Senin, 08 Agustus 2011

Penghapal Quran Zaman Nabi

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Hud;11 : 120).
Sebagian ahli bahasa dari Bashroh mengartikan bagian awal ayat di atas dengan begini: dan Kami ceritakan semua kisah tentang para rasul yang dapat meneguhkan hatimu. Jadi, di dalam al-Quran terdapat semua kisah peneguh hati untuk orang-orang yang beriman dimana mereka tidak perlu lagi mencari kisah-kisah lain di luar al-Quran untuk meneguhkan hatinya. Mungkin karakter utama dari kisah dalam al-Quran itu adalah kebenaran. Apapun itu, akan tetapi ini adalah sisi lain keuntungan bagi mereka yang menghafal Quran: bahwa mereka akan memiliki hati yang teguh di hadapan cobaan hidup. Contohnya seperti berikut: Seorang wanita yang bernama Tsana adalah istri dari seorang dokter yang bernama Jamal Qorni. Mereka adalah anggota ikhwanul muslimin Mesir. Suatu hari, intelijen Anwar Sadat menangkap dan memenjarakan Jamal Qorni. Akhirnya sang istri harus berjuang mendidik anak-anaknya yang berjumlah 4 (empat) itu sendirian. Anak yang pertama bernama Muhammad, anak kedua Ahmad, anak ketiga Zainab dan anak terakhir adalah Maryam. Ummu Muhammad dengan serius dan ketatnya mendidik Muhammad agar kelak ia bisa menggantikan peran ayahnya yang dipenjarakan entah sampai kapan keluarnya. Apa hasilnya? Muhammad dan bahkan Ahmad mampu menyelesaikan hafalan al-Qurannya 30 juz secara sempurna dan mampu lulus di sekolah mereka dengan nilai yang memuaskan. Suatu hal yang mungkin tidak akan terjadi jika Alloh tidak menurunkan cobaan berupa pemenjaraan ayah mereka. Sebab dengan cobaan pemenjaraan suaminya, Ummu Muhammad benar-benar memperhatikan detik per detik pendidikan anak-anaknya terutama Muhammad agar tidak terlewat kecuali dengan beribadah kepada Alloh, menghafal Quran, memahaminya dan mempelajari sunnah Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-[1].
Kisah di atas sengaja diketengahkan pertama kali agar orang yang ingin menghafal Quran mengerti benar bahwa ia tidak akan bisa sukses menghafal Quran 30 juz kecuali harus memiliki hati yang sabar dan cinta kepada al-Quran. Kenyataan bahwa al-Quran itu banyak di dalamnya ayat-ayat serupa tidak bisa dipungkiri lagi. Fakta bahwa al-Quran adalah kitab yang cukup tebal untuk dihafal tidak bisa dihindari lagi. Namun menghafal Quran bukanlah sesuatu yang mustahil, bahkan sesuatu yang dimudahkan, sebab Alloh berfirman:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar;54 : 17). Mari melihat apa kata para penafsir al-Quran mengenai ayat di atas. Wahbah az-Zuhaili menafsirkan: “sesungguhnya Kami memudahkan al-Quran untuk dihafal dan dijadikan pelajaran. Namun, adakah orang yang mengambil pelajaran darinya?!”[2]. Lalu, Abu Bakr al-Jazairi juga menafsirkan mirip dengan Wahbah az-Zuhaili, ia berkata: “sesungguhnya Kami telah memudahkan al-Quran untuk dihafal dan Kami gampangkan dia untuk diambil pelajaran”[3]. Tapi dengan paduan karakter al-Quran yang memang cukup banyak jumlah ayat-ayatnya itu dan terdapat beberapa ayat yang mirip dengan janji Alloh memudahkan penghafalannya, seorang muslim menjadi tau rahasia Alloh melanjutkan firman-Nya: “maka adakah orang yang mengambil pelajaran”. At-Thobari berkata –dengan membawakan riwayatnya- : “maka adakah sang penuntut ilmu yang mau menghafalkan Quran lalu ia dibantu oleh Alloh?”.
MENANAMKAN KECINTAAN MENGHAFAL QURAN
  1. Merasakan dulu keagungan dan kehebatan al-Quran.
Inilah kiat utama agar seorang muslim cinta menghafal Quran: dengan merasakan keagungan dan kebesaran al-Quran. Keagungan al-Quran itu terletak pada yang menurunkannya, yaitu Alloh Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Keagungan al-Quran juga terletak pada ilmu yang terkandung di dalamnya berupa ilmu bahasa, ilmu hukum dan perundang-undangan Islam, bahkan ketetapan-ketetapan ilmu alam juga terdapat dalam ayat-ayatnya. Semua ini merupakan ilmu yang bermanfaat bagi manusia di dunia dan di akhirat. Jika dibandingkan dengan kitab-kitab lain selain al-Quran, akan terlihat lebih mencolok lagi keunggulan al-Quran yang jauh melebihi segala tulisan apa pun yang pernah ditulis oleh para ilmuan. Maha benar Rosululloh ketika bersabda:
عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من شغله قراءة القرآن عن مسألتي وذكري أعطيته أفضل ثواب السائلين وفضل كلام الله على سائر الكلام كفضل الله على خلقه (رواه الترمذي وقال حديث حسن)
Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Rosululloh –sholawat dan salam Alloh tercurah ke atasnya- bersabda: siapa yang bacaan al-Qurannya menyibukkannya dari meminta dan berwirid kepada-Ku, Aku berikan ia sebaik-baik pahala para peminta. Dan keutamaan kalam (perkataan) Alloh di atas kalam yang lain adalah seperti keutamaan Alloh di atas makhluk-makhluk-Nya. (diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata: ini hadits hasan). Inilah keistimewaan yang sangat tinggi yang Alloh berikan kepada para penghafal Quran. Hal ini merupakan berkah dari al-Quran, dimana Alloh menebarkannya untuk mereka yang menyibukkan diri mengulang-ulang ayat-ayat-Nya. Berkah itu artinya kebaikan yang umum dan banyak. Umum artinya segala macam kebaikan terdapat dalam al-Quran, dari mulai ketenangan hati ketika membacanya, kesehatan jasad ketika mengulang-ulangnya, menguatnya memori ketika menghafalnya, bertambahnya ilmu ketika mengkajinya, meningkatnya iman ketika mendengarkannya dan banyak lagi kebaikan lain dari al-Quran yang Alloh berikan. Banyak berarti tidak pernah habis, seperti yang dikatakan oleh para ulama: bahwa mereka tidak pernah merasa puas menggali ilmu-ilmu al-Quran, setiap kali membaca ayat walaupun itu itu juga ayatnya namun terdapat pemahaman baru yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Setelah memahami ini, diharapkan seorang yang ingin menghafalkan al-Quran menjadi cinta dengan hafalan Quran, karena ia tau betapa hebatnya al-Quran itu dan betapa pantasnya ia untuk dimasukkan ke dalam memori.
  1. Al-Quran dihafalkan oleh orang-orang yang paling hebat.
Inilah alasan berikutnya agar seseorang itu menjadi cinta menghafalkan al-Quran. Manusia yang pertama kali menghafalkan al-Quran adalah Muhammad –Shollallahu ‘alaihi wa Sallam-. Semua manusia pasti mengetahui siapa beliau. Orang yang muslim pasti mengenal betul siapakah Muhammad itu. Akan tetapi di sini pengakuan dari seorang yang kafir tapi mau menuruti kaidah keadilan perlu diungkapkan. Seorang Yahudi bernama Michael Hart memasukkan nama Muhammad –Sholawat dan Salam Alloh tercurah ke atasnya- pada nomor urut pertama dari 100 tokoh pribadi yang paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah. Ia berkata: “saya tau bahwa menjadikan Muhammad sebagai orang pertama di sepanjang sejarah kemanusiaan yang paling berpengaruh di dunia akan menimbulkan kericuhan dari sebagian kalangan. Tapi apa mau dikata, ini memang fakta: bahwa Muhammad lah -dan bukan yang lainnya- sebagai orang pertama yang paling berpengaruh di dunia, bukan Yesus, sebab ia mesti berbagi dengan Paus dalam menyebarkan Kristen sebagai agama yang paling banyak pengikutnya”. Jadi apa yang diperbuat Nabi Muhammad terhadap al-Quran? Beliau menghafalnya secara keseluruhan.
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Abu Bakr Ash-Shiddiq, sahabat Nabi yang paling utama menghafal al-Quran secara keseluruhan. Dalilnya adalah ketika Nabi sedang sakit menjelang kematian dan menyuruhnya untuk mengimami sholatnya kaum muslimin yang terdiri dari muhajirin dan anshor. Alasannya adalah, Nabi telah bersabda:
يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله (رواه مسلم)
“Yang berhak menjadi imam adalah yang paling hafal kitab Alloh” (H.R. Muslim). Maka sekiranya Abu Bakr itu tidak hafal kitab Alloh (secara keseluruhan) tidaklah mungkin Nabi menyuruhnya tampil menjadi imam (sebab Nabi tidak pernah menentang perkataannya sendiri)[4]. Sekarang, siapa orang Islam yang tak kenal dengan Abu Bakr? Keimanannya yang sempurna, kecepatannya dalam mengerjakan kebaikan, kasih sayangnya yang luas dan keberaniannya dalam membela Islam sudah sangat terkenal. Jadi, manusia yang paling mulia setelah Rosululloh ini pun hafal keseluruhan al-Quran.
Setelah menyadari ini, diharapkan seorang yang cinta menghafal Quran semakin meningkat lagi rasa cintanya itu. Sebab ia faham, tidak ada jalan untuk meraih apa yang diraih oleh orang-orang soleh yang hebat-hebat itu kecuali dengan meniti jalan sesuai dengan jalan yang telah mereka lalui, dalam hal ini adalah menghafal al-Quran 30 juz.
  1. Melalui al-Quran, Alloh menghibur kesedihan hati hamba-Nya.
Di manakah letaknya kesedihan? Jawabannya adalah di dalam hati. Orang yang sedih lalu berfikir bahwa penghilang kesedihannya itu adalah dengan cara berjalan-jalan ke suatu tempat yang indah bukanlah orang yang bijak. Bukan pula orang yang bijak jika merasa bahwa kesedihannya itu dapat hilang dengan cara bermaksiat kepada Alloh, seperti berzina dengan seorang perempuan atau menenggak alkohol. Sebab Alloh adalah Dzat yang menggenggam hati setiap orang dan Dia adalah yang menciptakannya sebelumnya, maka jika seseorang ingin mengobati kesedihannya tidak ada jalan lain kecuali dengan mengetuk pintu kasih-Nya yaitu dengan cara membaca al-Quran, beristighfar, bertaubat, berdoa atau mendirikan sholat yang di dalamnya bacaan al-Quran banyak dilantunkan.
Seorang muslim, ketika membaca al-Quran, esensinya ia sedang berdialog dengan Alloh. Maka disyariatkan sekali sebelum membaca al-Quran ia terlebih dahulu berwudhu, lalu menghadap kiblat, meminta perlindungan kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk, membaca bismillah sebagai pengungkapan pernyataan dirinya ingin menggapai rahmat dan kasih sayang-Nya baru mulai membaca al-Quran dengan perlahan-lahan dengan tujuan memahami makna-maknanya dan dengan tekad untuk mengamalkannya. Pada kondisi seperti ini, yakinlah Alloh akan membebaskannya dari segala macam kesedihan dan kegundahan yang sedang melanda hatinya. Bahkan ia akan dihindarkan oleh Alloh dari segala bentuk kesedihan dan kecemasan yang akan menimpa dirinya di kemudian hari. Apalagi ketika ia membaca ayat-ayat yang mengkisahkan perjuangan para Nabi di hadapan kaum mereka, ia menjadi kuat, karena ia tidak sendirian, bahkan bersama-sama dengan rombongan kebaikan dan kumpulan orang-orang baik itu. Atau ketika ia membaca ayat-ayat yang memaparkan kasih sayang Alloh yang Dia curahkan kepada manusia –dan ia termasuk di antara manusia- itu, ia menjadi kuat, karena ternyata Alloh sangat perhatian dan sangat mencintai dirinya, melebihi kecintaan ayah atau ibunya sendiri terhadap dirinya itu. Atau ketika ia membaca ayat ini:
يا بني اذهبوا فتحسسوا من يوسف وأخيه ولا تيأسوا من روح الله ...
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Alloh … (Yusuf;12 : 87). Jika direnungkan, ayat ini memang menceritakan perkataan Ya’qub kepada anak-anaknya yang telah berbuat salah menghilangkan Yusuf. Ya’qub benar-benar yakin bahwa Yusuf masih ada dan merasakan bahwa anak-anaknya telah berbohong dan berbuat kesalahan besar dengan mencelakakan Yusuf dan menjauhkannya dari dirinya. Namun ia tetap bersabar menghadapi kelakuan buruk anak-anaknya itu, terus berusaha mewujudkan kebaikan dan perdamaian di antara Yusuf dan anak-anaknya yang lain dan tidak pernah berputus asa dan menyuruh anak-anaknya dengan halus agar menyadari kesalahan mereka dan bertaubat dengan melakukan perbuatan yang baik. Bukankah ini merupakan isyarat tentang perbuatan Alloh Yang Maha Tinggi kepada hamba-hamba-Nya. Beribu-ribu kali sang hamba berbuat salah kepada Penciptanya, namun Dia menutupi semua kesalahannya itu dan tidak menghukumnya, padahal Dia tau betapa besarnya kesalahan-kesalahannya itu, bahkan Dia malah menyerunya untuk tidak berputus asa, dan untuk segera bertaubat dan mengerjakan amal soleh, walau pun kesalahan-kesalahannya sudah tidak terhingga lagi.
Maka, dengarkanlah bagaimana cinta Alloh kepada mereka yang menghafal Quran:
عن أنس بن مالك قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( إن لله أهلين من الناس ) قيل : من هم يا رسول الله؟ قال : ( أهل القرآن هم أهل الله وخاصته )
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rosululloh –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “sesungguhnya Alloh memiliki keluarga dari kalangan manusia”. Maka beliau ditanya: “siapa mereka wahai Rosululloh?”, beliau menjawab: “para penghafal Quran, merekalah keluarga Alloh dan orang-orang khusus-Nya”.
  1. Al-Quran dihafalkan oleh para peni’mat ilmu.
Dari kalangan para sahabat, yang hafal di antara mereka ternyata para pecinta ilmu dan peni’mat pelajaran. Ibnu Katsir mengumumkan nama-nama para penghafal Quran sekaligus para menara ilmu. Yang pertama adalah Abdulloh bin Mas’ud. Siapakah beliau? Beliau menceritakan tentang dirinya: “Tidak ada satu ayat dari kitab Alloh kecuali aku mengetahuinya dimana ia diturunkan dan dalam peristiwa apa ia diturunkan, sekiranya aku mengetahui seseorang yang lebih mengetahui dariku tentang kitab Alloh dimana aku bisa pergi dengan jangkauan untaku, pastilah aku pergi menujunya (untuk belajar)”. Jadi dalam hal tafsir, ilmu Qiroat dan ilmu-ilmu al-Quran, datanglah kepada Ibnu Mas’ud. Selain itu, beliau dikenal sebagai gurunya fikih ahli Irak yang dikenal di kemudian hari dengan fikih Abu Hanifah. Yang kedua adalah Zaid bin Tsabit. Sahabat ini selain terkenal sebagai orang yang sempurna dalam menghafal Quran, sehingga ia diberikan amanah menulis wahyu di zaman Rosululloh dan mengumpulkan al-Quran di zaman Kholifah Abu Bakr, ia mendapat pengakuan langsung dari Rosululloh sebagai orang yang paling ahli mengenai ilmu warisan. Ia juga mampu mempelajari bahasa asing yaitu bahasa Suryani dan Ibrani hanya dalam tempo waktu 2 minggu. Yang ketiga adalah Abdulloh bin Abbas, dimana setiap dibuka kitab tafsir manapun, nama sahabat besar ini pasti terdapat dalam setiap lembarnya.
Setelah zaman sahabat, umat Islam memiliki para ulama yang berkonsentrasi pada ilmu alam seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan Ibnu Thufail. Menarik diingat, seorang Ibnu Sina yang sangat ahli dalam kedokteran ternyata telah mampu menghafal Quran 30 juz ketika usianya baru 10 tahun. Maka jelaslah, al-Quran memang kitab yang penting dihafal jika seseorang ingin meniti jalan ilmu yang luas itu.
  1. Al-Quran adalah bukti cinta Alloh kepada umat manusia.
Sebelum al-Quran diturunkan, Alloh telah menurunkan banyak sekali kitab suci-Nya, namun semuanya itu telah diubah oleh tangan-tangan manusia. Yang tetap Alloh jaga hanyalah al-Quran. Jelas sekali kecintaan Alloh kepada manusia di sini. Inilah rahasia mengapa Alloh menomorsatukan ni’mat pengajaran al-Quran dalam surat ar-Rohman, sebagai surat yang membeberkan ni’mat-ni’mat-Nya satu persatu:
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآنَ (2) خَلَقَ الْإِنسَانَ (3)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, (1) Yang telah mengajarkan al Qur'an. (2) Dia menciptakan manusia. (3) (Ar-Rohman;55).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar