisa dibawa pulang. Begitu juga dalam hal beragama, modalnya adalah kumpulan kewajiban yang berhasil dikerjakan, sedang labanya adalah amalan-amalan sunnah yang berhasil dikerjakannya.

4. Pesan Sayidina Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a : Perhitungkanlah dirimu sendiri sebelum dirimu diperhitungkan. Oleh karena itu sikap hidup muraqobah dan muhasabah merupakan peningkatan ruhaniyah dan mental manusia sehingga benar-benar menjadi hamba Allah yang bertakwa, hidup dalam ketaatan dan terhindar dari maksiat.

c. Melalui Dzikir
Dzikir berarti ingat, mengingat, merenung, menyebut. Termasuk dalam pengertian dzikir ialah dia, membaca Al-Qur’an, tasbih (mensucikan Allah) tahmid (memuji Allah), takbir (membesarkan Allah) tahlil (mentauhidkan Allah), istighfar (memohon ampun kepada Allah) hauqalah (membaca lahula wala quwwata illah billahi ‘aliylil ‘adziem) dan lain sebagainya.

Ada dzikir yang menyatu dengan ibadah lainnya seperti dengan salat, thawaf, sa’i, wukuf dan lain sebagainya. Dan ada pula dzikir yang dilakukan secara khusus/ter sendiri diucapkan pada saat-saat tertentu, atau pada, setiap saat. Ada dzikir yang jumlahnya tidak ditentukan oleh syara’, tetapi ada dzikir yang jumlahnya ditentukan oleh syara’ menurut ketentuan Thoriqoh yang bersangkutan, Nabi SAW. sendiri baik dengan pernyataan beliau maupun dengan contoh amalan beliau. Sedang dzikir dalam pengertian ingat atau mengingat Allah, seharusnya dilakukan pada setiap saat. Artinya kegiatan apapun yang dilakukan oleh seorang Muslim hendaknya jangan sampai melupakan Allah SWT.

Dimanapun seorang Muslim berada, hendaknya selalu ingat kepada Allah, sehingga melahirkan cinta beramal saleh kepada Allah dan malu berbuat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Dzikir dalam arti menyebut asma Allah yang diamalkan secara rutin, biasanya disebut wind atau jamaknya disebut aurad.

Dzikir dalam menyebut asma Allah termasuk ibadah makhdhoh yaitu ibadah langsung kepada Allah SWT. Sebagai ibadah langsung, maka terikat dengan norma-norma ibadah langsung kepada Allah SWT, yaitu mesti ma’sur ada contoh atau ada perintah dari Rasulullah SWT. atau ada izin dari beliau. Artinya jenis dzikir ini tidak boleh dikarang oleh seseorang. Dzikir hanyalah mengingat atau menyebut asma Allah, atau nama-nama Allah atau kalamullah, Al-Qur’an.
Petunjuk Al-Qur’an dan Hadis perihal kegiatan dzikir cukup banyak, antara lain dapat disebutkan :

Firman Allah : Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu.
(S. Al-Baqarah (2) : 152)

41. Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
(S. Al-Ahzab (33) : 41).

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

(Q.S. Ali-Imran : 191).

205. dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.

(S. Al-A’rof (7) : 205).

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(S. Ar-Ra’du (13) : 28).

Hadis-hadis Nabi :
Telah berfirman Allah SWT. (dalam suatu hadis Qudsi) : Aku bersama-sama hamba-Ku selama ini mengingat Aku dan bibirnya bergerak menyebut nama-Ku. (HR. Al Baihaqy dan Ibnu Hiban).

Tak seorangpun manusia mengerjakan suatu perbuatan yang dapat menjauhkan dari azab Allah SWT. lebih baik dari pada dzikir. Para sahabat bertanya tidak pula jihad fi sabilillah, kecuali apabila engkau menghantam musuh dengan pedangmu itu sehingga ia patah, kemudian engkau menghantam lagi dengan pedangmu sehingga ia patah, kemudian menghantam lagi dengan pedangmu sehingga ia patah. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Musshanaf).

Rasulullah SAW. pernah ditanya : Amalan apa yang paling afdol ? Jawab beliau : Engkau mati dalam keadaan lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah (HR. Ibnu Hiban & Athabrani).

Nabi SAW. telah bersabda : Allah SWT. berfirman dalam suatu hadis qudsy : Barang siapa disibukkan dzikir kepada-Ku, sedemikian sehingga tidak sempat memohon sesuatu dari-Ku, maka Aku akan memberinya yang terbaik dari apa saja yang Ku berikan kepada para pemohon (HR. Bukhori)

Seorang tokoh Shufian Abdul Qosim berkata : Ingat kepada Allah adalah bagian yang sangat kuat untuk menempuh jalan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Suci. Bahkan sebagai unit/pokok didalam jalan/thoriqah ini (jalan shufiyah). Dan seorang hanya dapat sampai kepada Allah dengan terus menerus ingat kepada Allah (Abul Muhammad Abdulah Al-Yafi’i : Nasrul Mahasin Al-Ghoyah : 247).

Perlu disampaikan secara garis besar bahwa praktek dzikir dalam dunia thoriqoh, pelaksanaannya bisa berbeda-beda dalam tehnisnya tergantung ciri dan kepribadian thoriqoh itu sendiri sesuai petunjuk Mursyid nya.

Ulama Thoriqoh membaca jenis dzikir menjadi tiga jenjang :
a. Dzikir lisan : Laa ilaaha Illalah. Mulamula pelan kemudian bisa naik menjadi cepat setelah merasa meresap dalam diH.
b. Dzikir qalbu (hati) : Allah, Allah.
Mula-mula mulutnya berdzikir diikuti oleh hati, kemudian dari hati ke mulut, lalu lidah berdzikir sendiri, dengan dzikir tanpa sadar, akal pikiran tidak jalan lagi, melainkan terjadi sebagai Ilham yang menjelma Nur Ilahi dalam hati memberitahukan : Innany Anal Laahu, yang naik ke mulut mengucapkan Allah, Allah.
c. Dzikir Sir atau Rahasia : Hu Hu. Biasanya sebelum sampai ke tingkat dzikir orang itu sudah fana lebih dahulu. Dalam situasi yang demikian perasaan antara diri dengan Dia menjadi satu. Man lam jazuk Lam ya’rif : Barang siapa belum merasakan, maka is belum mengetahui.

Adapun juga ulama ahl-Thariqoh yang membagi jenis dzikir menjadi empat macam : Dzikir Qolbiyah, Dzikir Aqliyah, Dzikir Lisan dan Dzikir Amaliyah.

Semua tehnis berdzikir itu baik semua. Pada akhirnya terpulang kepada kemampuan kita masing-masing untuk melaksanakan dzikir itu sesuai dengan pilihan Thoriqoh dan petunjuk Mursyid yang bersangkutan selaku murid hanya bisa taat dengan petunjuk gurunya.

Demikian uraian singkat kami dalam menyajikan Thoriqoh sebagai jalan- menuju khusnul khatimah, yang semoga merupakan ikhtiar seorang hamba menjadi idaman bagi setiap muslim diakhir hayatnya. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Dan Allah SWT, selalu membimbing dan memberi hidayah kepada kita semua. Amin.

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!
Saudaraku sekalian,
Siapapun kita pasti berharap meraih kehidupan yang baik di dunia dan akherat, sebagaimana do’a yang sering kita panjatkan ;



رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 ”Yaa Tuhan kami,  anugerahkan kepada kami kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akherat, dan jagalah kami dari siksa neraka”

Hari ini, kehidupan dunia sedang kita jalani, semoga kita mampu mendidik diri dan jiwa kita untuk senantiasa berhati-hati dalam melangkahkan kaki dan menggerakkan tangan. Semoga kaki ini tidak tersandung batu kesalahan yang takkan terampuni, dan tangan ini tidak menyentuh dosa yang terbawa sampai mati.

Saudaraku…
Kelak setelah dunia ini sirna dan berganti dengan kehidupan akherat, segalanya menjadi tidak berguna, segalanya bisa tanpa arti dan makna, bekal yang begitu banyak telah di persiapkan di muka bumi dapat sirna tiada guna.. semua yang datang dihari itu akan merasa sia-sia atas segala yang dilakukannya kecuali mereka yang datang dengan hati yang bersih..

َيوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ  إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“Di hari dimana tidak lagi berguna harta, tidak pula anak-anak, kecuali orang yang mendatangi Allah dengan hati yang bersih”
(QS.As-Syu`ara [26] : 88-89)

Dari sekian banyak penjelasan para mufassir tentang makna ’qalbun salin’ atau hati yang bersih adalah hati yang selamat dan bersih dari noda kesyirikan, hati yang tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu apapun.

Saudaraku..
Satu ayat yang senantiasa dibaca oleh seorang Khotib di mimbar jum`at adalah;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

”Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali sebagai seorang muslim”
(QS. Ali Imran [2] : 101)

Demikianlah nasehat yang disampaikan oleh seorang khotib kepada kita di setiap hari jum`at. Nasehat agar kita meraih khusnul khotimah, agar jangan sampai kita menghembuskan nafas terahir kita dalam kondisi su`ul khotimah, na`udzubillah min dzalik.

Hal terpenting yang mesti kita jaga adalah jangan sampai kita meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah swt, karena janji Rasulullah saw adalah syurga bagi mereka yang meninggal dunia dalam kondisi tidak menyekutukan Allah swt.

مَنْ مَاتَ وَ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ / رواه أحمد

“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka ia akan masuk syurga”.
( HR. Ahmad dari Ibnu Mas`ud )

Dalam hadits ini terjelaskan urgensi bertauhid dan bahayanya perbuatan syirik, menyekutukan Allah swt. Bertauhid dengan benar akan mengantarkan seorang muslim menuju syurga Allah swt dan sebaliknya, kemusyrikan yang terbawa sampai mati akan mengantarkan pelakunya menuju neraka, bahkan mengekalkannya berada didalamnya.

Oleh karena itu sudah seharusnya setiap kita berupaya keras agar dapat menutup usia kita dimuka bumi ini dengan baik, dengan sesuatu yang Allah swt ridhai, bukan sebaliknya dengan sesuatu yang dimurkai-NYA, berusaha mewujudkan kematian terbaik serta memohon dan berdo’a kepada-NYA agar meraih husnul khotimah;

” Yaa Allah Jadikanlah sebaik-baik umurku adalah akhirnya, sebaik-baik amalku adalah penutupnya, dan sebaik-baik hariku adalah hari pertemuanku dengan diri-MU.”

Kalaulah puncak kebaikan itu tidak bisa kita raih, maka yang mesti kita upayakan dengan baik adalah agar jangan sampai kita melakukan perbuatan syirik sehingga peluang syurga masih terbuka untuk kita.

Upaya yang dapat kita lakukan agar dapat bertemu Allah swt dengan hati yang bersih -biqalbin salim- adalah dengan berusaha membersihkan seluruh sisi kehidupan kita dari kesyirikan dan menjauhkan diri kita dari segala bentuk kemusyrikan

Syirik adalah kezhaliman yang besar, karena dosa ini terkait dengan kezhaliman kepada Allah swt, tidak memposisikan Allah swt pada posisi yang seharusnya

…. إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“… Sesungguhnya memepersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (QS. Luqman [ ] : 13)

Termasuk perbuatan syirik yang besar adalah menyakini bahwa selain Allah swt memiliki kemampuan dan wewenang dalam rububiyyah seperti menciptakan makhluq , menghidupkan dan mematikan, memberi rizki dan mengatur alam semesta. Ataupun menyakini bahwa selain Allah swt ada yang pantas menyandang sifat uluhiyyah layak disembah, seperti melakukan ritual peribadatan kepada sesembahan selain Allah swt.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلاّ إِيَّاهُ

“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia..  (QS. Al-Isra’ [ 17] : 23)

Diantara ancaman bagi pelaku syirik besar seperti ini adalah bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya jika terbawa sampai mati dimana pelakunya blum bertaubat;

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar.”
(QS An-Nisa’ [4] : 48)

Disamping itu dosa ini akan membuat amal kebaikan tidak diterima Allah ta`ala, sebagaimana firman-Nya;

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

”Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: ”Jika kamu mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar [39] : 65)


Demikianlah seharusnya bagi seorang mukmin yang ingin meraih kebahagian akherat, agar senantiasa berupaya keras menjaga kemurnian aqidahnya dari noda-noda syirik yang akan mengotorinya sehingga pada hembusan nafas terahirnya dimuka bumi ini ia tidak membawa dosa syirik dan kelak ketika menemui Allah swt ia akan menemui-Nya sengan hati yang bersih biqalbin saliim.

Beberapa Hal pada Diri Kita yang Kurang Kita Sadari & Syukuri …

1. Tiap Manusia telah Naik Pesawat dengan Kecepatan 1.674,4 km/jam
Guru saya menyampaikan, kenapa manusia merasa aman berdiri di atas bumi ini ya, sayapun jadi bertanya2 dlm hati,guru saya melanjutkan, bukankah diatas bumi ini sangat berbahaya, berdiri diatas tanah yg dibawahnya ada magma api (perut bumi) disampingnya ada gunung yg bisa meletus, ada gempa, disekelilingnya ada laut dg air yg dpt meluap ke darat, ada hujan bisa banjir, ada angin bisa jadi badai, dan perlu diketahui yg hebat lagi, saat ini tiap manusia sedang menaiki pesawat luar angkasa yg kecepatannya 1.674,4 km/jam (rotasi bumi), karena fasilitas dlm pesawat ini sangat lengkap&canggih dilengkapi gaya gravitasi, banyak yg tidak sadar apalagi bersyukur, padahal kalau naik diatap kereta saja sangat tdk nyaman bisa terlempar, tapi di atas pesawat yang bernama Bumi ini kita bisa berjalan, naik motor/mobil dengan kecepatan tinggi pula. Itulah nikmat Tuhan yang telah diberikan pada setiap manusia namun sering kita tidak menyadarinya.
2. Latihan Mati atau Benar-benar Mati
Sadar atau tidak, manusia setiap hari saat beranjak tidur sedang berlatih mati atau benar2 mati krn ada yg tidur tdk bangun lagi. Saya kira tdk ada yg tahu secara persis kapan jam/menit kita tertidur. Saat kita angkat tangan org yg tidur tanpa mbangunkannya, ia lemas tak berdaya spt layaknya org mati, terlihatlah kuasa mutlak Tuhan pd manusia, Yg menjaga&mgatur nafas,denyut nadi,&gerakan lain jasad kita, ruh kita dlm kuasaNya, mengembara dlm mimpi, kdg samar kdg jelas, kdg lama kdg sbentar hny beberapa menit, kdg brperan sbg diri sendiri kdg sbg org lain,kdg kena tipu daya setan. Dlm mimpi ruh pergi kemana sj dgn izinNYA, tdk tersekat ruang&waktu, kdg ke masa lalu, saat ini atau masa dpn. Sebagai bukti perjalanan ruh ini adalah terkadang/sering saat kita bertemu seseorang atau dtg ke suatu tempat utk pertama kalinya kita merasa kayaknya sudah pernah bertemu/kesini, itulah ruh kita. Jati diri kita sbenarnya ruh itu yg sangat taat dgn Tuhan, hanya krn nafsu, dunia&setan, ruh mjd lemah, akal yg menasehati jg sering salah krn telah banyak teracuni. Dlm persiapan tidur kita diajarkan utk berwudlu/suci, bnyk zikir, doa,istighfar, sholawat shg tidur kita dinilai ibadah hingga terbangun. Dlm doa sblm tidur, bismika Allahumma ahya wa bismika amut, dgn namaMU&izinMU ya Allah aku hidup&mati, &bersyukur stlh bangun, alhamdulillahillazi ahyana ba’dama amatana wa ilaihinnusyur, terimakasih ya Allah, sgl puji bagiMU yg tlh mghidupkan aku dari matiku, sesungguhnya dgn spt ini kita telah berlatih mati atau memang benar2 mati.
3. Berhadapan dengan Sepiring  Nasi
Guru mengajarkanku, utk keinsyafanku … Ketika menghadap hidangan hendaklah berpikir, betapa banyak saudara2ku telah berjasa, para petani, kuli-kuli panggul dipasar & banyak lagi telah bersusah payah berjasa sampai nasi terhidang. Lauk ikan jika ada itupun dari jasa nelayan … Ataupun ketika memakai baju pakaian, betapa banyak buruh pabrik & penjahit telah berjasa padaku … Padahal mereka yg telah berjasa itu kehidupannya banyak penderitaan, terkadang tidak cukup uang untuk makan atau beli baju … Ya Allah ya Tuhanku turunkanlah rahmatMU pada kami semua agar dapat berkasihsayang, saling mendoakan, semoga hidayah&taufiqMU kekal pada kami semua hingga menghadapMU dalam sebaik2 mati khusnul khotimah.
4. Rambutku … Subhanallah
Betapa Agung, Hebat, dan Sempurna tanpa cacat ciptaan Tuhan, satu hal yang mungkin sangat sering kita remehkan adalah rambut pada permukaan tubuh kita. Berbagai macam jenis rambut yang tumbuh pada tubuh ini, dari di kepala ada rambut kepala, alis, bulu mata, bulu hidung, kumis, jenggot. Ada lagi di ketiak, kaki, tangan, kemaluan, bahkan di sekujur tubuh sebenarnya terdapat rambut halus yang banyak jumlahnya. Semua jenis rambut memiliki tugas atau fungsi masing-masing untuk menopang kehidupan manusia, utamanya sebagai pelindung. Dan semua rambut tumbuh menurut kadarnya masing-masing, panjang pendeknya, besar kecilnya, semua telah Allah SWT tentukan kadarnya, tentu kita tidak pernah menemukan ada bulu hidung/bulu mata/alis yang tumbuhnya memanjang seperti rambut kepala. Inilah nikmat besar yang sudah semestinya kita syukuri, namun sering kita remehkan.
Wahai Tuhan ampuni hamba-Mu yang lemah dan sering tersalah tanpa dapat kami hindari, Engkaulah Maha Pengampun, ampunilah hamba-Mu ini. Terima kasih Tuhan, atas segala yang Engkau berikan pada kami, sungguh kami tidak pandai mensyukuri nikmat-Mu yang senatiasa mengalir setiap saat, begitu banyak tak terhingga. Subhanallah wa bihamdihi.
JUJUR adalah kata yang mudah diucap, namun sulit untuk didapat. Kejujuran seseorang akan menentukan gerak langkahnya dalam meniti jalan hidup untuk menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dikisahkan, seorang lelaki shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah (Irak). Sedang asik berjalan, tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh. Melihat apel merah yang tergeletak di tanah, Tsabit pun bermaksud mengambil dan memakannya, terlebih hari itu adalah hari yang panas dan ia pun tengah kehausan.
Tanpa berpikir panjang, diambil dan dimakannya apel tersebut. Akan tetapi, baru setengah apel tersebut masuk ke kerongkongannya, dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin dari pemilik apel tersebut. Dengan segera, ia pun ke kebun apel dengan niat hendak menemui pemilik apel tersebut dan memintanya menghalalkan buah yang telah dimakannya.

Di kebun itu, ia bertemu dengan seorang lelaki. Tsabit pun berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya." Orang yang ditemuinya menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanyalah penjaga yang ditugaskan merawat dan mengurus kebun milik majikanku." Dengan nada menyesal, Tsabit bertanya lagi, "Di mana rumah majikan Anda? Aku ingin menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Penjaga kebun itu memberitahu bahwa rumah pemilik kebun tersebut cukup jauh, bahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki akan menghabiskan waktu sehari semalam. Namun demikian, Tsabit tetap bertekad pergi, walaupun rumah orang yang dimaksud cukup jauh. Yang penting, apel yang dia makan dihalalkan.

Tsabit pun berjalan menuju rumah pemilik apel. Setibanya di rumah yang dimaksud, dia langsung mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Dari dalam rumah, muncullah seorang lelaki setengah baya. Dia tersenyum ramah, dan berkata, "Apakah ada yang bisa saya bantu?" Sambil membalas senyum, Tsabit bertanya, "Betulkah tuan pemilik kebun apel yang ada di pinggiran kota Kufah?" Laki-laki tersebut menjawab, "Benar wahai anak muda. Memangnya ada apa dengan kebun aplelku?" Tsabit berkata lagi, "Wahai tuan, tadi saya sudah terlanjur memakan setengah dari buah apel tuan yang jatuh dari pohonnya. Karena itu, maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu?" Lelaki tua di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat sebelum kemudian berkata, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit pun tercengang dengan jawaban lelaki tersebut. "Syarat apa yang harus saya penuhi?" tanya Tsabit. Lelaki tersebut menjawab, "Syaratnya adalah engkau harus mau menikahi putriku."

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu dan dia pun berkata, "Apakah hanya karena aku memakan setengah buah apelmu, sehingga aku harus menikahi putrimu?" Yang ditanya tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah melanjutkan dengan berkata, "Sebelum pernikahan dimulai, engkau harus mengetahui terlebih dahulu kekurangan-kekurangan yang dimiliki putriku. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu, ia juga seorang yang lumpuh!" Mendengar pemaparan pemilik kebun tentang putrinya, Tsabit pun terkejut. Dia termenung sejenak sebelum akhirnya menyetujui syarat tersebut. "Yang penting, setengah buah apel yang dia makan dapat dihalalkan," tekadnya dalam hati.

Tanpa menunggu waktu lama, pernikahan pun dilangsungkan. Setelah akad (nikah), Tsabit pun dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu. Tapi tak disangka, perempuan di hadapannya yang kini resmi menjadi istrinya tersebut menjawab salamnya dengan baik. Ketika masuk hendak menghampiri istrinya, sekali lagi Tsabit terkejut karena perempuan yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan tersebut. Dia berkata dalam hatinya, "Kata ayahnya dia perempuan tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamku dengan baik. Jika demikian berarti perempuan yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangannya. Mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya?"

Setelah Tsabit berhadapan dengan istrinya, ia memberanikan diri untuk membuka pembicaraan, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa?" Perempuan di hadapannya tersenyum dan kemudian berkata, "Ayahku benar karena aku tidak pernah melihat segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah." Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?" Istrinya menjawab, "Ayahku benar karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat rido Allah." "Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?" tanya perempuan itu. Tsabit pun menganggukkan kepalanya tanda meng-iya-kan pertanyaan istrinya tersebut. Selanjutnya perempuan itu berkata, "Aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah. Aku juga dikatakan lumpuh, karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang penuh dengan maksiat."

Betapa bahagianya Tsabit, dia bukan hanya dikaruniai istri yang shalehah tapi juga cantik luar biasa.

Akhir cerita, Tsabit bin Ibrahim dikaruniai seorang putra shaleh yang kelak menjadi seorang ulama besar bernama Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit. Dia (Abu Hanifah) adalah seorang ulama atau imam yang berasal dari Kufah dan hidup pada abad ke-7 M. Sebagai ulama besar, ilmuanya menyebar ke seluruh pelosok dunia.

***

JUJUR adalah kata yang mudah diucap, namun sulit untuk didapat. Kejujuran seseorang akan menentukan gerak langkahnya dalam meniti jalan hidup untuk menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jujur adalah sumber segala kebaikan, sedangkan dusta adalah sumber segala malapetaka. Ketika seseorang telah berbuat jujur terhadap sesamanya, maka akan banyak orang merasa diuntungkan olehnya. Tetapi jika seseorang telah berbuat dusta, maka ribuan orang akan merasa dirugikan olehnya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap bencana dusta, karena Rasulullah Saw. telah mengingatkan lewat sabdanya.

"Hendaklah kamu selalu berbuat jujur, sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan, dan kebajikan membimbing ke arah surga. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan hindarilah perbuatan dusta. Sebab dusta membimbing ke arah kejelekan. Dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh-sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, Ali bin Abi Thalib berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar yang terlihat bagian luarnya dari dalamnya, dan bagian dalamnya dari luarnya." Kemudian seorang dusun berdiri dan berkata, "Ya Rasulallah, bagi siapakah kamar-kamar itu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Bagi orang yang baik tutur katanya dan suka memberi makan kepada orang lain, terus berpuasa serta shalat di waktu malam ketika orang-orang sedang tidur." (H.R. Tirmidzi)
Berbicara kejujuran (dalam bahasa arab disebut sebagai Ash-Shidqun), di sini penulis akan mengklasifikasikannya menjadi 5  macam, yaitu:

1. Shidq Al-Qalbi (jujur dalam berniat).
Hati adalah poros anggota badan. Hati adalah barometer kehidupan. Hati adalah sumber dari seluruh gerak langkah manusia. Jika hatinya bersih, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan manfaat. Tapi jika hatinya keruh, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan bencana. Rasulullah Saw. bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati)." (H.R. Bukhari).

Itulah hati dan kejujuran yang tertanam dalam hati akan membuahkan ketentraman, sebagaimana firman-Nya,

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram." (Q.S. Ar-Ra'd [13]: 28)

2. Shidq Al-Hadits (jujur saat berucap).
Jujur saat berkata adalah harga yang begitu mahal untuk mencapai kepercayaan orang lain. Orang yang dalam hidupnya selalu berkata jujur, maka dirinya akan dipercaya seumur hidup. Tetapi sebaliknya, jika sekali dusta, maka tak akan ada orang yang percaya padanya. Orang yang selalu berkata jujur, bukan hanya akan dihormati oleh manusia, tetapi juga akan dihormati oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." (Q.S. Al-Ahzab [33]: 70-71)

Hidup dalam naungan kejujuran akan terasa nikmat dibandingkan hidup penuh dengan dusta. Rasulullah Saw. bahkan mengkatagorikan munafik kepada orang-orang yang selalu berkata dusta, sebagaimana sabdanya, "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; bila berucap dusta, kala berjanji ingkar dan saat dipercaya khianat." (H.R. Bukhari dan Muslim)

3. Shidq Al-'Amal (jujur kala berbuat).
Amal adalah hal terpenting untuk meraih posisi yang paling mulia di surga. Oleh karena itu, kita harus selalu mengikhlaskan setiap amal yang kita lakukan. Dalam berdakwah pun, kita harus menyesuaikan antara ungkapan yang kita sampaikan kepada umat dengan amal yang kita perbuat. Jangan sampai yang kita sampaikan kepada umat tidak sesuai dengan amal yang kita lakukan sebab Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang banyak berbicara tetapi sedikit beramal.

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (Q.S. Ash-Shaff [61]: 2-3)

Jadi, yang harus kita lakukan adalah banyak bicara dan juga beramal agar kita bisa meraih kenikmatan surga.

4. Shidq Al-Wa'd (jujur bila berjanji).
Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya,

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (Q.S. An-Nahl [16]: 91)

Kita pun harus selalu membatasi janji yang kita ucapkan, baik kepada Allah maupun kepada manusia karena setiap janji yang kita ucapkan akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah Swt.

"...Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya." (Q.S. Al-Israa [17]: 34)

5. Shidq Al-Haal (jujur dalam kenyataan).
Orang mukmin hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak hidup berada di bawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri. Dengan bahasa yang sederhana, Rasulullah Saw. mengingatkan kita dengan ungkapan, "Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu." (H.R. Muslim). Dari ungkapan ini, Rasulullah Saw. menganjurkan kepada umatnya untuk selalu hidup di atas kenyataan dan bukan hidup dalam dunia yang semu.

Ingin agar Ramadhan tahun ini memiliki dampak perubahan yang luar biasa bagi masa depan Anda? Sekaranglah saatnya berlatih jujur yang dimulai dari jujur pada diri sendiri dengan melaksanakan semua ibadah Ramadhan dengan penuh kejujuran. Wallahu a'lam.


1 komentar: