Rabu, 29 Februari 2012

Sholat Sunah Rowatib

Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh.
Bismillahirrohmanirrohim
Sholat Sunnah Rowatib sepintas nampak seperti hal yang biasa menurut kita. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui bahwa Rosulullah tidak pernah meninggalkan sholat sunnah ini selain dalam perjalanan. Kalaupun tertinggal karena lupa, sakit atau tertidur, beliau mengqodo’nya. Dari sini dapat kita simpulkan betapa pentingnya kedudukan sholat sunnah rowatib ini disamping sholat-sholat fardlu.
Sholat Sunnah Rawatib sangat dianjurkan / ditekankan untuk dilakukan. Menurut pendapat beberapa ulama, orang yang terus menerus meninggalkannya maka ketakwaannya tidak bisa dipercaya dan ia pun berdosa. Alasannya, karena terus menerus meninggalkannya menunjukkan kadar keislamannya yang sangat rendah dan ketidakpeduliannya terhadap sholat sunnah rowatib. Adapun keistimewaan sholat sunnah rowatib adalah merupakan penambal kekurangan dan kesalahan seseorang ketika melaksanakan sholat fardlu. Karena manusia tidak terlepas dari kesalahan, maka ia membutuhkan sesuatu yang dapat menutupi kesalahannya tersebut.
Berdasarkan Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a bahwa
Saya menghafal sepuluh rokaat dari Rosulullah: dua rokaat sebelum sholat zhuhur, dua rokaat setelah sholat zhuhur, dua rokaat setelah sholat maghrib di rumah beliau, dua rokaat setelah sholat isya’ di rumah beliau, dan dua rokaat sebelum subuh. Sebelum subuh ini adalah waktu di mana tidak seorang pun yang datang kepada Rosulullah SAW. Hafshah memberitahuku bahwa jika muazin mengumandangkan adzan dan fajar telah terbit, maka beliau sholat dua rokaat.
Berdasarkan hadist di atas dapat kita simpulkan bahwa sholat sunnah rowatib terdiri dari dua rokaat sebelum Dzuhur, dua rokaat setelah dzuhur, dua rokaat setelah maghrib, dua rokaat setelah isya’, dan dua rokaat sebelum subuh setelah terbit fajar.
Dalam Shohih Muslim diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa ia berkata
Rosulullah sholat empat rokaat sebelum sholat dzuhur di rumahku. Kemudian beliau keluar dan sholat bersama orang-orang, lalu pulang ke rumahku dan melakukan sholat dua rokaat.
Berdasarkan hadist riwayat ini, beberapa ulama menyimpulkan bahwa jumlah rokaat sholat sunnah rowatib adalah 12 rokaat.
Keutamaan melaksanakan sholat sunnah rowatib di rumah :
  1. Untuk menghindari riya’ (sikap pamer), ujub (membanggakan diri sendiri), dan untuk tidak memperlihatkan amal baik kepada khalayak ramai.
  2. Lebih mudah untuk khusyuk dan ikhlas lantaran suasananya yang sepi (tidak banyak orang).
  3. menghidupkan rumah dengan dzikir kepada Allah dan sholat seperti sabda Rosulullah,
Jadikanlah sebagian sholat kalian di rumah-rumah kalian, dan jangan kalian menjadikannya sebagai kuburan
Yang paling utama dari sholat-sholat sunnah rowatib ini adalah sholat sunnah sebelum fajar. Hal ini berdasarkan riwayat dari Aisyah r.a. bahwa ia berkata,
tidak ada sholat sunnah yang paling dijaga oleh Rosulullah selain dua rokaat fajar.
Rosulullah bersabda :
Dua rokaat sholat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya
Oleh karena itu Roslullah selalu melakukan sholat dua rokaat fajar dan sholat witir, baik ketika di rumah maupun ketika dalam perjalanan.
Sholat sunnah rowatib selain witir dan sholat sunnah fajar tidak disunnahkan dilakukan ketika dalam perjalanan. Hal ini didasarkan dari riwayat ketika Ibnu Umar r.a. ditanya tentang sholat rowatib Dzuhur ketika dalam perjalanan ia berkata,
Seandainya aku melakukan sholat rowatib, tentunya aku tidak mengqoshor sholat.
Ibnul Qayyim berkata,
Termasuk tuntunan Rosulullah dalam perjalanan adalah mengqoshor sholat fardlu. Tidak ada riwayat dari beliau yang menunjukkan bahwa beliau melakukan sholat sunnah sebelum dan setelah sholat qoshor tersebut, kecuali sholat witir dan sholat sunnah fajar
Adapun dalam pelaksanaannya Rosulullah mensunnahkan untuk memendekkan sholat sunnah fajar. Berdasarkan riwayat Shohih Bukhori dan Muslim Aisyah r.a. berkata :
Rosulullah selalu memendekkan sholat dua rokaat sebelum sholat subuh.
Dalam sholat subuh, pada rokaat pertama setelah membaca Al Fatihah Rosulullah melanjutkannya dengan membaca surat Al Kafirun dan pada rokaat kedua dengan Al Ikhlash. Pernah juga pada rokaat pertama Rosulullah membaca surat Al Baqoroh ayat 136 setelah membaca Al Fatihah dan Ali Imron ayat 64 pada rokaat kedua. Hal ini juga dilakukan beliau pada sholat dua rokaat setelah maghrib berdasarkan riwayat Al Baihaqqi dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud r.a. yang menjelaskan tentang seringnya Roslulullah membaca surat Al Kafiruun dan Al Ikhlas pada sholat dua rokaat  setelah sholat maghrib dan sebelum sholat subuh.
Jika dari sholat-sholat ini ada yang terlewat, disunnahkan untuk mengqodo’nya. Demikian juga jika terlewat sholat witir, maka disunnahkan untuk mengqodo’nya di siang hari. Rosulullah mengqodho’ dua rokaat sholat sunnah fajar dan sholat subuh ketika tertidur dan belum melaksanakannya. Beliau juga pernah mengqodho’ sholat sunnah qobliyah dzuhur setelah sholat ashar. Adapun disyariatkannya mengqodho’ sholat sunnah rowatib lainnya dapat dianalogikan sholat-sholat yang disebutkan di dalam nash hadist.
Rosulullah bersabda,
Barangsiapa tertidur atau lupa dan tidak sholat witir, hendaknya melakukannya ketika ia bangun atau ketika mengingatnya. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Ketika mengqodho’ sholat witir, hendaknya juga mengqodho’ sholat sunnah sebelumnya. Hal ini didasarkan pada riwayat Aisyah r.a. yang ia berkata,
Rosulullah jika tidak sholat malam karena tidur atau sakit, beliau sholat di siang hari dua belas rokaat.
Demikian tadi telah diuraikan tentang keutamaan serta segala sesuatu yang berkaitan dengan sholat sunnah rowatib. Mudah-mudah bermanfaat bagi saudara-saudariku yang mau menegakkannya.
Wassalamualaikum warohmatullah wabarokatuh
Referensi :
Al Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-hari. Jakarta : Gema Insani Press

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ
“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” [1]

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah rawatib, sehingga Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam bab: keutamaan shalat sunnah rawatib (yang dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab beliau Riyadhus Shaalihiin. [2]
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
  1. Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu. [3]
  2. Dalam riwayat lain hadits ini dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan dalam hadits di atas[4], yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur[5] dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua rakaat sebelum Subuh[6]. Adapun riwayat yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum shalat Ashar”, maka ini adalah riwayat yang lemah[7] karena menyelisihi riwayat yang lebih kuat yang kami sebutkan sebelumnya. [8]
  3. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu, sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, perawi hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama[9].
  4. Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain[10]. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih. [11]
  5. Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan amal ibadah kepada Alah Ta’ala semata-mata.
  6. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit.” [12]
  7. Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi yang datang setelah mereka.
Footnote:
[1] HSR Muslim (no. 728).
[2] Riyadhus Shalihin (bab no. 195, hal. 1409).
[3] Lihat keterangan Imam an-Nawawi dalam Shahih Muslim (1/502).
[4] Lihat keterangan syaikh al-’Utsaimin dalam Syarh Riyadhish Shaalihiin (3/282).
[5] Dikerjakan dua raka’at – salam dan dua raka’at – salam (ed)
[6] HR an-Nasa-i (3/261), at-Tirmidzi (2/273) dan Ibnu Majah (1/361), dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Ibnu Majah (no. 935).
[7] Dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam Dha’iful Jaami’ish Shagiir (no. 5672).
[8] Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 22).
[9] Lihat misalnya kitab Faidhul Qadiir (6/166).
[10] Demikian keterangan yang kami dengar langsung dari guru kami yang mulia, syaikh Abdul Muhsin al-’Abbaad, semoga Allah menjaga beliau.
[11] Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 29, 33-34).
[12] HSR al-Bukhari (no. 6099) dan Muslim (no. 783).
***
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, dan kami minta pertolongan kepada-Nya, dan kami mohon ampunan kepada-Nya, dan kami berlindung dari keburukan diri kami dan dari keburukan amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seseorangpun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, kepada para Shahabat, dan juga kepada pengikutnya yang baik hingga hari Kiamat. Amma ba’du
MENGQADLA’ SHOLAT RAWATIB APABILA TERTINGGAL
  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH FAJAR
Disyariatkannya bagi orang yang tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, untuk mengerjakannya setelah shalat Shubuh langsung atau setelah matahari terbit (baca: waktu Dhuha). Tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakannya setelah matahari terbit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, maka hendaklah ia mengerjakannya setelah matahari terbit.” (Tirmidzi/ 424)
Hadist ini shahih. Dinilai shahih oleh al-Hakim (I/24), Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani.
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu, bahwasahnya dia pernah mengerjakan shalat Shubuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sedang dia belum mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelumnya. Dan setelah beliau mengucapkan salam, diapun mengucapkan salam bersama beliau. Selanjutnya, dia mengerjakan shalat rawatib Shubuh dua rakaat, sedang Rasulullah melihatnya, tetapi beliau tidak melarangnya melakukan hal tersebut.”  Diriwayatkan oleh Tirmidzi/422, Abu Dawud/ 1267. Dinilai shahih oleh al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Al-‘Allamah Ahmad Syakir menilai shahih dalam Tahqiq Sunan Tirmidzi. Begitu pula Al-Albani memasukkan hadist ini dalam Shahih Tirmidzi.
“Bahwa Nabi pada suatu ketika sedang dalam berpergian. Sekalian sahabat sama tertidur sampai tidak sempat melakukan shalat Fajar (Shubuh). Mereka bangun di saat matahari sudah terbit, merekapun lalu berjalan sedikit sampai matahari agak tinggi. Kemudian beliau menyuruh seorang muadzin untuk berdiri melakukan adzan dan seterusnya lalu melakukan dua rakaat sunat sebelum Fajar dan qamat serta melakukan shalat Shubuh (fajar).” Diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Ahmad dari Umar bin Hushain.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin juga menjelaskan bahwa apabila sholat Shubuh tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah fajar dilakukan sebelum sholat Subuh.
Catatan: Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa bolehnya mengganti shalat sunnah yang tertinggal pada waktu yang terlarang shalat karena setelah Shubuh sampai terbit matahari dilarang sholat.
Saya sempat bertanya kepada Ustadz Aris Munandar mengenai bolehkah sholat sunnah fajar setelah Shubuh karena tertinggal. Beliau menjawab dengan singkat, “Boleh dengan syarat sering melakukan” Wallahu a’lam
KESIMPULAN:
  1. Bolehnya mengganti sholat sunnah fajar yang tertinggal dengan catatan dia memang sering melakukannya. Dan waktu pengerjaannya boleh langsung ataupun di waktu matahari terbit akan tetapi yang paling afdhol adalah setelah matahari terbit.
  2. Apabila tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah dilakukan sebelum sholat Shubuh
  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH DZUHUR
Saya mengecek dalam buku Fiqhus Sunnah Jilid II halaman 23 poin V karangan Sayyid SAbiq.  disitu ada hadist
Ibnu Majah meriwayatkan pula dari ‘Aisyah, katanya:  “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu apabila ketinggalan sholat sunnah empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya sesudah mengerjakan SUNNAH DUA RAKAAT SEHABIS DZUHUR”.   
Hadist ini dikomentari oleh Al-Albani dalam Tamamul Minnah jilid II (buku karangan Al-Albani yang mengulas tentang komentar dan kritikan tentang Fikih Sunnah Sayyid Sabiq), “karena disitu tidak dijelaskan kedudukan, mungkin saja penulis (Sayyid Sabiq) menganggap hadist itu shahih. Padahal tidak. Hadist ini riwayat Qais bin ar-Rabi’, Al-Hafidz berkata ia jujur tetapi terganggu ingatannya setelah tua. Al-Albani berkata: Hanya Ibnu Majah yang mencantumkan ‘sesudah dua rakaat’. Ini tambahan yang diingkari karena hadist riwayat Tirmidzi dari jalur lain yang juga dari ‘Aisyah dengan sanad shahih tidak menyebutkan ‘sesudah dua rakaat’. Wallahu a’lam, jika memang yang salah adalah Sayyid Sabiq semoga beliau mendapat ampunan dari Allah.
Dari ‘Aisyah: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jikalau ketinggalan shalat empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya itu sesudah Dzuhur.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan katanya hadist ini hasan lagi ghorib. Al-Albani berkata shahih (seperti yang telah dijelaskan diatas).
Dari Kuraib, pembantu Ibnu Abbas, bahwa Abdullah bin Abbas, Abdurrahman bin Azhar dan al-Miswar bin Makhramah pernah mengirimnya untuk menemui ‘Aisyah, maka mereka berkata: “sampaikan salam kami semua kepadanya dan tanyakan tentang dua rakaat rawatib setelah ‘Ashar………………... Dan setelah berbalik beliau bersabda, “Wahai puteri Abu Umayyah, engkau bertanya tentang dua rakaat setelah ‘Ashar? Sesungguhnya aku telah didatangi oleh beberapa orang dari ‘Abdul Qais untuk meng-Islamkan beberapa orang dari kaumnya, sehingga aku tidak sempat mengerjakan shalat rawatib dua rakaat setelah Dzuhur, Dan yang kukerjakan itu adalah shalat rawatib Dzuhur.” Diriwayatkan Bukhori/ 1233, Muslim/834.
KESIMPULAN :
  1. Bolehnya mengganti sholat Qabliyah Dzhuhur setelah menunaikan Shalat Dzuhur
  2. Bolehnya mengganti sholat Ba’diyah Dzuhur setelah Shalat ‘Ashar
PENGERJAAN 4 RAKAAT ITU DUA DUA ATAU EMPAT LANGSUNG?
Mengenai hal ini ada perbedaan pendapat diantara ulama. Ada mereka yang mengatakan langsung dengan satu salam diantaranya adalam Imam Abu Hanifah. Sedangkan yang mengatakan dua rakaat dua rakaat adalah Imam Syafi’I dan pendapat Syafi’I inilah yang dipilih oleh jumhurul ulama’. Wallahu a’lam
Perbedaan pendapat itu bermula dari satu hadist Rasulullah ini, yaitu
Dan riwayat imam yang lima dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban, “Sholat malam dan siang itu dua dua.” Nasa’I berkata ini salah. (Lihat Bulughul Marom)
Al-Albani berkata dalam Tamamul Minnah: “Hadist yang semisal dalam Shahih Bukhori-Muslim yang juga dari Ibnu Umar tanpa kata an-nahar (siang)”. Al-Hafidz berkata dalam Al-Fath: “Mayoritas ahli hadist mengatakan tambahan itu mu’tal (cacat). Maka tambahan ini tidak shohih.”
Kemudian dalam Tamamul Minnah Al-Albani mengatakan, “Bahwa pendapat yang lebih utama adalah salam pada setiap dua rakaat bagi sholat-sholat yang dilakukan siang hari. Wallahu a’lam” (Tamamul Minnah Bab Sholat Rawatib Dzuhur).
KESIMPULAN:
Adanya perbedaan diantara ulama (Hanafiyah dengan Syafi’iyah) mengenai sholat rawatib 4 rakaat di siang hari. Adapun mayoritas ulama (jumhurul ulama) memilih pendapat Syafi’I sebagai pendapat yang lebih utama. Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat. Wallahu waliyut taufiq
Sumber :
  1. Bulughul Maram karangan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani
  2. Bughyatul Mutathawwi’ karangan Muhammad bin Umar bin Salam Bazmul
  3. Fiqhul Islam Syarh Bulughul Maram II karangan Abdul Qadir Syaibah al-Hamd
  4. Tamamul Minnah I karangan Muhammad Nashiruddin al-Albani

 Shalat Sunnah Rawatib sepintas nampak seperti hal yang lumrah. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui bahwa Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat sunnah ini kecuali ketika beliau dalam perjalanan. Kalaupun tertinggal karena lupa, sakit atau tertidur, beliau mengqadha’nya. Dari sini dapat kita simpulkan betapa pentingnya kedudukan shalat sunnah rawatib ini disamping shalat-shalat fardlu. Adapun Keistimewaan shalat sunnah rawatib adalah merupakan penambal kekurangan dan kesalahan seseorang ketika melaksanakan shalat fardlu. Karena manusia tidak terlepas dari kesalahan, maka ia membutuhkan sesuatu yang dapat menutupi kesalahannya tersebut.
Dalam pembahasan yang lalu telah kita ketahui banyak sekali keutamaan-keutamaan shalat sunnah. Untuk kesempatan kali ini kita akan mengulas sedikit tentang keutamaan-keutamaan shalat sunnah rawatib yang tentunya masih dikutib dari buku “Himpunan dan Tata Cara Shalat Sunnah” karya Dr. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani yang diterbitkan oleh Pustaka At-Tibyan.
Dari Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha-, Istri Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ
“Setiap hamba muslim yang shalat sunnah setiap harinya duabelas rakaat, selain shalat wajib, pasti Allah bangunkan untuknya rumah di dalam surga, atau dibangunkan untuknya satu rumah di dalam surga.” (Kemudian) Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha- berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” (HR. Muslim, no. 728).
Secara terperinci shalat-shalat sunnah rawatib tersebut adalah:
a. 2 rakaat sebelum Shubuh, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
b. 2 rakaat sebelum Zhuhur, dan bisa juga 4 rakaat.
c. 2 rakaat setelah Zhuhur
d. 4 rakaat sebelum Ashar
e. 2 rakaat setelah Jum’at.
f. 2 rakaat setelah Maghrib, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
g. 2 rakaat setelah Isya, dan sunnahnya dikerjakan di rumah.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan-keutamaan shalat-shalat sunnah rawatib antara lain:
1. Hadits Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha-, “Aku pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Barangsiapa menjaga empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat sesudah Zhuhur, akan Allah haramkan dirinya dari Neraka.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (VI/326))
2. Hadits Ibnu Umar -Radhiyallahu ‘anhuma-, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Semoga Allah memberi rahmat kepada seseorang yang shalat sunnah sebelum Ashar empat rakaat.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (II/117).
3. Diriwayatkan dari ‘Aisyah -Radhiyallahu ‘anha- dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
“Dua rakaat sunnah Fajar (Shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab: Dianjurkanya shalat dua rakaat sebelum Shubuh, no. 725).
FAIDAH SHALAT SUNNAH RAWATIB
shalat sunnah Rawatib ini didefinisikan dengan shalat yang terus dilakukan secara kontinyu mendampingi shalat fardhu. Demikian Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin memberikan definisinya, sehingga berkaitan dengan faidah shalat sunnah Rawatib ini, beliau memberikan penjelasan: “Faidah Rawatib ini, ialah menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu”.[19]
Sedangkan Syaikh ‘Abdullah Al-Basam mengatakan dalam Ta’udhihul Ahkam (II/383-384) bahwa shalat sunnah Rawatib memiliki manfaat yang agung dan keuntungan yang besar. Yaitu berupa tambahan kebaikan, menghapus kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat fardhu. Sehingga Syaikh al-Basam mengingatkan, menjadi keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan menjaga kesinambungannya.



Bismillah,
Sholat dibagi menjadi 2, yakni sholat wajib (fardhu) dan sholat sunnah. Dari sekian banyak sholat sunnah, ada sholat sunnah yg ‘menemani’ sholat fardhu, baik itu sebelum sholat fardhu maupun sesudahnya, yang disebut sholat sunnah Rawatib.
Sholat sunnah Rawatib ini pun dibagi menjadi 2, yakni sunnah muakkad dan ghairu muakkad. Untuk lebih mudahnya, sunnah muakkad adalah yg sering dilakukan (serta dianjurkan) oleh Rasululloh SAW, sementara ghairu muakkad jarang sekali dilakukan beliau. Para ulama sepakat bahwa sunnah muakkad merupakan salah satu sholat sunnah yg amat besar manfaat dan fadilahnya.
Apa saja yg termasuk dalam sunnah muakkad:
1. 2 raka’at SEBELUM sholat Subuh. Sholat sunnah ini mempunyai fadilah/manfaat yg sangat besar serta sangat dianjurkan Rasululloh SAW. Silakan cek haditsnya di bawah.
2. 2 raka’at SEBELUM sholat Dhuhur
3. 2 raka’at SESUDAH sholat Dhuhur
4. 2 raka’at SESUDAH sholat Maghrib
5. 2 raka’at SESUDAH sholat Isya
Apa saja yg termasuk dalam sunnah ghairu muakkad:
1. 2 raka’at SEBELUM sholat Dhuhur
2. 2 raka’at SESUDAH sholat Dhuhur
3. 2 raka’at SEBELUM sholat Ashar
4. 2 raka’at SEBELUM sholat Maghrib
5. 2 raka’at SEBELUM sholat Isya
Adapun hadits2 yg mendukung/terkait sholat sunnah rawatib ini di antaranya:
- Dari Aisyah r.a bahwa Rasululloh SAW bersabda :”Dua raka’at fajar (salat sunnah yang dikerjakan sebelum shubuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim)
- Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha, ia berkata: “Aku telah mendengar Rasululloh shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa salat dalam sehari semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum salat Subuh.”” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan shahih)
-Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu dia berkata: “Aku salat bersama Rasululloh shallallahu alaihi wasalam dua rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum’at, dua rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat sesudah Isya.” (Muttafaq ‘alaih)
- Dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu , ia berkata: “Bersabda Rasululloh shallallahu alaihi wasalam , ‘Di antara dua adzan itu ada salat, di antara dua adzan itu ada salat, di antara dua adzan itu ada salat. Kemudian pada ucapannya yang ketiga beliau menambahkan: ‘bagi yang mau”. (Muttafaq ‘alaih)
- Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dhuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api Neraka.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits ini hasan shahih)
- Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu, bahwa Rasululloh shallallahu alaihi wasalam bersabda : “Semoga Allah memberi rahmat bagi orang yang salat empat rakaat sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan)
Seringkali kita melihat ada jama’ah masjid yg sholat sunnah usai adzan Magrib/Isya dikumandangkan, sementara ybs sudah lama duduk di masjid. Jangan terburu-buru mencap mereka bid’ah. Bisa jadi mereka melakukan sholat sunnah ghairu muakkad. :-)
Semoga berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar